Qantas Didenda Rp948,6 Miliar atas Pemecatan Ilegal 1.820 Pekerja

- Pemecatan massal staf Qantas pada masa pandemik COVID-19
- Proses hukum dan banding oleh Qantas
Jakarta, IDN Times - Maskapai penerbangan terbesar Australia, Qantas Airways, dijatuhi denda besar oleh Federal Court of Australia pada Senin (18/8/2025), atas pelanggaran hukum ketenagakerjaan.
Pengadilan memutuskan Qantas bersalah karena memecat 1.820 pekerja selama pandemik COVID-19 dan menggantikan mereka dengan pegawai kontrak, yang memicu kecaman publik dan proses hukum panjang.
1. Pemecatan massal staf Qantas pada masa pandemik

Pada November 2020, Qantas Airways memecat 1.820 pekerja di 10 bandara dan menggantikan mereka dengan tenaga kontrak. Langkah tersebut diambil di tengah menurunnya jumlah penumpang akibat pembatasan perjalanan global untuk mencegah penyebaran COVID-19.
Putusan pada Oktober 2021 dari Federal Court menyatakan keputusan Qantas telah melanggar Fair Work Act dan bertujuan meredam aksi industrial dari serikat pekerja.
"Saya menilai pemecatan ini dilakukan untuk menghindari aksi kolektif pekerja dalam menuntut hak mereka dan menekan kekuatan serikat," ujar Hakim Michael Lee, dilansir Yahoo Finance.
Penilaian pengadilan Federal Australia menyebutkan pemecatan massal ini merampas hak pekerja untuk berunding secara kolektif dan melakukan aksi industrial yang dilindungi undang-undang pada masa-masa sulit pandemik.
2. Proses hukum dan banding oleh Qantas

Setelah putusan awal pada November 2021, Qantas mengajukan banding hingga ke High Court dan Federal Court, namun seluruh upaya banding ditolak oleh pengadilan pada 2022 dan 2023. Hakim Federal Court Michael Lee mengkritik tindakan manajemen Qantas dan mempertanyakan penyesalan yang ditunjukkan oleh pimpinan Qantas atas keputusan tersebut.
"Saya ragu ada penyesalan nyata di jajaran manajemen, penyesalan hanya muncul karena kasus ini mencoreng reputasi Qantas, bukan untuk kerugian yang dialami para pekerja," ujar Hakim Lee, dilansir Xinhuanet.
Serikat Transport Workers' Union (TWU), yang menggugat atas nama pekerja, menyebut kemenangan di pengadilan sebagai akhir dari pertarungan hukum selama lima tahun dan momen keadilan bagi para pekerja yang selama ini setia pada perusahaan.
3. Rincian denda dan kompensasi untuk pekerja

Dalam putusan pada Senin (18/8/2025), Hakim Michael Lee menjatuhkan denda sebesar 90 juta dolar Australia (Rp948,6 miliar) yang mencakup 75 persen dari maksimal penalti yang dapat diberikan sesuai hukum Australia. Dari total denda, 50 juta dolar Australia (Rp527 miliar) akan dibayarkan langsung ke Transport Workers' Union, sementara sisanya diputuskan lebih lanjut oleh pengadilan.
"Tujuan utama saya adalah menciptakan efek jera nyata, agar perusahaan besar tidak menganggap denda seperti ini sekadar biaya operasional. Siapa pun yang melanggar hukum harus menerima konsekuensi sebesar-besarnya," ujar Hakim Lee, dikutip Marketwatch.
Serikat pekerja dan Qantas sebelumnya telah mencapai kesepakatan kompensasi sebesar 120 juta dolar Australia (Rp1,2 triliun) kepada seluruh pekerja yang dipecat, yang telah mulai diberikan sejak Desember 2024.