Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Redenominasi Beperluang Diterapkan usai Pemilu? Ini Kata Ketua Banggar

Politikus PDIP Said Abdullah. (IDN Times/Melani Putri)
Politikus PDIP Said Abdullah. (IDN Times/Melani Putri)

Jakarta, IDN Times - Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, mengatakan redenominasi mata uang di Indonesia berpeluang dilaksanakan usai pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) pada Februari 2024 mendatang.

Di tengah proses pemilu yang sedang berlangsung, menurutnya, kebijakan redenominasi akan rentan dipolitisasi.

"Fokus kita saat ini adalah melaksanakan suksesi kepemimpinan nasional dengan lancar. Untuk redenominasi dibutuhkan momentum yang tepat, mungkin bisa dilaksanakan setelah pemilu dan perekonomian nasional kokoh," ucapnya kepada IDN Times, Jumat (7/7/2023).

Dia mengatakan pemerintah juga perlu mempertimbangkan banyak aspek dalam ekonomi nasional sebelum menerapkan kebijakan itu, mulai dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, hingga sentimen dari global.

1. Tidak perlu buru-buru terapkan redenominasi

Uang kertas Rupiah baru emisi 2022. (YouTube/Bank Indonesia)

Payung hukum yang mengatur tentang redenominasi rupiah sebenarnya sudah disiapkan dan termaktub dalam Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. Namun, Said meminta seluruh pihak tidak terlalu terburu-buru untuk penerapan redenominasi.

"Kita butuh waktu yang tepat untuk melaksanakan redenominasi, jangan buru buru. Butuh persiapan lebih awal agar agenda redenominasi berjalan dengan baik," tuturnya.

Said mengatakan implementasi redenominasi perlu melalui banyak pembahasan dengan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.

2. Tanpa redenominasi pun, yang penting rupiah stabil dan iklim investasi baik

ilustrasi rupiah. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Di banyak negara, redenominasi mata uang dijalankan saat situasi ekonomi dalam negeri dan sentimen global sedang tidak bergejolak. 

Menurut Said, dengan atau tanpa adanya redenominasi, yang terpenting adalah menjaga rupiah tetap stabil dan iklim investasi tetap menarik bagi investor. Hal ini diperlukan untuk menjaga perekonomian nasional tetap solid, di tengah ketidakpastian global.

3. Redenominasi dan Sanering berbeda

Uang
Uang

Selain itu, dia juga menegaskan perlu sosialisasi yang cukup kepada masyarakat terkait redenominasi untuk mencegah perbedaan salah persepsi. Jangan sampai masyarakat justru mengira redenominasi adalah sanering.

"Kita khawatir tanpa sosialisasi yang baik ke rakyat, redenominasi nanti malah dipahami sanering atau pemotongan mata uang. Salah persepsi publik atas hal itu bisa menimbulkan gejolak sosial ditengah tengah masyarakat, padahal kita akan melaksanakan pemilu, tentu hal itu tidak strategis," kata dia. 

Sebagai informasi, redenominasi bertujuan untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa. Sehingga redenominasi tidak mengurangi nilai mata uang dan tidak  mempengaruhi harga barang. 

Sementara itu, sanering adalah pemotongan nilai uang yang pernah terjadi di Indonesia pada pengujung 1950-an. Logikanya, dengan adanya sanering daya beli masyarakat menurun karena nilai uang yang dimiliki berkurang, sementara harga barang tetap normal.

Contoh sanering semisal uang Rp10.000 kemudian diturunkan nilainya menjadi Rp10, apabila sebelumnya harga sepotong roti itu Rp10.000 per bungkus, setelah dilakukan sanering maka harga roti tersebut tetap sama, tapi kita mesti merogoh kocek berlipat ganda untuk bisa membeli roti tersebut. Dengan begitu, daya beli berpotensi menurun drastis saat terjadi sanering.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us