Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Regulasi dan Tekanan Pihak Asing Ancam Industri Kretek Nasional

Pekerja pabrik rokok kretek Praoe Lajar sedang bekerja di industri yang berada di Jalan Merak No 15, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Pekerja pabrik rokok kretek Praoe Lajar sedang bekerja di industri yang berada di Jalan Merak No 15, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Intinya sih...
  • Dampak FCTC bagi industri kretek nasional: Aksesi FCTC berpotensi merusak industri kretek karena melarang produk tembakau, mengancam kedaulatan nasional.
  • Tantangan yang dihadapi industri kretek nasional: 500 peraturan fiskal dan non-fiskal membebani industri kretek, menyebabkan kinerja penerimaan cukai hasil tembakau tidak mencapai target.

Jakarta, IDN Times - Keberadaan industri kretek sebagai komoditas strategis nasional sedang menghadapi tekanan yang berat dan hal itu justru dilakukan oleh kalangan bangsa sendiri.

Budayawan Mohammad Sobary pun melihat kondisi tersebut sebagai ironi mengingat kedaulatan petani tembakau dan cengkeh dihancurkan secara sistematis melalui intervensi legislasi. Konspirasi global dan intervensi asing semakin kuat menggerogoti kedaulatan bangsa.

"Pemerintah ditekan untuk mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang merupakan representasi kekuatan global yang merongrong kedaulatan bangsa. Kekuatan global itu diwakili FCTC sebagai bentuk kolonialisme dengan jubah baru," kata Sobary, dikutip Senin (23/6/2025).

1. Dampak FCTC bagi industri kretek nasional

Ribuan pekerja menyelesaikan proses pembuatan rokok kretek di Pabrik Rokok Djarum Kudus, Desa Megawon, Jati, Kudus, Jateng, Selasa (5/6/2012). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Ribuan pekerja menyelesaikan proses pembuatan rokok kretek di Pabrik Rokok Djarum Kudus, Desa Megawon, Jati, Kudus, Jateng, Selasa (5/6/2012). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Menurut Sobary, aksesi FCTC ini memiliki dampak penghancuran terhadap industri kretek nasional.

Hal itu lantaran pada 38 butir pasal di dalamnya bertujuan untuk melarang penyebaran produk hasil tembakau.

"Sikap pemerintah untuk tidak meratifikasi FCTC sudah tepat, itu semata demi menjaga kedaulatan nasional," kata pria yang juga merupakan Doktor Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia (UI) itu.

2. Tantangan yang dihadapi industri kretek nasional

Pekerja pabrik rokok kretek Praoe Lajar sedang bekerja di industri yang berada di Jalan Merak No 15, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Pekerja pabrik rokok kretek Praoe Lajar sedang bekerja di industri yang berada di Jalan Merak No 15, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Sobary menambahkan, saat ini industri kretek nasional menghadapi berbagai tantangan besar lantaran terdapat 500 peraturan, baik fiskal dan non fiskal yang dibebankan pada industri kretek. Padatnya aturan (heavy regulated) tersebut berekses negatif di lapangan karena aturan tidak incorporated dan lebih banyak mengadopsi kepentingan pesaing bisnis global yang masuk melalui FCTC-WHO.

"Salah satu dampak signifikan akibat padatnya peraturan adalah kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tidak mencapai target. Tahun 2024 mencapai Rp216,9 triliun atau 94,1 persen dari target Rp230,4 triliun. Produksi rokok legal juga terus mengalami penurunan," tutur Sobary.

3. Sejumlah alasan RI tidak perlu meratifikasi FCTC

Ilustrasi pekerja pabrik rokok kretek. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Ilustrasi pekerja pabrik rokok kretek. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Sobary menegaskan, Indonesia memiliki alasan-alasan kuat untuk tidak meratifikasi FCTC. Pertama, Indonesia memiliki kepentingan yang besar terhadap komoditas tembakau dan produk hasil tembakau. Negara sangat bergantung pada komoditas ini sebagai pendapatan negara.

"Pada tahun 2024 pendapatan negara yang dipungut dari cukai rokok sebesar Rp216,9 trilun," ujarnya.

Kedua, Indonesia memiliki produk hasil tembakau yang khas, yakni kretek. Ketiga, Industri kretek merupakan industri yang memberikan manfaat besar bagi rakyat Indonesia. Terdapat 6 juta orang yang dihidupi dari industri ini.

"Keempat, industri kretek selama ini terbukti merupakan industri yang tahan terhadap berbagai hantaman krisis," kata Sobary.

4. Rekomendasi kepada pemerintah

Ilustrasi. Petani tembakau di Desa Ngale, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun pilih panen dini. (IDN Times/Riyanto)
Ilustrasi. Petani tembakau di Desa Ngale, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun pilih panen dini. (IDN Times/Riyanto)

Atas keprihatinan terkait gerakan anti tembakau yang mengancam kedaulatan nasional, Sobary menyodorkan tiga rekomendasi. Pertama, menolak semua bentuk intervensi kepada pemerintah untuk mengaksesi FCTC.

Kedua, menolak semua bentuk produk hukum yang mengancam kedaulatan petani tembakau dan cengkeh, seperti PP 28 tahun 2024, Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), dan aturan-aturan lain yang mematikan kelangsungan industri kretek nasional.

Ketiga, melawan semua bentuk gerakan dan konspirasi dari mana pun yang berupaya menghancurkan kedaulatan kretek nasional.

"Kami menghimbau kepada masyarakat luas agar tidak terjebak oleh segala bentuk gerakan anti-tembakau yang menggunakan berbagai isu untuk menghancurkan kedaulatan nasional," ujar Sobary.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us