Ruang Penurunan Suku Bunga Masih Terbuka, Gubernur BI: Sabar Dong

- Gubernur BI: Ruang penurunan suku bunga masih terbuka, tapi belum dilaksanakan karena kondisi global yang belum mendukung
- Perry menyebut timing penurunan suku bunga acuan belum tepat karena situasi ekonomi global belum kondusif akibat perang tarif
- BI melakukan kebijakan ekspansi likuiditas dengan membeli SBN dari pasar sekunder sebesar Rp47,3 triliun dan dari pasar primer Rp23,4 triliun
Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, ruang untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate masih terbuka.
Namun, pemangkasan suku bunga masih belum bisa dilaksanakan karena kondisi global yang belum mendukung.
"Ruangnya masih ada, dan kami akan lakukan, tapi sabar dulu dong karena global belum memungkinkan," kata Perry saat konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (19/3/2025).
1. Belum tepat untuk turunkan suku bunga acuan

Dengan mempertimbangkan kondisi global dan domestik, Perry menyebut, timing atau waktu penurunan suku bunga acuan belum tepat, karena situasi ekonomi dan pasar keuangan global belum kondusif yang dipengaruhi permasalahan perang tarif yang membuat ketidakpastian semakin tinggi.
Oleh karena itu, kebijakan moneter BI saat ini diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi RI agar semakin kuat.
2. BI beli SBN Rp70 triliun

Untuk itu, BI melakukan kebijakan ekspansi likuidtas dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder sebesar Rp47,3 triliun dan dari pasar primer Rp23,4 triliun. Dengan demikian, total pembelian SBN hingga 18 Maret 2025 menjadi Rp70 triliun.
“Kami pastikan beli SBN nya itu sesuai dengan arah kebijakan moneter. memang kami perlu ada ekspansi,” ungkap Perry.
3. BI kembali tahan suku bunga acuan untuk stabilkan rupiah

Dalam RDG bulan ini, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 5,75 persen. Keputusan ini diambil untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
"Suku bunga deposit facility tetap sebesar 5 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 6,5 persen," jelasnya.
Perry menjelaskan, keputusan ini konsisten dengan upaya menjaga agar inflasi 2025 dan 2026 tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen, dan mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah tetap sesuai dengan fundamental, di tengah ketidakpastian yang masih tinggi dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.