Rupiah Bertenaga Tutup Pekan, Menguat ke Rp15.847,5 per Dolar AS

- Rupiah menguat 0,15 persen menjadi Rp15.847,5 per dolar AS.
- Rupiah menguat bersama mayoritas mata uang Asia, diikuti oleh pelemahan dolar AS karena peluang pemangkasan suku bunga.
Jakarta, IDN Times - Pergerakan rupiah pada penutupan perdagangan akhir pekan ini, Jumat (29/11/2024) berada di level Rp15.847,5 per dolar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat 0,15 persen atau 24 poin dibandingkan penutupan perdagangan kemarin di level Rp15.872 per dolar AS.
1. Mata uang di kawasan Asia menguat
Di Asia, rupiah menguat bersama mayoritas mata uang Asia. Yen Jepang mencatat penguatan terbesar, yakni 1,03 persen, disusul baht Thailand yang menguat 0,65 persen, dolar Singapura menguat 0,34 persen, ringgit Malaysia menguat 0,23 persen, yuan China menguat 0,23 persen, rupiah menguat 0,15 persen.
Selanjutnya, Won Korea menguat 0,11 persen, pesso Filipina menguat 0,10 persen, dolar Taiwan menguat 0,09 persen dan dolar Hong Kong menguat 0,005 persen terhadap dolar AS. Sedangkan rupee India melemah 0,006 persen terhadap dolar AS.
2. The Fed berpotensi pangkas suku bunga acuan lebih besar
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan, penguatan rupiah pada sore ini terjadi karena pelemahan indeks dolar AS disebabkan oleh meningkatnya peluang pemangkasan suku bunga acuan AS di Desember menjadi sekitar 70 persen dari sebelumnya 59 persen.
"Kenaikan peluang ini terjadi setelah data inflasi AS PCE Price Index yang dirilis 2 hari lalu menunjukkan tingkat inflasi yang stabil di bawah 2,5 persen sehingga pasar memperkirakan inflasi masih berpeluang turun lagi," ujarnya.
3. Faktor penyebab dolar AS melemah
Sementara itu, Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan dolar AS yang cenderung melemah ini disebabkan oleh liburnya market AS sejak Kamis lalu karena adanya event Thanksgiving hingga akhir pekan.
"Ini juga membantu memberikan tekanan ke dolar AS," ucapnya.
Di sisi lain, dolar AS cenderung melemah, dipengaruhi oleh meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan meningkatnya peluang pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve pada Desember mendatang.