Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sri Mulyani: Mengatasi Perubahan Iklim Butuh Kerja Sama Global

Presiden Jokowi hadiri COP26 di Glasgow (dok. Biro Pers Kepresidenan)

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menegaskan, penanganan krisis akibat perubahan iklim yang terjadi saat ini tidak bisa hanya dilakukan oleh Indonesia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menyoroti pentingnya kerja sama global dalam upaya penanganan krisis akibat perubahan iklim.

"Persoalan perubahan iklim tidak bisa diselesaikan satu negara sendiri. Kerja sama internasional merupakan keharusan karena ini ancaman bagi dunia, bukan ancaman bagi satu negara," kata Sri Mulyani, dalam pidato kuncinya yang membuka Webinar Green Economy Outlook 2022, Selasa (22/2/2022).

1. Pentingnya COP

Presiden Jokowi hadiri COP26 di Glasgow (dok. Biro Pers Kepresidenan)
Presiden Jokowi hadiri COP26 di Glasgow (dok. Biro Pers Kepresidenan)

Oleh karena itu, Indonesia disebut Sri Mulyani akan terus berperan dalam kerja sama global tersebut yang salah satunya melalui forum Conference of the Parties atau COP.

COP, menurut laman resmi PBB, adalah badan pembuat keputusan tertinggi dari konvensi perubahan iklim. Semua negara yang termasuk pihak konvensi COP, akan meninjau pelaksanaan konvensi dan menggunakan instrumen hukum dalam mengambil keputusan yang diperlukan.

Keputusan-keputusan tersebut khususnya akan berdampak pada perjuangan mengatasi masalah krisis iklim yang saat ini telah mengkhawatirkan kehidupan umat manusia di bumi.

"COP setiap tahun dilakukan sebagai pertemuan untuk membahas dan monitoring serta tracking dari komitmen negara-negara terutama negara maju yang telah berjanji untuk menyediakan 100 miliar dolar AS per tahun hingga tahun 2030," ucap Sri Mulyani.

2. Dampak perubahan iklim bakal segila COVID-19

Ilustrasi perubahan iklim (Unsplash/Ciprian Morar)

Kerja sama global dalam upaya penanganan krisis akibat perubahan iklim sangat penting mengingat dampak dari perubahan iklim bisa seperti pandemik COVID-19.

"Climate change merupakan global disaster yang magnitude-nya akan sama seperti pandemik COVID-19. Perubahan iklim adalah global threat atau ancaman global yang nyata dan sudah dipeajari oleh berbagai ilmuwan yang menggambarkan dunia ini mengalami pemanasan global," tutur Sri Mulyani.

Ke depan, kata Sri Mulyani, seiring dengan negara-negara yang semakin sejahtera maka pembangunan akan kian masif dan tekanan terhadap sumber daya alam (SDA) bakal semakin nyata.

"Seluruh kegiatan manusia juga makin menghasilkan CO2 emmission atau emisi karbon yang mengancam dunia dalam bentuk kenaikan suhu," ujarnya.

Tak heran jika kemudian banyak negara di dunia yang berlomba-lomba menghindarkan dunia dari kenaikan temperaturnya sebesar 1,5 derajat agar tak terjadi implikasi katastropik yang membahayakan.

3. Negara yang tidak siap bakal terdampak lebih berat

Ilustrasi perubahan iklim. (Pixabay.com/marcinjozwiak)

Sri Mulyani pun mengingatkan bahwa dampak dari perubahan iklim akan terjadi pada seluruh makhluk di dunia. Sama seperti COVID-19, negara-negara yang tidak siap akan terkena dampak lebih berat.

"Sama seperti pandemik, negara yang paling tidak siap dari sisi sistem kesehatan, kemampuan fiskal, disiplinnya, dan dari kemanpuan untuk mendapatkan vaksin dan melakukan vaksinasi maka mereka akan terkena dampak paling berat dari pandemik," tutur Sri Mulyani.

Pun halnya dengan perubahan iklim. Peristiwa tersebut bakal membuat negara-negara yang tidak siap dan cenderung miskin bakal mendapatkan dampak lebih berat.

"Oleh karena itu, seluruh dunia sekarang berikhtiar untuk menghindarkan dampak katastropik dari climate change ini dan memonetum ini sekarang meningkat di dalam beberapa pertemuan para pemimpin-pemimpin dunia," ujar Sri Mulyani.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ridwan Aji Pitoko
EditorRidwan Aji Pitoko
Follow Us