Terintegrasi Industri, Warga Kawasan Transmigrasi Dapat Manfaat Ini

- Anggaran dan pilot project sudah disiapkan untuk 154 kawasan transmigrasi
- Kolaborasi antara Kementerian Perindustrian dan Transmigrasi tercapai dengan cepat
- MoU diharapkan mendukung visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto
Jakarta, IDN Times - Kementerian Transmigrasi akan mengintegrasikan kawasan transmigrasi dengan basis industri, sehingga masyarakat transmigran bisa mendapatkan dua manfaat sekaligus, yakni sebagai tenaga kerja dan pemilik saham atas lahan.
Model pengembangan tersebut diterapkan melalui pembentukan korporasi di bawah Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang dikawinkan dengan industri yang sudah ada.
Menteri Transmigrasi Iftitah S Suryanagara menekankan pengembangan kawasan lainnya akan dilakukan secara “quick wins” agar segera memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Kepemilikan lahan tetap berada di tangan transmigran, sehingga selain penghasilan bulanan dari industri, mereka juga akan menikmati dividen dari hasil pengelolaan lahan secara kolektif.
"Model bisnis seperti itulah yang akan kami kembangkan ke depan sesuai dengan arahan dari Bapak Presiden," kata Iftitah dalam Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara Kementerian Transmigrasi dan Kementerian Perindustrian di Kantor Kemenko IPK, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
1. Sudah siapkan anggaran dan pilot project

Saat ini ada 154 kawasan transmigrasi yang sedang dikembangkan secara bertahap sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Beberapa pilot project sudah dijalankan, salah satunya di kawasan transmigrasi Melolo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kemudian kawasan di Desa Salor, Merauke, yang berbatasan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan berpotensi untuk industri tebu, termasuk bioetanol dan swasembada gula.
"Totalnya hari tahun ini yang kami terima sekitar Rp1,8 triliun di 154 tempat itu," sebut Iftitah.
Beberapa pilot project lain juga sedang dikembangkan, termasuk di Tanjung Banon, Batam, khususnya Pulau Rempang dan Galang. Industri di kawasan transmigrasi tidak terbatas pada pemilik lahan saja. Misalnya, di Morotai, pengembangan akan diarahkan pada industri perikanan karena offtaker-nya cukup luas.
Menurutnya, fokus utama kementerian adalah membidik pasar. Selama ini, masyarakat transmigrasi hanya menanam tanpa kepastian pasar, sehingga hasil panen sering tidak optimal. Kerja sama dengan industri diharapkan dapat memberikan kepastian pasar bagi produk yang dihasilkan masyarakat.
2. Kolaborasi Kementerian Perindustrian dan Kementerian Transmigrasi

Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, MoU antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Transmigrasi tercapai secara cepat. Prosesnya dimulai dari pertemuan tidak sengaja di kereta api Whoosh saat menghadiri acara wisuda di Universitas Padjajaran, di mana diskusi sekitar 40 menit mampu menemukan titik temu untuk kerja sama kedua kementerian.
Agus menekankan pentingnya roadmap dengan time frame dan timeline jelas agar MoU tidak hanya sekadar wacana. Dia juga menyarankan keterlibatan aktif Himpunan Kawasan Industri (HKI) untuk menyiapkan konsep yang besar sekaligus dapat diimplementasikan di lapangan.
"Ini suatu hal yang terobosan yang luar biasa dan mungkin tidak pernah terbayang dari dulu, dari kabinet-kabinet sebelumnya bahwa ada kemungkinan kerja sama dan kerja sama ini kerja samanya akan baik antara dua kementerian, yaitu Transmigrasi dan Perindustrian," paparnya.
3. Mendukung Visi Asta Cita Presiden Prabowo

Agus menambahkan, MoU diharapkan memperkuat sinergi antara pengembangan industri dan program transmigrasi, termasuk pemberdayaan masyarakat serta pengembangan sumber daya manusia di kawasan transmigrasi.
Pelaksanaan MoU sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto melalui Asta Cita, khususnya poin 5 tentang hilirisasi industri berbasis sumber daya alam dan poin 6 mengenai pembangunan dari desa dan dari bawah untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan, serta pengentasan kemiskinan.
Kedua kementerian berharap kerjasama tidak hanya menghadirkan sinergi, tetapi juga menjadi langkah nyata untuk mewujudkan Indonesia Emas pada 2045, dengan penciptaan lapangan kerja yang produktif, peningkatan kapasitas SDM, percepatan hilirisasi, dan pemerataan ekonomi berbasis rakyat.
"Ini merupakan langkah nyata kita dalam mewujudkan Asta Cita kita Indonesia Emas pada tahun 2045," ujar Agus.