Tim Luhut Sebut Makan Bergizi Gratis Bisa Bantu Daya Beli

- Program makan bergizi gratis (MBG) mendukung ekonomi lokal dan daya beli masyarakat yang melemah.
- Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif kuat meskipun konsumsi dan daya beli masyarakat menurun.
- Pemerintah bersama DEN mengkaji langkah pencegahan untuk mengatasi tantangan ekonomi global dan domestik.
Jakarta, IDN Times - Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menilai program makan bergizi gratis (MBG) dapat mendukung ekonomi lokal dan meningkatkan daya beli masyarakat yang sekarang sedang melemah.
Program andalan Presiden Prabowo Subianto yang menelan anggaran senilai Rp71 triliun direncanakan akan segera diluncurkan, dengan uji coba yang sudah dilakukan dan implementasi penuh mulai awal Januari 2025.
"Ini akan memberikan dukungan kepada ekonomi lokal, kepada masyarakat, memberikan bantuan terhadap adanya indikasi pelemahan konsumsi atau daya beli masyarakat," kata dia dalam seminar nasional yang diselenggarakan Indef di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (21/11/2024).
1. Indonesia disebut mampu pertahankan pertumbuhan meski daya beli melemah

Firman menyampaikan meskipun Indonesia menghadapi tantangan domestik seperti lemahnya daya beli, pertumbuhan ekonomi nasional masih menunjukkan kekuatan yang relatif baik.
Pada kuartal ketiga, meskipun angka pertumbuhan ekonomi berada di bawah 5 persen, Indonesia masih mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain.
"Di Q3, memang kita tumbuh di bawah 5 persen tetapi kalau dibandingkan negara lain saya kira kita masih tumbuh relatif tinggi," ujarnya.
2. Tantangan yang dihadapi Indonesia bukan hanya mengenai daya beli

Pemerintah bersama DEN yang diketuai oleh Luhut Binsar Pandjaitan telah mengidentifikasi berbagai permasalahan ekonomi yang dihadapi Indonesia. Saat ini, mereka tengah mengkaji langkah-langkah pencegahan yang dapat diterapkan untuk mengatasi isu-isu tersebut secara efektif.
Permasalahan yang dimaksud meliputi masa kepresidenan Donald Trump yang kedua kalinya di Amerika Serikat (AS), perubahan kebijakan moneter dari pengetatan ke pelonggaran, pertumbuhan ekonomi yang rapuh di Eropa, tekanan utang negara di negara berkembang.
Kemudian, adanya perlambatan ekonomi China, meningkatnya intensitas perang di Timur Tengah dan Rusia-Ukraina, dan meningkatnya ketegangan di Korea Selatan dan Korea Utara, China, dan Taiwan.
Sedangkan tantangan dalam jangka menengah adalah ketahanan pangan global, disrupsi digital dan kecerdasan buatan (AI), perubahan iklim, transisi menuju ekonomi rendah karbon, serta fragmentasi geopolitik dan persaingan ekonomi.
"Jadi kita sekarang sedang mengkaji kira-kira pencegahan-pencegahan apa yang bisa dilakukan baik dalam jangka pendek maupun menengah untuk bisa meng-address berbagai permasalahan tadi," tambahnya.
3. DEN optimis terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia

Dia menyatakan berbagai lembaga internasional, seperti IMF, Bank Dunia, dan OECD, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat hingga mencapai 5-5,2 persen pada 2025.
Meski ada tantangan global, Indonesia dinilai memiliki fondasi ekonomi yang kuat dengan inflasi yang rendah, rasio utang terhadap PDB yang terkendali, dan defisit fiskal yang relatif kecil dibandingkan banyak negara.
Firman menambahkan, Indonesia memiliki peluang untuk tumbuh lebih tinggi, sesuai target pemerintah yang menginginkan pertumbuhan di atas 7-8 persen. Salah satu faktor kunci yang mendukung pencapaian itu adalah transisi pemerintahan yang berjalan lancar, dengan keberlanjutan program prioritas yang telah diakomodasi dalam APBN 2025.
Kebijakan tersebut memberikan ruang ekspansi fiskal yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih cepat tanpa harus menunggu waktu transisi yang panjang.
"Lalu kita juga, pemerintah sangat fokus pada pengembangan SDM seperti kesehatan maupun pendidikan dan juga ketahanan pangan yang sekali lagi ini akan memperkuat posisi Indonesia dan memperkuat produktivitas kita dalam upaya pencapaian kita menuju Indonesia Emas 2045," tambahnya.