Begini Sejarah Pajak di Dunia dan Indonesia

Ditemukan sejak Mesir kuno

Jakarta, IDN Times - Pajak sedang jadi perbincangan hangat akhir-akhir ini, mencuat akibat kekerasan yang dilakukan oleh seorang anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Tapi, tahukah kamu bagaimana sejarah lahirnya pajak?

Hingga hari ini, setidaknya kita mengenal banyak jenis pajak termasuk pajak penjualan, pajak cukai, dan pajak properti. Sejak kapan semuanya bermula?

1. Sekitar 5.000 tahun lalu

Begini Sejarah Pajak di Dunia dan Indonesiapixabay.com/AtsyBee

Dilansir Tax Foundation, sekitar 5.000 tahun yang lalu, kita melihat catatan pertama perpajakan di Mesir kuno, di mana Firaun memungut pajak yang setara dengan 20 persen dari seluruh hasil panen gandum.

"Pada saat itu, Mesir belum memiliki uang kertas, sehingga biji-bijian mewakili simpanan nilai yang dapat dengan mudah dikumpulkan, diperdagangkan, dan didistribusikan kembali ke seluruh masyarakat," tulis Tax Foundation.

Seperti halnya banyak inovasi modern, orang-orang Yunani bertanggung jawab untuk mengambil ide perpajakan dan menyebarkannya ke seluruh dunia, seiring dengan perluasan wilayah dan perkembangan peradaban mereka.

2. Awal mula pajak yang kita kenal

Begini Sejarah Pajak di Dunia dan Indonesiailustrasi bayar pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Rincian jenis pajak dan asal usulnya:

Pajak Penjualan

Romawi Kuno menerapkan pajak penjualan. Julius Caesar adalah orang pertama yang menerapkan pajak penjualan dengan tarif tetap sebesar 1 persen yang diterapkan di seluruh Kekaisaran. Di bawah pemerintahan Kaisar Augustus, pajak penjualan adalah 4 persen, mendekati tarif yang kita lihat saat ini di banyak pajak penjualan negara bagian AS.

Pajak Penghasilan

Kaisar Romawi Kuno, Augustus mengubah sistem pajak pada akhir abad ke-1 SM. Pengumpulan awalnya dilakukan melalui "petani pajak" yang mengumpulkan pajak dari wilayah masing-masing berdasarkan penilaian wilayah secara keseluruhan dan menyerahkannya kepada pemerintah.

Sistem tersebut sulit untuk dilanjutkan, dan Augustus beralih ke sistem perpajakan langsung yang menyerupai pajak penghasilan. Sistem ini dimulai sebagai pajak langsung atas kekayaan individu, tetapi ketika jelas bahwa sistem ini juga sulit untuk dilaksanakan, pajak penghasilan menggantikan pengumpulan pajak tersebut.

Pajak Properti

Pada zaman kuno, pajak properti dipungut di Mesir, Persia, dan China. Awalnya, pajak ini didasarkan pada nilai produksi tanah atau seberapa banyak hasil yang diharapkan dari tanah tersebut, dan oleh karena itu biasanya dibayarkan oleh para petani.

Pajak properti berlanjut di Eropa Abad Pertengahan di bawah pemerintahan William sang Penakluk di Inggris. Yang terkenal, Lady Godiva menunggang kuda di jalanan dalam keadaan telanjang sebagai bentuk protes atas pajak properti yang harus dibayar suaminya.

Pajak Warisan

Pajak warisan berasal dari Kekaisaran Romawi dan mendanai pensiun para veteran yang dikenakan sebesar 5 persen dari properti yang diwariskan. Pajak warisan yang kita kenal saat ini berevolusi dari keringanan, pembayaran yang dilakukan pada Abad Pertengahan kepada penguasa feodal ketika sebuah wilayah kekuasaan dialihkan kepada ahli waris saat kematian.

Tarif

Tarif telah ada sejak tahun 3000-an sebelum Masehi untuk perdagangan logam dan wol antara kota kuno Kanesh di Anatolia (Turki modern) dan Asyur (Irak modern). Kekaisaran Romawi juga memungut pajak, baik untuk barang-barang yang diperdagangkan di dalam kekaisaran maupun yang diimpor dari luar.

Barang-barang asing dikenakan pajak lima hingga 25 kali lipat dari tarif perdagangan internal. Sepanjang sejarah, tarif telah dipungut untuk mengontrol perdagangan barang-barang tertentu seperti wol, kulit, mentega, keju, dan banyak lagi.

3. Sejarah pajak di Indonesia

Begini Sejarah Pajak di Dunia dan Indonesiailustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Dikutip dari situs web Ditjen Pajak, bangsa Indonesia telah mengenal pungutan sejenis pajak bahkan sebelum dijajah oleh bangsa Eropa dan Jepang. Masyarakat telah mengenal upeti, yaitu pungutan sejenis pajak yang bersifat memaksa. Perbedaannya adalah upeti diberikan kepada raja sebagai persembahan.

"Karena pada masa itu raja dianggap sebagai wakil tuhan dan apa yang terjadi di masyarakat dianggap dipengaruhi oleh raja," tulis Ditjen Pajak.

Pada masa itu beberapa kerajaan seperti Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram mengenal sistem pembebasan pajak terutama pajak atas kepemilikan tanah yang biasa disebut tanah perdikan. Umumnya, pembebasan tersebut diatur dalam beleid yang dituangkan baik dalam prasasti ataupun dicatat dalam kitab kesusastraan. Ketika masuk era kolonialisasi oleh Belanda dan bangsa Eropa pajak mulai dikenakan.

Dalam catatan sejarah badan otonomi Belanda yaitu VOC memungut pajak diantaranya Pajak Rumah, Pajak Usaha dan Pajak Kepala kepada pedagang Tionghoa dan pedagang asing lainnya. Hanya saja, VOC tidak memungut pajak di wilayah kekuasaanya seperti Batavia, Maluku dan lainnya.

"Kemudian pada masa Gubernur Jenderal Daendels juga ada pemungutan pajak yaitu memungut pajak dari pintu gerbang (baik orang dan barang) dan pajak penjualan barang di pasar (bazarregten), termasuk pula pungutan pajak terhadap rumah," tulis Ditjen Pajak.

Masuk ke era pendudukan Inggris, Gubernur Jenderal Raffles juga dikenal sistem pemungutan pajak yang dikenal dengan landrent stesel yang mana meniru sistem pengenaan pajak di Bengali, India yaitu pengenaan pajak atas sewa tanah masyarakat kepada pemerintah kolonial. Itulah yang menjadi cikal bakal pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Pengenaan pajak landrent stesel ini berdasarkan System Rayatwari, yaitu pengenaan pajak secara langsung kepada para petani. Dalam hal ini tarif pajak adalah pendapatan rata-rata petani dalam setahun.

"Kenapa dikenakan kepada petani? Raffles beranggapan bahwa tanah yang dikelola oleh petani merupakan tanah para raja (sovereign) sedangkan para raja dianggap menyewa tanah tersebut kepada pemerintah kolonial. Dalam hal ini Inggris," tulis Ditjen Pajak.

Kemudian terdapat juga aturan mengenai pajak penghasilan pada era kolonial. Aturan pajak atas penghasilan dikenakan kepada pribumi maupun orang non-pribumi yang mendapat penghasilan di Hindia Belanda atau Indonesia saat ini. Aturan tersebut yang menerapkan adalah pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-19.

Tidak banyak yang dikerjakan pada zaman penjajahan Jepang. Sebab, pada masa itu pemerintah Jepang lebih memfokuskan semua sumber daya untuk biaya perang. Oleh karenanya, sulit memisahkan mana yang merupakan pajak dengan rampasan pemerintah itu sendiri kepada rakyat.

Tapi, di masa itu rakyat selain dibebani dengan kewajiban Romusha juga dibebani dengan membayar pungutan yang dianggap sebagai pajak. Hal ini sangat memberatkan rakyat Indonesia kala itu meskipun hanya berlangsung selama kurang lebih 3,5 tahun.

"Di era selanjutnya ketika Indonesia sudah merdeka pengenaan pajak sudah lebih konservatif dan berkeadilan yang dituangkan dalam berbagai aturan yang sah diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia," tulis Ditjen Pajak.

Topik:

  • Anata Siregar
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya