Trump Sepakat TikTok Beroperasi hingga Akhir 2025, Ini Respons China!

- Divestasi TikTok melibatkan raksasa teknologi Oracle.
- China tidak akan mengorbankan kepentingan perusahaan mereka.
- TikTok dianggap sebagai ancaman keamanan nasional AS.
Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, telah menandatangani perpanjangan batas waktu bagi perusahaan induk TikTok, ByteDance pada Selasa (16/9/2025). TikTok diperbolehkan menjual operasinya di AS hingga akhir tahun ini.
Perpanjangan tersebut terjadi setelah pejabat AS dan China mencapai kerangka kesepakatan yang bertujuan mengalihkan kepemilikan TikTok ke Amerika. Meskipun batas waktu baru memberikan lebih banyak waktu untuk negosiasi, rincian utama kesepakatan masih harus diselesaikan.
Ini menandai keempat kalinya tenggat waktu ditunda, dan penundaan terakhir terhadap larangan tersebut akan berakhir pada 16 Desember 2025. Perpanjangan sebelumnya yang ketiga, dijadwalkan berakhir pada Rabu (17/9/2025).
1. Divestasi TikTok akan melibatkan raksasa teknologi Oracle
Dilansir Kyodo News, para pemimpin Washington dan Beijing diperkirakan akan membahas perjanjian itu lebih lanjut. Sebab, struktur pasti divestasi TikTok masih belum jelas. Namun beberapa media besar AS telah melaporkan bahwa bisnis aplikasi tersebut di AS diperkirakan akan melibatkan konsorsium investor, termasuk raksasa teknologi Oracle Corp.
Trump mengatakan bahwa kesepakatan telah tercapai karena 'kami memiliki sekelompok perusahaan yang sangat besar yang ingin membelinya'. Sementara itu, Trump dijadwalkan berbicara dengan Presiden China Xi Jinping pada Jumat (19/9/2025).
Perjanjian kerangka kerja ini dipandang sebagai langkah maju yang signifikan dalam menyelesaikan pertikaian yang telah berlangsung lama.
2. China tidak akan mengorbankan kepentingan perusahaan mereka

Pada 15 September 2025, delegasi perdagangan AS mengatakan telah mencapai kesepakatan kerangka kerja dengan China di tengah negosiasi perdagangan yang lebih luas di Madrid. Upaya ini untuk menjaga agar aplikasi tersebut tetap aktif bagi sekitar 170 juta pengguna Amerika.
Di sisi lain, Beijing mengonfirmasi adanya perjanjian kerangka kerja. Namun, pihaknya mengatakan tidak akan ada kesepakatan yang dibuat dengan mengorbankan kepentingan perusahaan mereka. Salah satu poin perdebatan utama adalah nasib algoritma TikTok yang canggih.
Wakil kepala administrasi siber China, Wang Jingtao, menyarankan dalam konferensi pers bahwa perjanjian tersebut mencakup lisensi algoritma dan hak kekayaan intelektual lainnya.
"Pemerintah China, sesuai hukum akan memeriksa dan menyetujui hal-hal relevan yang melibatkan TikTok, seperti ekspor teknologi dan lisensi penggunaan kekayaan intelektual," ujarnya, dikutip dari BBC.
3. TikTok dianggap sebagai ancaman keamanan nasional AS

Pada Januari, Mahkamah Agung AS menguatkan undang-undang (UU) yang disahkan pada April 2024 yang melarang TikTok di negara itu. UU tersebut mengharuskan ByteDance untuk melakukan divestasi dengan menjual divisinya di AS.
Hal ini dipicu kekhawatiran bipartisan atas ancaman keamanan nasional yang sangat besar dan mendalam, khususnya potensi pemerintah China untuk mengakses data pengguna AS atau memanipulasi konten aplikasi.
Merespons hal itu, ByteDance menolak penjualan tersebut. Pihaknya telah berulang kali menegaskan operasinya di AS sepenuhnya terpisah dan mengklaim tidak ada informasi yang dibagikan dengan otoritas China. Pada Januari, TikTok sempat berhenti beroperasi, tetapi ini berlangsung kurang dari sehari sebelum larangan awal ditunda.