Wujudkan Indonesia Incorporated, Gappri: Perlu Deregulasi Aturan Rokok
- Gappri menyoroti 500 aturan yang membebani IHT kretek, berdampak negatif pada lapangan dan kinerja penerimaan cukai hasil tembakau tidak mencapai target.
- Gappri mengusulkan deregulasi untuk memberikan rasa keadilan demi cita-cita kemandirian ekonomi nasional, serta mendorong moratorium kenaikan tarif cukai hasil tembakau dan Harga Jual Eceran.
Jakarta, IDN Times - Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) mengungkapkan pentingnya deregulasi aturan rokok dalam mewujudkan Indonesia Incorporated seperti yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.
Diketahui, dalam acara sarasehan dengan pelaku ekonomi pada 8 April 2025, Prabowo berpidato tentang Indonesia Incorporated. Dalam konsep tersebut, pemerintah dan pelaku bisnis harus berjalan seiringan untuk mencapai tujuan yang sama di bawah satu komando Presiden guna menjadikan Indonesia bangsa yang sejahtera dan bermartabat.
"Kami Gappri yang menaungi industri hasil tembakau (IHT) kretek bangga sebagai bagian dari Indonesia Incorporated yang selama ini telah berkontribusi sangat besar dalam penyerapan lapangan kerja (padat karya) dan menyumbangkan pemasukan kepada negara berupa cukai dan pajak,” kata Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan dalam pernyataan resminya, dikutip Kamis (10/4/2025).
1. Ada 500 aturan yang bebani IHT
Meski begitu, Henry menyampaikan saat ini terdapat 500 peraturan, baik fiskal maupun nonfiskal yang dibebankan pada IHT kretek. Padatnya aturan (heavy regulated) tersebut lantas berdampak negatif di lapangan karena aturan tidak incorporated dan lebih banyak mengadopsi kepentingan pesaing bisnis global yang masuk melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)-WHO.
Adapun salah satu dampak signifikan akibat padatnya peraturan adalah kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tidak mencapai target. Pada 2024, kinerja penerimaan CHT hanya mencapai Rp216,9 triliun atau 94,1 persen dari target Rp230,4 triliun. Selain itu, produksi rokok legal juga terus mengalami penurunan.
“Situasi IHT kretek saat ini memerlukan deregulasi. Pemerintah perlu meninjau ulang atau sinkronisasi peraturan satu dengan lainnya sehingga memberikan rasa keadilan demi cita-cita kemandirian ekonomi nasional,” kata Henry.
2. Gappri harap pemerintah tidak terbitkan kebijakan yang memberatkan IHT kretek

Oleh karena itu, Gappri mengusulkan pemerintah untuk tidak menerbitkan kebijakan yang dapat memberatkan IHT kretek. Hal itu agar IHT kretek bisa resilien dan memberi peluang pemulihan atas keterpurukan bisnis dan tekanan rokok murah yang tak jelas asal dan produsennya.
Merujuk kajian Gappri, keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang peraturan pelaksanaan Undang Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429–463, berpotensi mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, Gappri memohon agar pemerintah meninjau ulang aturan tersebut.
“Gappri juga menolak rencana pemerintah (Kementerian Kesehatan RI) mengatur kemasan polos (plain packaging). Sebab, hal itu akan membuat IHT legal gulung tikar karena semakin susah membedakan antara satu merek dengan merek lain,” kata Henry.
Gappri, sambung Henry, juga memohon adanya relaksasi pembayaran pemesanan pita cukai dari 60 hari menjadi 90 hari. Hal itu untuk memberikan daya tahan ekonomi pabrikan rokok atas dampak yang ditimbulkan.
“Pabrik rokok memang butuh insentif, tapi situasi seperti ini negara juga membutuhkan pemasukan,” ujar dia.
3. Moratorium kenaikan tarif CHT dan HJE

Selain itu, Gappri juga mendorong moratorium kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) selama 2025-2027. Hal itu agar IHT bisa pulih terutama dari tekanan rokok murah yang tidak jelas asal dan produsennya.
“Selama ini pungutan negara terhadap IHT kretek sudah mencapai 70-82 persen pada setiap batang rokok legal,” kata Henry.
Gappri turut mendorong kebijakan tarif cukai yang inklusif dan berkeadilan secara seimbang bagi aspek kesehatan, tenaga kerja lHT, pertanian tembakau, peredaran rokok ilegal dan penerimaan negara melalui Peta Jalan (Roadmap) lndustri Hasil Tembakau 2025-2029.
“Gappri juga mendukung terus dilaksanakan operasi gempur rokok ilegal dengan melakukan penindakan secara tegas sampai ke produsen ilegalnya,” ujar Henry.