[PUISI] Berhenti Mengikuti Jejakmu

Kau bertengger santai
pada pucuk tunas tertinggi pohon itu.
Kelakarmu terdengar hingga bantaran sungai
ikan-ikan membalas tawamu.
Setelah tergopoh menyusulmu,
kudapati kau asyik menaksir bangau
yang terbang rendah di antara ilalang.
"Mengapa ikut ke atas?" tegurmu,
dahimu mengernyit,
sorot matamu memicing tajam
meruntuhkan nyaliku.
Maaf, kukira kita sudah sedekat itu.
Rupanya, hanya perasaanku.
Sejak itu,
tak pernah lagi aku ikut jejakmu.
Dan kau,
tak pernah sedikit pun
menoleh ke arahku.
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.


















