Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[PUISI] Dimahkotai Karma

ilustrasi perempuan bermahkota (pixabay.com/Pexels)

Mengalun suara lonceng di gereja tua

Redupkan mentari menyambut rintik hujan malam

Diri masih berlutut, kepala masih nanar lebam

Mencari sang tuan yang tak datang jua 

 

Suara tangisan menggema dalam rusuk dinding bata

Menusuk bulu kuduk yang kian meronta dari pori

Bayangan yang tak lagi gamblang ilusi atau fana

Semua tokoh menggambarkan citra diri

 

Ingin ku lari walau tanpa tahu arah 

Ingin ku buang walau mengotori jalan berdarah 

Ingin ku buat sirna walau harus mendulang lara

 

Siapa yang lebih jalang, sudah ku dapati jawabnya

Setetes tangisnya jadi sewindu karma

Waktu seakan tak janji akan mengobati 

Hanya karma yang terus berlipat sejuta

Habis sudah persediaan sesal, 

Bahkan mati sudah tak mampu membuat baal 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Laurensius Aldiron
EditorLaurensius Aldiron
Follow Us