[PUISI] Dimahkotai Karma

Mengalun suara lonceng di gereja tua
Redupkan mentari menyambut rintik hujan malam
Diri masih berlutut, kepala masih nanar lebam
Mencari sang tuan yang tak datang jua
Suara tangisan menggema dalam rusuk dinding bata
Menusuk bulu kuduk yang kian meronta dari pori
Bayangan yang tak lagi gamblang ilusi atau fana
Semua tokoh menggambarkan citra diri
Ingin ku lari walau tanpa tahu arah
Ingin ku buang walau mengotori jalan berdarah
Ingin ku buat sirna walau harus mendulang lara
Siapa yang lebih jalang, sudah ku dapati jawabnya
Setetes tangisnya jadi sewindu karma
Waktu seakan tak janji akan mengobati
Hanya karma yang terus berlipat sejuta
Habis sudah persediaan sesal,
Bahkan mati sudah tak mampu membuat baal
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.