[PUISI] Sang Nara

Aku pernah menjadi bulan,
yang bersinar lembut di langit malammu,
meski kau tak pernah benar-benar menatapku.
Kau sibuk menghitung bintang lain,
menyebut mereka cahaya,
padahal mereka yang mencuri sepotong tenangku.
Aku memanggilmu Sang Nara,
karena kau pernah jadi arah yang kupuja,
padahal aku hanya kompas rusak
yang terus berputar pada poros yang salah.
Kau bicara cinta tanpa nama,
dan aku percaya,
seolah itu suci,
padahal hanya dusta sunyi yang kau bungkus rapi.
Di antara semua malam yang panjang itu,
aku belajar,
bahwa tak semua yang memberi hangat berniat untuk menetap.
Bahwa beberapa pelukan hanyalah jeda,
sebelum seseorang pergi membawa separuh jiwa.
Kini, aku bukan lagi bulanmu.
Aku telah mencabut sinar yang dulu kutitip di matamu.
Kau boleh terus berjalan dengan kisah dan cahaya baru,
tapi di setiap bayanganmu yang jatuh,
ada siluet perempuan yang pernah mencintaimu tanpa syarat,
hingga dirinya sendiri nyaris habis.
Dan jika suatu hari kau menengadah ke langit,
menyebut nama Sang Nara dalam bisu yang terlambat,
ingatlah ini:
bukan aku yang hilang,
hanya aku yang akhirnya pulang.
Ke dalam diriku sendiri.
Ke rumah yang seharusnya, dari dulu, kutinggali.