[PUISI] Sekuntum yang Layu

Tepat di perhentian keempat
Aku menerima sekuntum mawar putih
Kuterima dengan lapang
Katanya, itu lambang pembersihan
Dari segala suntuk pesakitan
Kucoba untuk mencerna
Tiap kata demi kata
Yang terucap dengan membara
Bahwa setelah ini semua usai
Hanya ada sekuntum mawar terakhir
Aku meratapinya tiap hari
Tanpa sadar hari terus berlari
Dan sekuntum mawar putih itu
Kini tergeletak lunglai
Menjadi sekuntum yang layu
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.