[CERPEN] Kesempatan Kedua

Didi adalah seorang maling motor yang sudah lama menjalani hidup di jalanan. Dengan keahlian tangannya yang cekatan, ia bisa membobol kunci motor dalam hitungan detik. Hasil curiannya ia jual ke penadah, lalu uangnya ia pakai untuk bersenang-senang.
Suatu malam, Didi mengincar motor yang terparkir di depan sebuah warung kecil. Situasi sepi, dan ia merasa ini adalah target yang mudah. Dengan cepat ia merusak kunci motor dan bersiap kabur. Namun, sebelum sempat menyalakan mesin, tiba-tiba seorang lelaki tua keluar dari warung dan berteriak, "Maling! Maling!"
Didi panik. Ia mencoba kabur, tetapi kakinya tersandung batu dan ia jatuh tersungkur. Warga yang mendengar teriakan si lelaki tua segera berdatangan dan mengepungnya.
Beberapa orang mulai memukulinya. Didi meringkuk ketakutan, menutupi kepalanya dengan tangan. Namun, sebelum amarah warga semakin tak terkendali, lelaki tua itu menghentikan mereka. "Cukup! Jangan main hakim sendiri!" katanya tegas.
Warga akhirnya mundur, dan lelaki tua itu menatap Didi dengan tajam. "Kenapa kau mencuri, Nak?" tanyanya.
Didi awalnya diam, tetapi tatapan lelaki itu begitu lembut, berbeda dari orang-orang yang biasanya hanya ingin menghukumnya. Perlahan, air mata Didi mengalir. Ia terisak dan mengaku, "Saya butuh uang, Pak… tapi saya sadar ini salah."
Lelaki tua itu menghela napas. "Kalau kau butuh uang, kenapa tidak bekerja dengan jujur? Mencuri hanya akan membuat hidupmu lebih sengsara."
Didi terdiam. Selama ini ia selalu mencari jalan pintas, tanpa memikirkan akibatnya.
Melihat kesedihan di wajah Didi, lelaki tua itu berkata, "Kalau kau benar-benar ingin berubah, besok datanglah ke warung ini. Aku butuh orang untuk membantu."
Didi tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia diberi kesempatan kedua. Dengan hati penuh haru, ia mengangguk dan berjanji akan datang.
Keesokan harinya, Didi benar-benar datang ke warung itu. Ia mulai bekerja, belajar berdagang, dan meninggalkan dunia hitamnya. Hidupnya memang tidak langsung berubah sempurna, tetapi ia sadar satu hal: kejujuran membawa kedamaian, jauh lebih berharga daripada uang hasil curian.
Dan sejak hari itu, Didi bertekad untuk menjalani hidup yang lebih baik.