Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Kisah dari Negeri Antah Berantah

Ilustrasi Kerajaan (pixabay.com/Leonhard_Niederwimmer)

Di sebuah negeri antah-berantah yang sebenarnya amat makmur. Seorang raja baru saja menaiki tahta. Kerajaan ini memiliki sistem yang cukup berbeda dari kerajaan biasanya. Mereka sepakat agar semua orang memiliki kesempatan menjadi raja dari sebuah pemilihan yang dilangsungkan sekali dalam sekian tahun. Namun, seperti menelan ludah sendiri, sistem itu hanya menjadi sebuah formalitas bagi sang penguasa. Sebab secara diam-diam mereka lebih memilih untuk mempertahankan kekuasaan dengan mewariskannya pada keturunan mereka.

Seorang penguasa tengah menjalankan misi untuk menciptakan siklus. Ia tak peduli meski program yang ia buat begitu aneh. Masyarakat mempertanyakan urgensi, namun ia sudah menutup telinga rapat-rapat, sebab misi untuk keberlangsungan jangka panjang lebih penting dari pada sebuah kebijakan cerdas yang bisa dipuji seantero negeri. Namun, baginya sekadar pujian yang tidak menguntungkan hanya sebuah angin lalu. Persetan dengan janji-janji di awal. Meski sudah tahu bahwa adegan itu hanya pemanis untuk menarik pelanggan, orang-orang hanya mengangguk walau sebenarnya tak terlalu paham, yang penting perut bisa kenyang dengan cepat.

Para cendekiawan sebenarnya sudah geram, namun mereka belum cukup kuat untuk menghentikan sang penguasa yang justru semakin kuat menyumpal mulut para warga agar diam saja dan menikmati setiap kebijakan.

"Seperti anak kecil saja, urgensinya mana?" Tanya salah seorang.

"Ada-ada saja, sebenarnya dari pada menyajikan ikan yang siap lahap, bukannya lebih baik memberikan pelajaran cara menangkap ikan?" Seorang lagi ikut menimpali.

"Kebijakan macam apa ini, kenapa kami dihentikan?"

Suara-suara itu hanya terdengar dari lorong yang jauh, bergema namun diabaikan di pojok ruang yang gelap. Sementara di tempat lain beberapa warga menikmati hidangan tanpa berpikir cara mendapatkan hal serupa di esok hari. Seolah-olah mereka akan memperolehnya secara instan seumur hidup.

Sebenarnya mereka tampak menyedihkan jika terlihat dari luar sana. Penguasa seolah begitu perhatian, namun nyatanya hanya mencuri keuntungan. Masalahnya warga sulit menyatukan suara, sebab cara pandang merekapun tak pernah sama. Akhirnya, memilih jalan berbeda yang menciptakan kelompok pro dan kontra.

"Sudah kubilang, dia memang hebat. Sekarang kita bisa mendapatkan barang-barang seperti ini," ujar salah seorang warga.

"Ya, benar sekali. Harusnya memang selalu seperti ini, di tahun-tahun yang akan datangpun juga harus seperti ini."

Sebuah anugerah bagi sang penguasa, saat ia bisa memanfaatkan posisinya untuk semakin menebar citra. Tindakan yang cukup licik untuk mengelabui para warganya. Seperti sebuah lampu ajaib, Ia menarik warganya dengan memenuhi keinginan mereka. Kebutuhan yang hanya bisa dituai dari sebuah usaha konsisten katanya tidak terlalu penting, toh masyarakat juga selalu menginginkan hal yang instan.

Melihat kondisi warganya, penasihat kerajaan sudah memberi saran dan arahan. Sebuah misi yang bisa lebih menguntungkan di masa mendatang. Penasihat sudah tahu pasti, bahwa misi ini akan tampak bodoh di mata cendekiawan. Tapi siapa yang peduli pada mereka? Sebagian besar masyarakat lebih suka hal yang sudah tampak di depan mata. Akhirnya, dimulailah misi itu dengan terjun ke masyarakat. Sang penguasa menawarkan hal-hal instan yang bisa dinikmati sesegara mungkin. Berkorban sedikit pun tak masalah, lagi pula dananya berasal dari pajak warga. Beberapa pekerja juga akan dihentikan untuk mengurangi pengeluaran dan akan dialihkan pada program itu.

Kali ini, sasarannya adalah anak remaja yang akan segera beranjak dewasa. Mereka menyukai barang manis, terlebih jika didapatkan secara gratis. Menurut penasihat, ini adalah sebuah jalan dan kesempatan bagus untuk menarik simpati yang akan sangat berguna saat hari pemilihan kembali dilaksanakan. Sebab merekalah calon-calon pemilih itu, maka sang penguasa mestilah bersikap hangat.

Meski sebenarnya para remaja itu lebih butuh pendidikan layak, sebuah program penyaluran ilmu tak terlalu menarik bagi mereka, sehingga tak akan terlalu menguntungkan untuk misi yang memang akan dilaksanakan sematang mungkin. Lagi pula negeri itu justru menghawatirkan jika warganya tumbuh dengan cerdas, sebab potensi kemunculan sosok pengkritik akan lebih besar.

Konon katanya, lebih baik menanam dan merawat benih dengan baik agar kelak bisa dipanen di masa mendatang. Begitulah yang diharapkan saat ajang itu kembali dilaksanakan. Seolah memang murni untuk mencari sosok masa depan yang akan memimpin dengan penuh kebijaksanaan.

Selepas terjalannya misi, seorang remaja berlari dengan riang sambil membawa hadiah yang didapatkan dari sang penguasa. Ia amat menikmati hadiahnya. Mungkin, akan terbesit rasa bangga meski sedikit karena sudah menjadi salah satu warga dari penguasa yang rajin berbagi hadiah.

Seorang Ibu datang dari dapur menghampiri dengan mata sembab dan raut heran. "Hadiah dari siapa, Nak?"

"Dari raja, Bu," ujarnya dengan mata berbinar yang memancarkan sanjungan untuk sang penguasa, tanpa tahu bahwa sang ayah baru saja kehilangan pekerjaan akibat program berbagi hadiah itu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nisyaa _
EditorNisyaa _
Follow Us