Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Nestapa Tak Pernah Bosan Menyapaku

Pexels.com/Juan Pablo Serrano

Jesi seketika membuyarkan lamunanku. Menyadarkanku bahwa ketel di depanku sudah berbunyi nyaring, tanda air panas sudah siap untuk menyeduh dua mug capuccino yang sudah disiapkannya sedari tadi. "Hidup memang tak mudah Bri, selalu ada konsekuensi dari setiap keputusan yang kamu ambil" ucapnya sok bijak.

"So, jika hidupmu sulit maka itulah cermin hidupmu yang telah salah mengambil keputusan" imbuhnya sambil menyandarkan bahunya di kursi butut kesayangannya.

"Dari kecil hidupku selalu sulit Jes, seakan kemalangan tak pernah bosan menyapaku" jawabku putus asa.

"Itu karena kamu selalu apatis. Kamu selalu menganggap orang lain sempurna sedangkan dirimu selalu gagal dan menderita. Sekarang cobalah untuk mencintai dirimu sendiri, healing time. Sadarlah, bahwa tugasmulah untuk membuat dirimu sendiri bahagia, not anyonenot me" Ucap Jesi dengan nada serius

"Easy to say, prakteknya sulit" 

"Apanya yang sulit, Bri. Kamu seorang mahasiswa Universitas ternama, cerdas, impressing person, good looking, punya cowok yang setia menanti jawaban cintamu meski kamu menggantungnya hingga bertahun-tahun. Dan satu lagi, kamu punya ibu, adik dan kak Sheina yang selalu meramaikan rumahmu"

"Ayolah, Jes. Itu semua palsu. Aku bukan perempuan semenarik itu dan kalau yang kamu maksud Alex, aku bukan cewek yang ia tunggu. Ia tak sebaik dugaanmu, Jes. Ia baik padaku hanya karena ingin dekat dengan Lexie, mantannya. Kini setelah puas bertemu mantannya dia menghilang. Dan kamu lupa menyebutkan bahwa ibuku terlalu sibuk memperhatikan kakak dan adikku hingga lupa kalau aku ada di dunia ini, seperti ia lupa pada suaminya"

"Kamulah yang membuat semuanya rumit, Bri. Seperti biasanya, kamu selalu mendewakan konsep mental contrasting-mu itu hingga semua orang tak ada yang kamu percaya. Alex sudah menyatakan cintanya tapi kamu pura-pura tak mengerti dengan pernyataannya. Sedangkan Ibu, adik dan kakakmu selalu sibuk mencari perhatianmu tapi kamulah yang selalu menjauh. Kamu, Bri!

"Kamu tak akan pernah mengerti Jes! Kamu beda! Kamu sempurna karna tumbuh dari keluarga yang sempurna dan menyayangimu. Kamu tak pernah merasakan bagaimana rasanya kesepian karena orangtuamu sibuk bertengkar atau saat mengurung diri dan menangis di kamar saat ayahmu pergi meninggalkan keluargamu dan memilih hidup bersama perempuan yang hampir seumuran denganmu. Kamu tak pernah sekalipun merasa tak diinginkan di dunia ini. Tidak akan, Jes. Kamu tidak akan pernah tahu rasanya"

Tangisku pecah, pikiranku kembali teringat kenangan menyesakkan tentang ayahku. Tapi Jesi tak bergeming sedikitpun. Wajahnya justru mengisyaratkan kekesalannya yang makin memuncak terhadapku.

"Semua orang sempurna menurutmu kecuali dirimu sendiri, Bri. Hingga semua yang berhubungan denganmu kamu benci. Keluargamu, pria yang mencintaimu bahkan mungkin kau juga membenciku, Bri. Kamu terlalu takut untuk bahagia. Kamu mengutuk semua orang hanya karna kesalahan satu orang yaitu ayahmu"

"Cukup Jes, kamu sudah keterlaluan"

"Tidak! Aku belum selesei sebelum membuatmu sadar bahwa kamu keliru. Bahwa kamu telah menyia-nyiakan lelaki yang telah tulus mencintaimu. Bahwa kamu keliru menganggap semua lelaki seperti ayahmu dan bahwa kamu sangat sangat keliru menganggap bahwa kelak kehidupan cintamu akan seperti orangtuamu"

"Hentikan Jes, please. Kata-katamu menyakitiku" Pungkasku sambil menutup kedua telingaku, berharap Jesi mengakhiri perdebatan ini. 

"Bukan kata-kataku yang menyakitimu. Tapi kebenaran akan kata-kataku lah yang menyakitimu. Aku tak mau lagi Bri menanggapi omong kosongmu tentang tak akan pernah menikah atau keinginanmu untuk tak memiliki anak dan menua sendirian karena itu semua bullshit. Tidak ada orang yang mau kesepian sampai tua"

"Ada. Ada Jes, itu aku! Pernikahan yang bahagia, cinta sejati, pria penyayang itulah yang omong kosong. Persetan denganmu, Jes. Kamu memang selalu percaya rayuan pria. Akui saja, kalau kamulah yang jatuh cinta dengan Alex. Kamulah yang ingin bersamanya. Kini kamu marah denganku hanya karena ingin menutupi perasaanmu"

"Apa? Jadi itu yang kamu pikirkan selama ini, Bri? Oh, Tuhan aku tak habis pikir kamu punya pemikiran sepicik itu. Bukankah kamu tahu Alex hanya dua kali menghubungiku dan itupun karena dia ingin tahu rumahmu. Bagaimana bisa kamu menilaiku seperti itu setelah kita bersahabat bertahun-tahun lamanya"

"Aku tak bilang kamu salah Jes. Jika kamu suka sama Alex, kamu tak seharusnya menyembunyikannya dariku"

"Oke, fine, Bri. Aku menyerah dengan persahabatan kita. Selamat karena hari ini kamu juga memutuskan untuk tidak mempercayai ketulusanku sebagai sahabatmu. Selamat tinggal, dan percayalah kini tidak akan ada lagi satu orang pun yang akan meyakinkanmu bahwa kamu orang yang pantas bahagia dan selama ini kamu telah salah dalam memandang hidup"

Pikiranku mulai kacau. Tak kusangka Jesi semurka itu terhadapku hingga bergegas meninggalkan rumah kos, satu-satunya tempat yang membuat kami hidup nyaman meski jauh dari keluarga masing-masing hingga bertahun-tahun. Kami memang sering berdebat bahkan tentang hal kecil. Itulah yang membuat persahabatan kami bertahan sejak SMP, sama-sama terbuka dan jujur atas pendapat masing-masing. Tapi kali ini Jesi membuatku kembali mengingat luka itu.  Luka yang ditinggalkan oleh pria yang pernah sangat berarti dalam hidupku. Ya, ayahku.  Dan itu sangat menyakitiku.

Mungkin mudah bagi Jesi untuk melupakan bagaimana Alex memanfaatkanku selama ini. Atau Jesi tak pernah menilai Alex memanfaatkanku karena kepolosannya yang terlalu mempercayai mulut manis lelaki. Tak butuh lama bagiku menilai sosok Alex yang sebenarnya. Pura-pura perhatian dan seketika jadi sosok penyayang, itulah yang selalu jadi andalan lelaki buaya macam Alex. Sedikit pun tak pernah aku bergeming ataupun percaya akan ketulusannya. Bagiku, semua kata-katanya palsu. Layaknya sosok pria yang dulu pernah kupanggil dengan sebutan Ayah. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us