[CERPEN] Karma

#14HariBercerita Sejauh apapun lo sembunyi, karma gak bakalan salah alamat!

Lia tertegun. Bukan, ia tidak sedang melihat seorang Tom Cruise yang berjalan lalu melambai ke arahnya. Sebelumnya ia dikagetkan oleh Raeny yang datang ke rumahnya dengan mata bengkak dan berkata kalau ingin menginap di sana, dan sekarang ia melihat Raeny yang terus saja menghambur-hamburkan tisu di atas tempat tidurnya. Lia juga tidak henti-hentinya mengelus pundak gadis di depannya ini. Entah apa lagi tindakan yang akan dilakukannya untuk membuat sahabatnya ini berhenti meratapi hubungan percintaannya yang baru saja berakhir.

Raeny tidak pernah menangis seperti ini. Lia sering sekali mendengar Raeny menyombongkan diri setelah ia baru saja memutuskan pacarnya. Namun sekarang keadaan berbalik kepada Raeny. Ia tidak pernah menangisi pacar-pacarnya yang sebelumnya, atau untuk kasusnya sekarang, mantan pacarnya, yang kali ini bernama Ello.

“Dia tega! Gue ninggalin Marcel demi dia, tapi balasannya? Dia malah selingkuh sama Sinta!” Raeny berucap geram lagi. Lia hanya tersenyum pahit mendengarnya. I told you so, ucapnya dalam hati. Tetapi Lia juga tidak dapat memungkiri bahwa dia sangat prihatin melihat Raeny begitu terpukul atas kejadian ini.

“Gue emang menyatakan pertidaksetujuan dari awal. Lo ngeyel dan tetep mau lanjut sama dia.”

Raeny mengeluarkan hingusnya dengan keras lalu melempar tisu ke sembarang arah yang langsung ditepis oleh Lia dengan tampang jijk. “Lo gak ngerti. Gue dua tahun sama dia, semuanya baik-baik aja. Gue belum punya alasan buat mutusin dia. Dia beda, lo tau kan ini rekor pacaran terlama gue.”

Lia berdiri untuk mengambilkan Raeny segelas air. “Dia beda? Well, I can see that. Dia manis sama lo, dia nanam budi ke lo, terus dia ketemu Sinta dan prioritasnya berubah. Yes, he’s so damn different.

Raeny menenggak minumannya dengan sekali teguk. Lia menatapnya dengan tatapan prihatin. Memang benar kata orang, patah hati membuat orang tersiksa batinnya, bahkan nyaris gila. “Lo bisa balikan sama Ilyas, Irgi, Ray, atau bahkan Marcel. Mereka semua lebih baik daripada Ello.”

Raeny menggeleng keras. “Ello jauh lebih baik daripada mereka.”

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Lia melotot mendengarnya. “Dalam keadaan seperti ini, dalam keadaan lo nangis jejar di kamar gue dan ngamburin tisu di mana-mana, lo masih bisa belain dia? Are you stoned or something?” Lia menatap Raeny persis seperti yang dilakukan oleh Chloë Grace Moretz di dalam film Dark Shadows; tatapan tidak percaya.

“Ya. Ilyas itu childish banget. Irgi gila clubbing. Ray? Dia terlalu baik dan terlalu nurut, dan lo udah tahu kalau gue balikan sama dia udah dua kali, dan baru-baru aja dia ngajakin gue balikan yang udah pasti gue tolak. Marcel, dia bahkan gak merjuangin gue waktu Ello diam-diam pdkt-in gue. Lo mau sebut siapa lagi? Dipta? Dia gak seiman sama gue dan Ello memang jauh lebih baik daripada mereka semua. End of story.”

Lia menghela napas. Dalam hati ia menyetujui apa yang baru saja diutarakan sahabatnya tadi. Tapi tetap saja untuk perkara sekarang yang salah di mata Lia adalah Ello. “Yes, Ello menang besar. Dan dulu lo harusnya gak pacaran sama orang-orang yang gue sebut namanya tadi.”

Raeny memutuskan untuk mengikat rambut panjangnya yang tadi ia biarkan terurai lalu berbicara. “Dulu masih main-main. Gue rasa gue udah cukup main-mainnya. Dan gue ketemu Ello yang bener-bener ngubah cara pikir gue. Dia dewasa, dia suka berorganisasi ketimbang keluyuran ke club malam yang jelas-jelas wasting time banget. Dia bisa menyesuaikan kapan harus nurut dan enggak. Dia cemburuan tapi perhatian, dan yang paling penting dia seiman sama gue.”

Lia menghela napas beratnya lagi, ingin mengucapkan sesuatu. “Gue rasa ‘main-main’ lo dulu membuahkan hasil yang gak lo duga. Lo dulu dengan gampangnya matahin hati cowok yang deket sama lo, dan sekarang lo malah nangisin cowok yang udah ketahuan selingkuhin lo dua belas kali. Apa lo sadar kalo cowok-cowok yang lo sakitin hatinya dulu pernah ada di posisi lo sekarang, nangisin orang yang sama sekali gak akan nengok ke mereka lagi.”

“Gue sayang banget sama Ello. Gue kangen dia.” Raeny malah melanjutkan tangisannya, kali ini dia menelungkupkan badannya lalu membenamkan wajahnya ke bantal. Lia mengerti, jika Raeny sudah menangis dengan posisi seperti itu dia akan jatuh tertidur nantinya. Yang harus Lia lakukan sekarang hanyalah mengusap lembut pundak sahabatnya itu.

Lia lagi-lagi menghela napasnya. Selamat tidur, Raeny, semoga mimpi indah dan kalau bangun nanti lo harus siap ngelupain Ello dan lanjutin hidup lo yang berharga tanpa harus mengenang Ello yang menurut gue gak ada baiknya. Excelsior!

Lia lalu mematikan lampu dan menarik selimut yang selanjutnya memberikan kehangatan, baik bagi dirinya maupun Raeny yang malam ini terjebak dalam kesedihan yang mendalam.

Habibah Abdaliah Photo Verified Writer Habibah Abdaliah

Nyctophile

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya