Desember menyebutkan namamu,
membuatmu menangis
untuk pertama kalinya
pada hari kedua puluh,
saat haru muncul
dari rumah pertama
yang kau temui.

Ketika kau melintas
di nadi waktu,
kau kian menjelma utuh.
Kini aku mengerti jelas
mengapa kau tak ingin
bercumbu dengan November;
ternyata jaraknya
terlalu jauh
bahkan untuk dijamah Rajab.

Semoga segala ingin
yang lahir dari bisikmu
menjadi lilin
yang tertiup angin
menyatu perlahan di langit,
lalu diam-diam
menjadi ada.