Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Kuliner Kontroversial di Indonesia, Ada Makanan Kesukaan Bung Karno!

Kepiting saus (instagram.com/thecrabbys)
Kepiting saus (instagram.com/thecrabbys)

Kuliner kontroverisial, memang ada? Ada, banyak! Pernah dengar nama foie gras? Hidangan mewah asal Prancis yang terbuat hati angsa atau bebek.

Untuk mendapatkan hati berukuran besar, setiap angsa atau bebek diberi makan dalam jumlah lebih dengan memasukan selang makanan ke tubuh hewan tersebut. Banyak beranggapan proses tersebut bagian dari penyiksaan hewan. Karena itu, foie gras masuk dalam daftar makanan kontroverisal di dunia.

Indonesia juga memiliki kuliner kontroversial, lho! Yuk, simak satu per satu kuliner ini.

1. Rintek wuuk atau sate guguk

Ilustrasi sate (instagram.com/ulinchristi)
Ilustrasi sate (instagram.com/ulinchristi)

Beberapa daerah di Indonesia terdapat warung atau rumah makan yang menjajakan rintek wuuk atau hidangan yang terbuat dari daging anjing.

Anjing bukanlah makanan! Sebab itu, keberadaan kuliner berbahan anjing cukup kontroversi di Indonesia.

Dari segi kesehatan pun, daging anjing tak layak dikonsumsi karena mengandung sejumlah bakteri yang dapat mengganggu kesehatan. Yang mana, bakteri-bakteri tersebut mengakibatkan munculnya penyakit seperti rabies, hipertensi, infeksi bakteri, hingga berkurangnya kekebalan antibiotik.

2. Paniki

Ilustrasi paniki (instagram.com/drwiz)
Ilustrasi paniki (instagram.com/drwiz)

Paniki merupakan kuliner khas Sulawesi Utara berbahan dari kelelawar yang dimasak dengan beragam bumbu, dan bersantan. Setahun lalu, paniki menjadi sorotan masyarakat Indonesia.

Pasalnya, kuliner yang telah eksis sejak zaman dahulu kala ini berbahan dasar dari kelelawar. Hewan pemakan buah yang bertebangan pada malam hari tersebut, dijadikan 'kambing hitam' sebagai pembawa virus COVID-19 di Wuhan. Sehingga tak sedikit masyarakat Indonesia meminta penghentian konsumsi kelelawar.

3. Sate penyu

Sate penyu (instagram.com/danielyusuf79)
Sate penyu (instagram.com/danielyusuf79)

Sate penyu cukup populer di Pulau Dewata, Bali. Meski sate penyu memiliki banyak penggemar, kuliner ini cukup kontroversial di Indonesia. Alasannya karena penyu merupakan hewan yang keberadaannya mulai berkurang.

Demi keberlangsungan hidup penyu, terdapat pelarangan jual-beli penyu yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Kurungan penjara hingga denda ratusan juta akan didapat bagi siapapun yang melanggar.

4. Olahan kepiting

Kepiting saus padang (instagram.com/kepitingngamprakmedan)
Kepiting saus padang (instagram.com/kepitingngamprakmedan)

Beberapa tahun lalu, kepiting sedang booming di Indonesia. Apalagi olahan kepiting cukup bermacam, dan lezat. Bikin setiap orang tak mau melewatkan begitu saja kehadiran kuliner kepiting.

Sebagai negara mayoritas Islam, kepiting menjadi kontroversial di kalangan umat muslim. Sebagian berpendapat jika kepiting itu haram, karena hidup di dua dunia di mana hewan yang hidup di dua dunia tak boleh dikonsumsi dalam pandangan Islam.

Sebagiannya lagi berpendapat jika kepiting halal karena terdapat penelitian jika kepiting hidup di air dan tidak bisa berlama-lamaan di darat. Ketika di darat pun, kepiting mengandalkan kantung air yang terletak di tempurungnya. 

5. Bagar hiu

Bagar hiu (instagram.com/arman_ranala2)
Bagar hiu (instagram.com/arman_ranala2)

Bagar hiu merupakan makanan kesukaan Bung Karno ketika diasingkan ke Bengkulu.

Kuliner yang dimasak dengan bermacam rempah-rempah ini memang menjadi makanan khas kota yang berlokasi di Pulau Sumatra tersebut. Akan tetapi keberadaannya lambat laun menjadi kontroversial karena bagar hiu sendiri berbahan dasar dari ikan hiu.

Untuk melindungi populasinya, terdapat pelarangan perburuan hingga penjualan ikan hiu.

Itu tadi lima kuliner kontrovesial di Indonesia. Ada lagi kuliner kontroversial di Indonesia yang kamu ketahui? Jangan sungkan berpendapat di kolom komentar, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tifani Topan
EditorTifani Topan
Follow Us