7 Fakta Seputar Diabetes Tipe 2 pada Anak

- Diabetes melitus (DM) adalah kondisi kronis dengan tingginya kadar glukosa dalam darah.
- Diabetes tipe 2 semakin meningkat pada anak, terutama yang obesitas.
- Faktor risiko diabetes tipe 2 pada anak antara lain obesitas, kurang aktif, dan riwayat keluarga.
Diabetes melitus (DM) adalah suatu kondisi kronis (jangka panjang), yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa (gula) dalam aliran darah. Hormon yang disebut insulin memungkinkan glukosa berpindah dari darah ke sel-sel tubuh, yang kemudian menggunakan glukosa tersebut untuk energi. Insulin dibuat di pankreas, dan diabetes terjadi saat insulin tidak mencukupi atau tubuh tidak merespons insulin dengan benar.
Ada dua jenis utama diabetes yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada orang dewasa. Namun angka kedua jenis penyakit ini pada kaum muda semakin mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, termasuk kasus diabetes tipe 2 pada anak-anak.
Menurut catatan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 1645 anak dengan diabetes melitus pada tahun 2023, yang menyebar di 13 kota di Indonesia yaitu meliputi Jakarta, Bandung, Denpasar, Palembang, Padang, Makasar, Manado, Solo, Yogyakarta, dan Surabaya.
Meski jumlah kasus diabetes tipe 2 pada anak tidak sebesar pada tipe 1, namun tetap harus dikhawatirkan. Pasalnya, salah satu faktor risiko utama dari tipe ini yaitu obesitas, juga terus mengalami peningkatan. Menurut data dari Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022 menunjukkan obesitas pada anak usia 5-19 tahun mengalami peningkatan sebesar 10 kali lipat dalam empat dekade Indonesia, yaitu dari tahun 1975 ke tahun 2016.
Untuk memahami lebih jauh seputar diabetes tipe 2 pada anak, berikut deretan faktanya yang orangtua harus tahu.
1. Penyebab dan faktor risiko

Penyebab pasti diabetes tipe 2 tidak diketahui. Namun satu hal yang jelas, anak dengan diabetes tipe 2 tidak bisa mengolah gula (glukosa) dengan baik.
Perlu diketahui bahwa sebagian besar gula dalam tubuh berasal dari makanan. Nah, ketika makanan dicerna, gula memasuki aliran darah. Insulin memungkinkan gula masuk ke dalam sel, dan menurunkan jumlah gula dalam darah. Insulin ini diproduksi oleh kelenjar yang terletak di belakang lambung yang disebut pankreas.
Pankreas mengirimkan insulin ke darah ketika makanan di makan. Ketika kadar gula darah mulai turun, maka pankreas memperlambat sekresi insulin ke dalam darah. Ketika anak menderita diabetes tipe 2, proses ini tidak berjalan dengan baik. Akibatnya, alih-alih memberi bahan bakar pada sel, gula malah menumpuk di aliran darah anak. Hal ini bisa terjadi karena:
- Pankreas kemungkinan tidak menghasilkan cukup insulin.
- Sel-sel menjadi resisten terhadap insulin, dan tidak membiarkan banyak gula masuk.
Para peneliti belum sepenuhnya memahami mengapa beberapa anak menderita diabetes tipe 2, dan yang lainnya tidak, meskipun mereka memiliki faktor risiko yang sama. Namun riwayat keluarga dan genetika tampaknya berperan penting dalam perkembangan penyakit ini. Selain itu, ada faktor-faktor tertentu yang meningkatkan risikonya. Ini termasuk:
- Berat badan berlebih atau obesitas: Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko kuat diabetes tipe 2 pada anak-anak. Anak-anak dengan kelebihan berat badan memiliki kemungkinan peningkatan resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki anak-anak, terutama di dalam dan di antara otot dan kulit di sekitar perut, maka semakin besar juga resistensi sel-sel tubuh mereka terhadap insulin.
- Tidak aktif: Semakin sedikit aktivitas anak, maka semakin besar juga risikonya terkena diabetes tipe 2.
- Diet: Makanan daging merah dan daging olahan, serta minum minuman manis dikaitkan dengan risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi.
- Sejarah keluarga: Risiko anak-anak terkena diabetes tipe 2 meningkat jika mereka memiliki orangtua atau saudara kandung yang menderita penyakit kronis ini. Lebih dari 75 persen sebagian besar anak-anak penderita diabetes tipe 2 memiliki kerabat dekat yang mengidapnya, baik karena faktor genetik atau kebiasaan gaya hidup yang sama.
- Usia dan jenis kelamin: Banyak anak menderita diabetes tipe 2 pada usia remaja awal, namun penyakit ini bisa terjadi pada usia berapa pun. Remaja perempuan lebih mungkin menderita diabetes tipe 2 daripada remaja laki-laki.
- Berat badan lahir rendah atau kelahiran prematur: Memiliki berat badan lahir rendah dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2. Selain itu, bayi yang lahir prematur (sebelum usia kehamilan 39 hingga 42 minggu) memiliki risiko lebih besar terkena diabetes tipe 2.
- Ibu menderita diabetes gestasional: Anak-anak yang lahir dari ibu yang menderita diabetes gestasional selama kehamilan, memiliki risiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2.
Perokok pasif kemungkinan juga menjadi faktor risiko, menurut studi kohort prospektif pada tahun 2013. Para peneliti melihat hasil survei terhadap 37.343 perempuan di Perancis yang telah memberikan informasi tentang paparan mereka terhadap perokok pasif selama masa kanak-kanak mereka. Hasilnya yaitu perempuan yang orangtua merokok, ketika tumbuh dewasa memiliki risiko terkena diabetes tipe 2 sebesar 18 persen lebih tinggi daripada perempuan yang orangtuanya tidak merokok.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), diabetes tipe 2 lebih umum terjadi pada orang Amerika keturunan Afrika, Indian Amerika, atau penduduk asli Alaska. Beberapa penduduk Kepulauan Pasifik dan Amerika keturunan Asia juga berisiko lebih tinggi.
2. Tanda dan gejala

Gejala diabetes pada anak-anak atau remaja dan orang dewasa serupa. Beberapa gejala umum terjadi pada kedua jenis diabetes, namun ada beberapa perbedaan yang bisa membantu membedakannya.
Gejala diabetes tipe 1 pada anak cenderung berkembang pesat dalam beberapa minggu, sedangkan gejala diabetes tipe 2 berkembang lebih lambat. Kemungkinan dibutuhkan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk menerima diagnosis.
Gejala utama diabetes tipe 2 yaitu meliputi:
- Lebih sering buang air kecil terutama pada malam hari.
- Mudah lapar.
- Peningkatan rasa haus.
- Mudah kelelahan.
- Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.
- Gatal di sekitar alat kelamin, kemungkinan karena infeksi jamur.
- Luka atau infeksi yang sulit sembuh atau penyembuhannya lambat.
- Penglihatan kabur akibat kekeringan mata.
Gejala lain dari resistensi insulin yaitu timbulnya bercak kulit berwarna gelap dan halus yang disebut acanthosis nigricans. Ini paling sering terjadi di area ketiak dan leher.
Perlu diketahui bahwa anak-anak dan remaja penderita diabetes biasanya mengalami empat gejala utama. Namun, banyak juga anak yang hanya mengalami satu atau dua gejala. Bahkan dalam beberapa kasus, mereka mungkin tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Orangtua harus membawa anaknya ke dokter jika memiliki gejala-gejala di atas. Dokter bisa mengevaluasi faktor risiko dan merekomendasikan pemeriksaan diabetes jika dibutuhkan. Skrining dini bisa mengarah pada pengobatan yang bisa mencegah atau menunda masalah terkait diabetes. Diagnosis diabetes yang terlambat bisa berakibat fatal.
3. Komplikasi yang bisa ditimbulkan

Anak-anak dengan diabetes tipe 2 memiliki risiko yang lebih besar mengalami masalah kesehatan yang serius, seiring bertambahnya usia mereka. Masalah pembuluh darah seperti penyakit jantung, merupakan komplikasi umum pada anak-anak dengan diabetes tipe 2, mengutip Healthline.
komplikasi lain seperti masalah mata dan kerusakan saraf, juga bisa terjadi dan berkembang lebih cepat pada anak-anak dengan diabetes tipe 2 daripada anak-anak dengan diabetes tipe 1. Selain itu, kesulitan mengendalikan berat badan, tekanan darah tinggi, dan hipoglikemia, juga ditemukan pada anak-anak dengan diagnosis tersebut.
Penglihatan yang lemah dan fungsi ginjal yang buruk juga ditemukan terjadi sepanjang hidup penderita diabetes tipe 2.
4. Diagnosis

Jika pasien anak dicurigai menderita diabetes, maka dokter kemungkinan akan merekomendasikan tes skrining. Ada beberapa tes darah untuk menegakkan diagnosis diabetes tipe 2. Ini meliputi:
- Tes gula darah acak: Sampel darah diambil secara acak, terlepas dari kapan terakhir kali anak makan. Kadar gula darah acak sebesar 200 miligram per desiliter (mg/dL), atau 11,1 milimol per liter (mmol/L), atau lebih tinggi menunjukkan diabetes.
- Tes gula darah puasa: Sampel darah diambil sesudah anak tidak makan maupun minum apa pun selain air, selama setidaknya delapan jam atau semalaman (puasa). Kadar gula darah puasa 126 mg/dL (7,0 mmol/L) atau lebih tinggi menunjukkan diabetes.
- Tes hemoglobin terglikasi (A1C): Tes ini menunjukkan rata-rata kadar gula darah anak selama tiga bulan terakhir. Tingkat AIC 6,5 persen atau lebih tinggi menunjukkan diabetes.
- Tes toleransi glukosa oral: Pada prosedur tes ini, pasien anak perlu berpuasa semalaman dan kemudian minum cairan manis di tempat pengujian laboratorium. Kadar gula darah diperiksa secara berkala selama dua jam berikutnya. Jika kadar gula darah 200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau lebih tinggi, maka berarti anak menderita diabetes.
Dokter kemungkinan juga merekomendasikan tes tambahan untuk membedakan antara diabetes tipe 1 dan tipe 2, karena strategi pengobatan untuk setiap jenis berbeda.
5. Perawatan

Penyakit diabetes tidak bisa disembuhkan, namun perawatan bisa membantu mengelola gejalanya dan mencegah risiko komplikasi di kemudian hari.
Untuk perawatan diabetes tipe 2 pada anak, orangtua akan bekerja sama dengan tim pengobatan diabetes anaknya termasuk dokter, perawat, spesialis perawatan dan pendidikan bersertifikat, ahli diet terdaftar, dan spesialis lain sesuai kebutuhan. Tujuan dari pengobatan adalah untuk menjaga kadar gula darah anak dalam kisaran tertentu. Kisaran target ini membantu menjaga kadar gula darah pasien anak agar sedekat mungkin dengan kisaran standar.
Dokter akan memberi tahu orangtua pasien anak berapa kisaran target gula darahnya dan mungkin juga menetapkan target A1C. Angka-angka ini bisa berubah seiring pertumbuhan dan perubahan pasien anak, begitu juga dengan rencana pengobatan diabetes anak.
Nah, berikut ini pilihan perawatan untuk diabetes tipe 2 pada anak-anak:
- Pemantauan gula darah: Dokter akan memberi tahu orangtua pasien anak seberapa sering ia dan anaknya perlu mencatat gula darahnya. Anak-anak yang menggunakan insulin, biasanya perlu melakukan tes lebih sering, kemungkinan empat kali sehari atau lebih. Tergantung pada kebutuhan pengobatan, pemantauan glukosa terus-menerus bisa menjadi pilihan. Pengujian yang sering merupakan satu-satunya cara untuk memastikan kadar gula darah anak tetap dalam kisaran target.
- Operasi penurunan berat badan: Prosedur-prosedur ini bukanlah pilihan bagi semua orang. Namun bagi remaja yang sangat gemuk dengan indeks massa tubuh (BMI) sama dengan atau di atas 35, menjalani operasi penurunan berat badan bisa meningkatkan penanganan diabetes tipe 2.
- Perawatan medis berkelanjutan: Anak membutuhkan janji temu rutin untuk memastikan manajemen diabetes yang baik. Kunjungan ke dokter bisa mencakup peninjauan pola gula darah pasien anak, kebiasaan makan yang khas, aktivitas fisik, berat badan, dan pengobatan jika diminum. Perubahan gaya hidup yang sehat bisa mengurangi kebutuhan akan obat-obatan. Selain itu, dokter kemungkinan juga memeriksa tingkat A1C pasien anak. American Diabetes Association umumnya merekomendasikan A1C sebesar 7 persen atau lebih rendah untuk seluruh pasien anak dan remaja yang menderita diabetes. Dokter kemungkinan besar juga akan merekomendasikan vaksinasi flu untuk pasien anak setiap tahun, dan kemungkinan juga merekomendasikan vaksin pneumonia dan vaksin COVID-19 jika pasien anak berusia 5 tahun atau lebih.
6. Hal yang harus dilakukan ketika anak mengalami komplikasi jangka pendek dari diabetes tipe 2

Meskipun orangtua sudah berusaha sebaik mungkin untuk merawat diabetes anaknya, namun terkadang masalah bisa muncul. Komplikasi jangka pendek tertentu dari diabetes tipe 2 seperti gula darah rendah (hipoglikemia), gula darah tinggi (hiperglikemia), ketoasidosis diabetik, dan keadaan hiperglikemik hiperosmolar atau hyperosmolar hyperglykemic state (HHS) bisa terjadi dan anak membutuhkan perawatan segera.
Berikut ini cara-cara untuk mengatasi jika anak mengalami komplikasi jangka pendek dari diabetes tipe 2:
- Gula darah rendah: Hipoglikemia merupakan kadar gula darah di bawah kisaran target normal anak. Kadar gula darah bisa turun karena berbagai alasan, termasuk melewatkan jadwal makan, makan lebih sedikit karbohidrat, melakukan aktivitas fisik yang lebih banyak dari biasanya atau menyuntikkan terlalu banyak insulin. Gejala gula darah rendah yaitu muka pucat, kelaparan, berkeringat, iritabilitas dan perubahan suasana hati lainnya, ucapan tidak jelas, hilangnya koordinasi, pusing atau sakit kepala ringan, penurunan kesadaran, dan kejang. Untuk mewaspadai munculnya gejala-gejala tersebut, sebaiknya orangtua perlu memberi tahu anaknya tentang gejala dari gula darah rendah tersebut. Namun jika orangtua ragu anak bisa memahami gejalanya, maka sebaiknya selalu melakukan tes gula darah.
- Gula darah tinggi (hiperglikemia): Hiperglikemia merupakan keadaan di mana kadar gula berada di atas kisaran target anak. Ini bisa terjadi karena berbagai alasan, termasuk penyakit, makan terlalu banyak, mengonsumsi jenis makanan tertentu, dan kurang mengonsumsi obat diabetes atau insulin. Gejala hipergli kemia yaitu meliputi sering buang air kecil, kelelahan, mual, hingga penglihatan kabur. Jika orangtua mencurigai anaknya mengalami hiperglimia, maka sebaiknya mereka perlu memeriksa gula darah anaknya dengan melakukan tes. Orangtua mungkin perlu menyesuaikan rencana makan atau pengobatan anak. Selain itu, orangtua sebaiknya menghubungi dokter yang merawat anaknya jika gula darah anak selalu berada di atas kisaran targetnya.
- Ketoasidosis diabetes: Kekurangan insulin mengakibatkan tubuh anak memproduksi asam beracun tertentu (keton). Jika kelebihan keton menumpuk, anak kemungkinan mengalami kondisi yang berpotensi mengancam nyawa yang dikenal sebagai ketoasidosis diabetik (DKA). Meski DKA lebih sering terjadi pada anak dengan diabetes tipe 1, namun anak dengan diabetes tipe 2 juga bisa mengalaminya. Tanda dan gejala DKA yaitu meliputi haus atau mulut sangat kering, peningkatan buang air kecil, kulit kering atau memerah, mual, muntah atau sakit perut, aroma napas berbau buah yang manis, dan kebingungan. Jika orangtua mencurigai anaknya mengalami DKA berdasarkan tanda-tanda tersebut, maka sebaiknya memeriksa urinnya untuk mengetahui adanya kelebihan keton dengan menggunakan alat tes keton yang dijual bebas. Jika kadar ketonnya tinggi, maka orangtua harus membawa anak ke dokter atau membawanya IGD untuk mendapatkan perawatan darurat.
- Hyperosmolar hyperglykemic state: Hyperosmolar hyperglykemic state (HHS) bisa berkembang selama beberapa hari pada anak-anak dengan diabetes tipe 2. Kadar gula darah HHS yang sangat tinggi yaitu 600 mg/dL atau lebih tinggi, bisa disebabkan oleh infeksi parah, penyakit, atau kondisi medis lainnya. Upaya tubuh untuk membuang kadar gula yang tinggi dengan mengeluarkannya melalui urin, menyebabkan dehidrasi parah. Tanda dan gejala HHS yaitu mencakup tidak ada atau sedikit keton dalam urin, peningkatan buang air kecil, meningkatnya rasa haus, mulut kering dan kulit hangat dan kering, kebingungan atau agresif, kejang, dan koma. HHS bisa mengancam nyawa dan anak membutuhkan membutuhkan perawatan darurat jika ini sampai terjadi.
Karena orangtua tidak selalu mendampingi anak, maka sebaiknya anak memakai gelang diabetes yang berisi informasi penting jika mereka tidak responsif selama episode hipoglikemik. Gelang tersebut harus bertuliskan "diabetes" di satu sisi dan memberikan rincian yang dibutuhkan seperti "terkontrol insulin" di sisi lain.
Hal tersebut sangat penting terutama bagi anak-anak yang menggunakan insulin, karena mereka mungkin tidak mengetahui gejala hipoglikemia dengan cukup baik sehingga bisa meminta bantuan. Jika seorang anak kehilangan kesadaran akibat gula darah rendah, maka gelang diabetes bisa membantu orang dewasa untuk memahami pengobatan yang tepat yang dibutuhkan untuk pengobatan.
Selain itu, orangtua juga perlu bekerja sama dengan pihak sekolah, untuk perawatan diabetes anak, seperti pemberian obat-obatan diabetes seperti insulin, pemantauan gula darah, dan cara mengatasi jika anak mengalami komplikasi jangka pendek dari penyakit kronis ini.
Orangtua juga sebaiknya memberi tahu guru olahraga tentang diabetes anaknya, sebab aktivitas fisik bisa menyebabkan penurunan kadar gula darah, dan penting bagi guru untuk mengenali dan mengobati hipoglikemia.
7. Cara mencegah diabetes tipe 2 pada anak

Diabetes tipe 1 tidak bisa dicegah, namun diabetes tipe 2 sebagian besar bisa dicegah dengan perubahan gaya hidup. Langkah-langkah berikut bisa membantu mencegah diabetes tipe 2 pada masa kanak-kanak:
- Pertahankan berat badan yang sehat: Kelebihan berat badan atau obesitas adalah salah satu penyebab utama diabetes tipe 2 pada anak. Oleh sebab itu, anak harus menjaga berat badannya agar tetap dalam kisaran normal. Ini bisa dilakukan dengan menerapkan pola makan yang sehat dan kebiasaan berolahraga.
- Tetap aktif: Tetap aktif secara fisik mengurangi resistensi insulin dan membantu mengatur tekanan darah. Oleh sebab itu, orangtua harus membatasi penggunaan perangkat elektronik seperti menonton televisi atau bermain gadget, dan mendorong anak agar lebih banyak beraktivitas di luar ruangan.
- Batasi makanan dan minuman manis: Mengonsumsi banyak makanan tinggi gula bisa menyebabkan penambahan berat badan dan masalah fungsi insulin. Mengonsumsi makanan yang seimbang dan kaya nutrisi dengan banyak vitamin, serat, dan protein tanpa lemak, akan menurunkan risiko diabetes tipe 2. Pola makan sehat meliputi buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, biji bijian dan minyak zaitun. Pilih makanan rendah lemak dan kalori serta tinggi serat. Ahli diet anak bisa membantu orangtua pasien anak untuk membuat rencana makan yang sesuai dengan preferensi makanan dan tujuan kesehatan anak, serta membantu orangtua pasien membuat cemilan sesekali.
Meskipun tidak ada obat untuk diabetes, anak-anak dengan penyakit ini bisa menjalani kehidupan normal jika penyakit ini tetap terkendali dan bisa mengalami remisi jangka panjang. Oleh sebab itu, orangtua harus mengawasi dengan ketat kadar glukosa darah anak, dan memberikan pemahaman kepada anak cara-cara untuk untuk menghindari kadar glukosa agar tidak terlalu rendah atau tinggi. Selain itu, seiring bertambahnya usia anak, penting bagi mereka untuk mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri untuk mengelola diabetesnya secara mandiri. Mengembangkan kebiasaan pengelolaan diabetes yang baik ketika seorang anak masih kecil, berdampak besar pada kebiasaan pengelolaan diabetes mereka seiring bertambahnya usia.