Meyakini yang Tak Nyata, Ini 5 Fakta Delusi atau Waham

Ternyata penderitanya susah dikenali

Dunia kesehatan Indonesia tak hanya sedang ramai mengurusi kasus COVID-19, tetapi juga gangguan kesehatan mental. Pasalnya, semenjak terjadinya pandemik banyak kasus-kasus gangguan mental yang timbul ke permukaan. Entah itu stres, depresi, atau yang baru-baru ini lumayan ramai dibicarakan: delusi.

Delusi atau waham sering dipahami oleh orang awam sebagai salah satu bentuk ilusi yang dialami seseorang. Namun sedikit yang mengetahuinya bahwa waham lebih jauh dari itu. Ada kekhasan tertentu sampai seseorang bisa dilabeli mendapatkan delusi. Berikut ini penjelasannya.

1. Penderita delusi akan mempercayai apa yang diyakininya tanpa melihat kenyataan

Meyakini yang Tak Nyata, Ini 5 Fakta Delusi atau Wahamilustrasi delusi (pixabay/Gerd Altmann)

Jurnal kesehatan berjudul Delusional Disorder yang ditulis Shawn M. Joseph dan Waquar Siddiqui pada 2020 menjabarkan apa yang dimaksud delusi. Dalam tulisan ilmiah itu, Joseph dan Siddiqui mendefinisikan delusi sebagai keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang salah lewat interpretasi yang tidak akurat dari realitas eksternal walaupun sudah ada bukti yang bertentangan.

Secara mudahnya, apa yang diyakini penderita delusi sangatlah jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia nyata. Ini bukan sekadar berbeda argumen kepada suatu topik yang subjektif. Keyakinan pada delusi sudah sangat jauh berbeda dari apa yang ada. Bahkan orang-orang di sekitarnya pun mengetahui bahwa itu salah.

2. Orang yang mengalami delusi tidak tampak seperti orang yang mengalami gangguan jiwa

Meyakini yang Tak Nyata, Ini 5 Fakta Delusi atau Wahamilustrasi delusi (pixabay.com/cesar ayala)

Jurnal tersebut menjelaskan lebih lanjut bahwa mendiagnosis pasien penderita delusi tidaklah mudah. Alasannya sang pasien relatif punya kesehatan mental yang stabil dan tidak punya tanda-tanda maupun faktor khusus, seperti misalnya dominan pada satu jenis kelamin. Selain itu, gangguan delusi juga jarang terjadi dan jarang disadari, baik dari penderita maupun orang-orang sekitarnya.

Pada umumnya diagnosis pasien delusi terjadi ketika orang tersebut memiliki satu atau lebih pikiran delusi yang terjadi lebih dari satu bulan. Pemikiran tersebut pun harus tidak berdasar dari kondisi fisiologi, seperti tidak sedang mengonsumsi obat-obatan atau substansi lain, serta tidak mengalami kondisi kesehatan yang sedang terganggu. Keyakinan budaya orang tersebut juga akan menjadi poin penting dalam mendiagnosis.

“Orang yang memiliki gangguan waham saja, tanpa disertai gangguan psikotik yang lain, terkadang sulit didiagnosis, dikarenakan tilikan pasien (insight) yang buruk dan tidak terlihatnya perubahan perilaku yang nyata. Diagnosis akan ditegakkan berdasarkan wawancara klinis serta observasi perilaku pasien menggunakan kriteria Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa 3 (PPDGJ-III) atau Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM-5),” pernyataan dr. Santi Yuliani, M.Sc., Sp.KJ terkait diagnosis pasien delusi.

Baca Juga: Mari Mengenal 6 Jenis Delusi yang Jarang Orang Ketahui

3. Ada beragam bentuk delusi

Meyakini yang Tak Nyata, Ini 5 Fakta Delusi atau Wahamilustrasi delusi (pixabay.com/Javier Rodriguez)

Layaknya suatu penyakit, delusi dikenali punya beberapa jenis. Beberapa lebih sering ditemukan ketimbang yang lain:

  • Delusi kecemburuan: delusi yang seringnya menganggap pasangannya tidak setia
  • Delusi aneh: delusi yang melibatkan fenomena tak masuk akal dengan dunia nyata
  • Delusi erotomanic: delusi yang beranggapan seseorang jatuh cinta kepadanya. Umumnya delusi orang lain tersebut datang dari individu dengan status yang lebih tinggi
  • Delusi grandiose: delusi yang membuat dirinya yakin punya bakat hebat, berkuasa, atau memiliki hubungan dengan seseorang yang terkenal
  • Delusi penganiayaan: delusi yang membuat dirinya beranggapan terus menerus merasa diserang, dilecehkan, atau adanya persekongkolan di belakangnya
  • Delusi somatik: delusi yang melibatkan fungsi dan sensasi pada tubuh
  • Delusi campuran: delusi dengan berbagai tema
  • Delusi siaran pikiran: delusi yang merasa pikirannya bisa diketahui orang-orang sekitarnya
  • Delusi penyisipan pikiran: delusi yang tidak datang dari dirinya sendiri, tetapi berakhir masuk dalam pikirannya akibat sumber eksternal

Selain yang disebutkan ini, masih ada pula jenis-jenis delusi yang terbilang susah untuk dimengerti. Sebagai contoh, ada delusi yang berpikiran dirinya telah digantikan dengan seseorang atau kehilangan salah satu organnya.

4. Menjadi masalah ketika suatu delusi dikoarkan di media sosial dan mempengaruhi yang lain

Meyakini yang Tak Nyata, Ini 5 Fakta Delusi atau Wahamilustrasi media sosial (unsplash.com/Austin Distel)

Delusi adalah permasalahan pribadi yang harus diselesaikan. Delusi bisa menjadi berbahaya apabila keyakinan delusi itu sudah merugikan orang lain, bahkan orang banyak. Hasil dari delusi yang seperti berakhir dipercaya orang lain adalah terjadinya misinformasi yang dapat diikuti dengan kekacauan. Kamu bisa mendapatkan pemahaman ringkas terkait delusi atau waham, melalui post Instagram dr. Santi Yuliani, M.Sc., Sp.KJ berikut:

Dilansir BBC, orang-orang yang memiliki delusi atau mempercayai isu-isu yang tidak benar macam ini sedikit banyak terjadi lantaran dirinya tak cukup banyak memiliki informasi untuk menyaringnya. Mereka tak punya kemampuan lebih demi mengatasi masalah tersebut. Belum lagi bila isu tidak benar yang diberikan kepada mereka merupakan sesuatu yang paling diinginkan oleh mereka.

“Saat kamu tidak memiliki cukup banyak informasi untuk menyelesaikan masalah, atau saat kamu tidak mau atau tidak punya waktu untuk memprosesnya, maka sangat mudah bagi seseorang untuk meniru yang lain, hanya dengan bukti sosial,” terang  peneliti Vincent F. Hendricks and Pelle G. Hansen kepada BBC.

5. Delusi hanya bisa diatasi dengan bantuan tenaga profesional

Meyakini yang Tak Nyata, Ini 5 Fakta Delusi atau Wahamilustrasi psikolog (pixabay.com/Sozavisimost)

Delusi tidak bisa diatasi sendiri. Untuk menyingkirkannya, dibutuhkan tenaga profesional yang mapan dan penyelidikan lebih dalam. Bagi orang-orang di sekitarnya, yang bisa dilakukan hanyalah memberikan referensi terkait apa yang dialami sang pasien dan membantu menyarankan pasien untuk datang ke tenaga profesional.

“Penanganan dalam kasus seperti ini memerlukan bantuan ahli, untuk mampu merealitaskan penderita bahwa isi pikirnya adalah bagian dari gangguan disfungsi regulasi otaknya, yaitu yang terletak di area mesolimbic dan ganglia basalis,” terang dr. Santi lebih lanjut.

“Terapi pada kasus seperti ini lebih diutamakan untuk membantu pasien memahami bahwa preokupasi pasien terhadap wahamnya menimbulkan distress bagi dirinya dan mengganggu kemampuannya untuk bisa hidup dengan lebih baik, dan juga dilakukan upaya untuk meminimalkan dampak waham terhadap kehidupan pasien, keluarga maupun masyarakat sekitar.”

Kalau ada seseorang di dekatmu yang banyak berbicara tidak masuk akal dan tidak bisa diberi tahu, janganlah dibiarkan. Sebaliknya, coba berikan informasi-informasi lebih akan masalah psikis ini dan bisa dicoba menyarankan kepadanya untuk mengecek kesehatan mentalnya kepada psikolog atau psikiater. Stay safe, stay healthy, stay sane ya, guys!

Baca Juga: Gangguan Delusi, Kondisi Mental yang Bikin Seseorang Terus Berkhayal

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya