Penanganan Hemofilia di Indonesia Perlu Kolaborasi Kita Semua

Penanganan hemofilia memerlukan beragam disiplin ilmu

Hemofilia adalah penyakit keturunan yang terjadi ketika darah tidak bisa membeku secara normal. Karena kondisi ini, pasien hemofilia sangat rentan akan pendarahan yang sulit dihentikan dan bisa menyebabkan komplikasi serius. 

Mengingat bahaya dari kondisi hemofilia yang bisa fatal, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) mengadakan forum edukasi media dalam rangka memperingati Hari Hemofilia Sedunia pada Selasa (26/04/2022). 

Forum edukasi ini menghadirkan beberapa narasumber. Dua di antaranya adalah Prof. Dr. dr. Djajadiman Gatot, SpA(K) selaku ketua HMHI dan dokter spesialis anak Dr. dr. Novie Chozie Amalia, SpA(K). 

1. Adanya peningkatan penderita hemofilia di Indonesia

Penanganan Hemofilia di Indonesia Perlu Kolaborasi Kita Semuailustrasi data hemofilia yang dipaparkan pada forum edukasi HMHI (IDN Times/Rifki Wuda Sudirman)

Menurut data yang dipaparkan dalam acara tersebut, Indonesia mengalami peningkatan pasien hemofilia yang signifikan hingga tahun 2020. Angka tersebut mencapai 2.706 pasien yang terdiagnosis. 

Akan tetapi, mengingat populasi Indonesia yang lebih dari 273 juta orang, Dr. Novie menjelaskan bahwa secara statistik Indonesia diperkirakan memiliki penderita hemofilia total sekitar 28.583 orang. Maka dari itu, diagnosis perlu ditingkatkan. 

"Kita belum mencapai 10 persen dari keseluruhan pasien. Masyarakat juga harus sadar dan paham mengenai hemofilia. Kemudian, pemeriksaan untuk diagnosis masih perlu ditingkatkan," kata Dr. Novie.

2. Implementasi di lapangan masih belum berjalan lancar

Walaupun penanganan hemofilia di Indonesia sudah menggunakan terapi inovatif, Prof. Djajadiman menjelaskan bahwa implementasinya masih belum maksimal, khususnya untuk penderita hemofilia A berat yang mencapai sekitar 20-30 persen dari keseluruhan kasus hemofilia A.  

Selain itu, pengobatan yang diberikan saat pendarahan terjadi dinilai belum cukup efektif. Ini karena penyandang hemofilia A berat bisa mengalami pendarahan sendi 3-4 kali per bulan. 

“Kita melihat keberhasilan dalam menjangkau lebih banyak penyandang hemofilia melalui program jaminan kesehatan nasional. Namun, masih ada penyandang hemofilia yang belum tertangani dengan baik, sehingga kita perlu melihat kembali metode, praktik, dan pendekatan penanganan klinis agar lebih maksimal,” kata Prof. Djajadiman.

3. Membutuhkan penanganan yang kompleks

Penanganan Hemofilia di Indonesia Perlu Kolaborasi Kita Semuailustrasi penanganan hemofilia yang dipaparkan pada forum edukasi HMHI (IDN Times/Rifki Wuda Sudirman)

Dokter Novie kemudian menjelaskan bahwa penanganan hemofilia harus ditangani dengan tim yang mempunyai beragam disiplin ilmu. Hal ini diperlukan karena kondisi hemofilia memiliki dampak yang sangat kompleks.

Sayangnya, Indonesia masih memiliki keterbatasan sumber daya manusia terkait penanganan hemofilia secara komprehensif. Harapannya, edukasi dan pelatihan untuk penanganan hemofilia bisa diperbanyak, sehingga penanganan komprehensif bisa merata di Indonesia. 

"Penanganan hemofilia ini cukup kompleks, jadi tidak bisa misalnya anak dengan hemofilia ditangani hanya dengan dokter anak saja. Karena begitu kompleksnya permasalahan, jadi harus ditata laksana secara tim multi-disiplin." jelas Dr. Novie.

Baca Juga: Hari Hemofilia Sedunia: 6 Tokoh yang Mengidap Hemofilia

4. Pencegahan pendarahan di rumah

Walaupun hemofilia adalah kondisi genetik, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah pendarahan. Dilansir Mayo Clinic, beberapa hal ini bisa mencegah pendarahan:

  • Berolahraga secara rutin. Aktivitas seperti berenang, bersepeda, atau berjalan kaki bisa membangun otot sekaligus melindungi sendi.
  • Meminimalkan risiko cedera yang bisa mengakibatkan pendarahan. Menggunakan bantalan lutut, siku, helm, dan sabuk pengaman bisa membantu mencegah cedera akibat jatuh dan kecelakaan lainnya.
  • Hindari obat-obatan tertentu. Beberapa obat yang bisa memperparah pendarahan adalah aspirin dan ibuprofen. Sebagai alternatif, gunakan asetaminofen untuk pilihan yang lebih aman, atau ikuti saran dokter.

5. Perlu adanya dukungan dan kolaborasi

Penanganan Hemofilia di Indonesia Perlu Kolaborasi Kita Semuailustrasi kolaborasi (unsplash.com/krakenimages)

Menurut dr. Maria Hotnida, MARS, selaku Ketua Tim Kerja Jaminan Kerja Pusat Kebijakan Pendanaan dan Desentralisasi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, penting untuk membangun kerja sama antar lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk memperluas akses perawatan hemofilia yang memadai.

Memaksimalkan kebijakan akses pembiayaan dan standar perawatan juga perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi para penyandang hemofilia dan masyarakat umum. 

“Kebutuhan dasar pengobatan tentu akan menjadi prioritas bagi pemerintah. Kami telah bekerja sama dengan klinisi, agar penentuan tarif dalam JKN serta implementasinya dapat optimal. Pilihan-pilihan pengobatan yang ada tentu dapat kita gunakan selama efektif dan efisien, berdasarkan hasil penilaian teknologi kesehatan,” ungkap dr. Maria. 

Itulah informasi mengenai kasus hemofilia di Indonesia. Semoga informasi tadi bisa memberikan kesadaran mengenai penyakit ini. Memberikan dukungan moral juga bisa kamu lakukan untuk membantu penyandang hemofilia agar lebih bersemangat dalam menjalani pengobatan dan menjaga kualitas hidupnya.

Baca Juga: 7 Komplikasi Hemofilia yang Perlu Diwaspadai, Bisa Berbahaya!

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya