Kegiatan Kognitif Tekan Risiko Alzheimer? Ini Penelitiannya!

Kognitif aktif, Alzheimer pun bisa diminimalkan risikonya

Penyakit Alzheimer adalah gangguan saraf atau neurologis di mana beberapa sel otak mati sehingga mengganggu fungsi kognitif dan memori. Menurut National Institute of Health (NIH), gejala penyakit ini dapat dibagi jadi ringan, sedang, dan berat, dari kehilangan memori dan linglung, hingga tak dapat menelan dan kejang.

Kematian pada pasien umumnya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi, radang paru akibat masuknya benda asing. Dikarenakan pasien penyakit Alzheimer tahap berat tak mampu menelan, maka makanan masuk ke paru-paru, bukan udara.

Hingga saat ini, penyakit Alzheimer, seperti penyakit otak progresif lainnya, tidak memiliki obat, hanya terapi untuk menghambat perkembangan penyakit. Akan tetapi, studi terbaru membuka potensi kegiatan kognitif yang dapat membantu menghambat perkembangan Alzheimer.

1. Penelitian melibatkan lebih dari 1.900 lansia

Kegiatan Kognitif Tekan Risiko Alzheimer? Ini Penelitiannya!ilustrasi lansia bermain puzzle (weloveourgranny.com)

Dalam penelitian bertajuk "Cognitive Activity and Onset Age of Incident Alzheimer Disease Dementia", para peneliti dari Rush Alzheimer's Medical Center di bawah naungan Rush University Medical Center, Amerika Serikat (AS), melakukan penelitian untuk melihat pengaruh aktivitas pemicu kemampuan kognitif dalam mencegah penyakit Alzheimer.

Sebanyak 1.903 peserta dengan usia rata-rata 79,7 tahun mengikuti penelitian yang dimuat dalam jurnal Neurology tersebut. Awalnya, para peserta tidak menderita Alzheimer. Mereka setuju terhadap pemeriksaan klinis seperti pemeriksaan medis tahunan, pemeriksaan saraf, hingga autopsi otak pasca kematian.

Para peneliti kemudian mencatat waktu yang mereka habiskan untuk kegiatan yang memicu kemampuan kognitif, seperti membaca buku, menulis surat, hingga bermain permainan seperti catur, kartu, dan puzzle, riwayat aktivitas kognitif sejak dini, tingkat kesepian, serta partisipasi dalam aktivitas sosial juga ikut dicatat.

2. Studi memakan waktu hampir 7 tahun dan melibatkan autopsi otak

Kegiatan Kognitif Tekan Risiko Alzheimer? Ini Penelitiannya!ilustrasi lansia membaca buku (essexmeadows.com)

Para peneliti kemudian memantau para peserta lansia selama 6,8 tahun. Pada akhir penelitian, sebanyak 457 peserta menderita Alzheimer. Para peneliti juga mengautopsi 695 otak peserta yang meninggal pada waktu penelitian tersebut.

Para peserta yang mengidap Alzheimer pada akhir penelitian cenderung berusia lebih tua dibandingkan awal penelitian dan mengenyam pendidikan dengan waktu yang lebih sedikit dibandingkan peserta lain.

Kekurangan fatal dari penelitian ini adalah kebanyakan peserta berkulit putih dan berpendidikan tinggi. Para peneliti menyarankan penelitian terkait Alzheimer dan aktivitas kognitif di masa depan melibatkan peserta dengan latar belakang yang lebih beragam dan pengalaman kognitif yang lebih luas juga.

Baca Juga: 7 Tahapan Penyakit Alzheimer, Penyebab Ayah Bill Gates Meninggal

3. Hasil: tingkat aktivitas kognitif tinggi menekan potensi Alzheimer hingga 5 tahun

Kegiatan Kognitif Tekan Risiko Alzheimer? Ini Penelitiannya!ilustrasi lansia menulis surat (istockphoto.com/BanksPhotos)

Para peneliti menemukan bahwa tingkat aktivitas kognitif ternyata memengaruhi perkembangan Alzheimer pada peserta. Pada peserta dengan tingkat aktivitas kognitif tinggi, penyakit neurodegeneratif ini muncul pada usia rata-rata 93,6 tahun. Sementara, pada peserta dengan tingkat aktivitas kognitif rendah, gejala muncul pada usia rata-rata 88,6 tahun. 

Mengapa aktivitas kognitif memperlambat penyakit Alzheimer? Belum dapat diketahui. Para peneliti awalnya menduga aktivitas kognitif rendah bukanlah penyebab, melainkan gejala awal dari penyakit Alzheimer. Akan tetapi, saat melakukan autopsi otak, mereka tak menemukan kaitan aktivitas kognitif dengan penanda Alzheimer.

Mereka menjelaskan bahwa aktivitas pemicu kognitif menyebabkan perubahan struktur dan fungsi otak, sehingga meningkatkan "cadangan kognitif". Aktivitas-aktivitas pemicu kognitif memperkuat sistem saraf, sehingga tahan kerusakan sebelum benar-benar berhenti bekerja pada usia lanjut.

4. Riset sebelumnya juga tidak dapat menjelaskan hubungan aktivitas kognitif dengan penyakit Alzheimer

Kegiatan Kognitif Tekan Risiko Alzheimer? Ini Penelitiannya!ilustrasi pasien penyakit Alzheimer (pexels.com/Life Of Pix)

Sebelum studi di Rush University Medical Center ini, studi sebelumnya juga menemukan aktivitas pemicu kognitif dapat menekan risiko penurunan kognitif.

Pada 2002, sebuah penelitian di AS yang dimuat dalam jurnal JAMA Network, "Participation in cognitively stimulating activities and risk of incident Alzheimer disease" menemukan kalau aktivitas pemicu kognitif dapat menekan risiko perkembangan Alzheimer pada usia lanjut.

Selain itu, sebuah penelitian bertajuk "Engagement in reading and hobbies and risk of incident dementia" di AS pada 2011 menemukan bahwa meluangkan waktu selama 1 jam atau lebih untuk melakukan hobi dapat mencegah penurunan fungsi kognitif.

Hasilnya, para ilmuwan melihat hubungan antara tingkat aktivitas kognitif yang lebih tinggi dengan risiko perkembangan Alzheimer yang lebih rendah. Namun, seberapa kuat hubungan tersebut dan alasan di baliknya masih samar.

5. Aktivitas kognitif, metode terpercaya untuk mengendalikan penyakit Alzheimer?

Kegiatan Kognitif Tekan Risiko Alzheimer? Ini Penelitiannya!ilustrasi lansia bermain catur (unsplash.com/Juno Jo)

Dilansir Medical News Today, para ahli memuji penelitian tersebut. Profesor Neurologi Kognitif di University of Cambridge, James Rowe, mengatakan bahwa meskipun aktivitas kognitif tidak menghentikan Alzheimer, setidaknya perkembangannya bisa dihambat.

"Dengan kata lain, aktivitas kognitif memberikan 'cadangan' yang membuat otak 'tahan' terhadap kehadiran Alzheimer, sehingga otak berfungsi lebih baik dan lebih lama," ujar Rowe.

Aktivitas kognitif memang tidak mengubah keberadaan atau keparahan Alzheimer. Namun, kemampuan otak mengelola patologi Alzheimer jadi lebih baik. Oleh karena itu, gejala Alzheimer dapat dihambat. Rowe mengingatkan kalau pencegahan tetap lebih penting.

"Aktivitas kognitif baik untuk otak dan kesejahteraan diri di kemudian hari. Ini bukan hanya soal pengobatan dan apa yang harus dilakukan setelah melihat gejala Alzheimer, melainkan bagaimana mencegahnya lebih awal dengan gaya hidup aktif untuk menjaga kesehatan otak," tandas Rowe.

Baca Juga: Diderita Ayah Bill Gates Sebelum Meninggal, Ini 9 Gejala Alzheimer

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya