Studi: Kerusakan Saraf Vagus Sebabkan Long COVID

Bukti COVID-19 tak hanya serang pernapasan

Pandemik COVID-19 masih belum berakhir. Selain penyakit, para penyintas COVID-19 juga mesti bersiap dengan fenomena long COVID, yaitu gejala atau keluhan berkepanjangan selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah infeksi COVID-19.

Apa yang membuat infeksi COVID-19 bisa sampai mengakibatkan long COVID? Kemungkinan besar, jawabannya adalah merusak saraf. Sebuah penelitian terbaru memantau kerusakan saraf vagus, salah satu saraf terpenting pada tubuh, akibat COVID-19 sebagai penyebab long COVID.

1. Mengenai disfungsi saraf vagus dan long COVID

Studi: Kerusakan Saraf Vagus Sebabkan Long COVIDilustrasi saraf manusia (neurological.org.nz)

Saraf vagus membentang dari otak ke torso, jantung, paru-paru, usus, dan otot-otot yang terlibat dalam aktivitas makan dan menelan. Oleh karena itu, saraf ini memiliki peran dalam mengontrol detak jantung, bicara, refleks muntah, memindahkan makanan dari mulut ke lambung hingga ke usus, produksi keringat, dan lainnya.

Dalam penelitian yang akan dipresentasikan dalam European Congress of Clinical Microbiology and Infectious Diseases 2022 (ECCMID 2022) pada 23–26 April mendatang, disfungsi saraf vagus bisa menjadi penyebab berbagai gejala long COVID, seperti:

  • Suara serak (disfonia)
  • Susah menelan (disfagia)
  • Pusing
  • Peningkatan detak jantung abnormal (takikardia)
  • Tekanan darah rendah (hipotensi ortostatik)
  • Diare

2. Penelitian libatkan pasien long COVID yang masih berjalan hingga saat ini

Studi: Kerusakan Saraf Vagus Sebabkan Long COVIDilustrasi long COVID (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)

Dipimpin oleh para peneliti dari University Hospital Germans Trias i Pujol, Spanyol, penelitian yang masih berjalan sampai saat ini menguji kinerja saraf vagus pada pasien long COVID yang diduga mengalami disfungsi saraf vagus. Dari 348 pasien, 228 pasien (66 persen) memiliki satu gejala disfungsi saraf vagus.

Penelitian yang dipresentasikan kali ini adalah hasil dari evaluasi 22 pasien long COVID dengan gejala disfungsi saraf vagus di Long COVID Clinic of University Hospital Germans Trias i Pujol antara Maret dan Juni 2021. Dari 22 pasien tersebut, sebanyak 20 (91 persen) adalah perempuan dengan usia rata-rata 44 tahun.

Baca Juga: 7 Alasan Kenapa Long COVID Juga Harus Diwaspadai

3. Hasil: kerusakan saraf vagus picu gejala pada pencernaan dan jantung

Studi: Kerusakan Saraf Vagus Sebabkan Long COVIDilustrasi gangguan jantung (pexels.com/freestocks.org)

Dari pemantauan para peneliti Spanyol, gejala kerusakan saraf vagus pada pasien long COVID yang paling umum adalah:

  • Diare (73 persen)
  • Takikardia (59 persen)
  • Pusing, disfagia, dan disfonia (45 persen)
  • Hipotensi ortostatik (14 persen)

Dari 22 pasien, sebanyak 19 pasien (86 persen) mengalami tiga gejala terkait kerusakan saraf vagus yang berlangsung rata-rata 14 bulan. Sebanyak 6 dari 22 pasien mengalami perubahan saraf vagus di leher yang terlihat menebal dan mengalami inflamasi ringan.

"Pada evaluasi ini, kebanyakan pasien long COVID dengan gejala disfungsi saraf vagus mengalami serangkaian perubahan struktural dan/atau fungsional saraf vagus yang signifikan serta relevan secara klinis, termasuk penebalan saraf, kesulitan menelan, dan kesusahan bernapas," tulis para peneliti.

4. Kelemahan pernapasan akibat kerusakan saraf vagus

Studi: Kerusakan Saraf Vagus Sebabkan Long COVIDilustrasi long COVID (newsroom.uw.edu)

Para peneliti Spanyol melakukan tes ultrasonografi (USG) pada dada para pasien long COVID yang menunjukkan gejala kerusakan saraf vagus. Pemindaian tersebut memperlihatkan kurva diafragma yang melandai pada 10 (46 persen) dari 22 pasien.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada penurunan pada mobilitas diafragma saat bernapas, atau pernapasan tidak normal. Totalnya, ada 10 (63 persen) dari 16 pasien menunjukkan penurunan tekanan pernapasan maksimum yang menjadi tanda-tanda kelemahan otot pernapasan.

5. Masalah pencernaan dan suara yang mengintai pasien long COVID

Studi: Kerusakan Saraf Vagus Sebabkan Long COVIDilustrasi GERD atau penyakit asam lambung (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Para peneliti Spanyol juga melihat adanya gangguan makan dan pencernaan pada beberapa pasien. Sebanyak 13 (72 persen) dari 18 pasien didiagnosis mengalami disfagia orofaring (kesulitan menelan).

Lalu, dari tes pencernaan pada 18 pasien, sejumlah 8 pasien (42 persen) mengalami gangguan kemampuan pemindahan makanan ke lambung (melalui esofagus). Dari 8 pasien tersebut, 2 pasien (25 persen) mengalami kesulitan menelan.

Penyakit asam lambung (GERD) terlihat pada 9 (47 persen) dari 19 pasien. Dari 9 pasien tersebut, 4 pasien (44 persen) mengalami kesulitan memindahkan makanan ke lambung, dan 3 pasien (33 persen) mengalami hernia hiatal, kondisi bagian atas lambung menonjol ke rongga dada melalui bukaan diafragma.

Studi: Kerusakan Saraf Vagus Sebabkan Long COVIDilustrasi suara serak (freepik.com/katemangostar)

Selain itu, para peneliti Spanyol mengetes suara para pasien dengan Voice Handicap Index 30. Hasilnya, dari 17 pasien, 8 pasien (47 persen) menunjukkan kinerja suara abnormal. Dari 8 pasien, sebanyak 7 pasien (88 persen) mengalami disfonia.

"Sejauh ini, temuan kami menunjukkan bahwa disfungsi saraf vagus adalah salah satu ciri patofisiologis inti dari long COVID," tulis para peneliti dalam kesimpulan.

Baca Juga: Apakah Varian Omicron Berisiko Sebabkan Long COVID?

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya