Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih Dekat

Mulai banyak dipakai di Indonesia

Indonesia sudah memulai program vaksinasi sejak Januari 2021 lalu. Setelah berjalan sekitar 5 bulan, program vaksinasi telah mencakup 22 persen dari target 181,5 juta jiwa. Sejauh ini, Indonesia telah menggunakan tiga vaksin utama yaitu CoronaVac dari Sinovac, COVID-19 dari PT Bio Farma, dan vaksin Vaxzevria dari AstraZeneca.

Sementara Indonesia sudah memulai vaksinasi tahap empat untuk warga berusia 18 tahun ke atas, AstraZeneca pun jadi bahan perbincangan. Dalam waktu dekat, vaksin BBIBP-CorV dari Sinopharm juga akan masuk Indonesia untuk digunakan dalam skema vaksin Gotong Royong.

Akan tetapi, belakangan, masyarakat sempat ragu dengan AstraZeneca karena dapat menyebabkan efek samping parah. Apa yang perlu kita tahu tentang vaksin AstraZeneca dan Sinopharm?

1. Kematian pada vaksinasi dengan AstraZeneca

Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih DekatVaksin COVID-19 AstraZeneca. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Masyarakat sempat gempar dengan munculnya tiga kasus kematian pasca vaksinasi dengan AstraZeneca. Dijelaskan oleh ketua Komnas KIPI, Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, Sp. A(K), M. Trop Paed., 2 dari tiga kasus tersebut bukan karena vaksin, melainkan karena infeksi COVID-19 dan pneumonia.

Mengutip keterangan tertulis yang diterima IDN Times dari Prof. Zullies Ikawati, PhD. Apt., dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), satu kasus pada Mei 2021 lalu yang melibatkan seorang laki-laki berusia 22 tahun di Buaran, Jakarta Timur, memang tengah diinvestigasi hubungan kausalitasnya dengan AstraZeneca. Autopsi telah dilakukan pada 24 Mei.

Dikarenakan tiga kasus tersebut, masyarakat menjadi sangsi dengan vaksin AstraZeneca. Terlebih, beberapa sumber memberitakan AstraZeneca dapat menyebabkan pembekuan darah atau trombosis hingga berakibat fatal.

2. Memang ada hubungan kuat antara vaksin AstraZeneca dan trombosis, tetapi kecil kemungkinannya

Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih DekatVaksin COVID-19 AstraZeneca. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Hasil evaluasi dari Badan Pengawas Obat Eropa (EMA), memang ada hubungan kausalitas kuat antara kejadian trombosis dengan vaksin AstraZeneca. Namun, Prof. Ikawati menekankan bahwa frekuensinya sangat jarang.

Per tanggal 5 Mei 2021, setelah penggunaan sebanyak 30 juta dosis vaksin AstraZeneca, telah tercatat 262 laporan trombosis dari Eropa, dan dari angka tersebut, 51 dinyatakan meninggal dunia. Jika dihitung, persentasenya amat kecil.

Oleh karena itu, EMA menilai bahwa terlepas dari kemungkinan reaksi trombosis pada vaksin AstraZeneca, manfaatnya masih jauh lebih besar dibandingkan risikonya. Sempat terhenti produksi dan distribusinya, AstraZeneca pun tetap jalan terus.

Baca Juga: Fakta soal ITP, Kelainan Darah Efek Samping Vaksin COVID-19

3. Kenapa vaksin AstraZeneca bisa bikin trombosis?

Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih Dekatilustrasi aliran darah (pixabay.com/Vector8DIY)

Penyebab pastinya masih diinvestigasi. Namun, ada dugaan bahwa reaksi trombosis tersebut dapat dikaitkan dengan platform vaksin AstraZeneca, viral vector dengan Adenovirus. Beberapa penelitian mengungkapkan Adenovirus menghasilkan reaksi aktivasi platelet yang menyebabkan trombosis.

Hal ini ditemukan pada vaksin dengan platform Adenovirus yang sama dengan AstraZeneca, yaitu Johnson&Johnson (J&J). Sebanyak 28 kasus trombosis serius dari 8,7 juta vaksin J&J terjadi per Mei 2021. Sempat dihentikan penggunaannya di AS, J&J sudah kembali digunakan setelah dievaluasi kembali.

Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih Dekatilustrasi trombosis di otak (emra.org)

Selain platform vaksin, laporan Prof. Ikawati menduga adanya reaksi imun berlebih terhadap vaksin Adenovirus. Ketika vaksin berikatan dengan platelet, terjadi serangkaian reaksi imun sehingga terjadi trombosis.

Reaksi ini pada dasarnya bisa membaik dengan sendirinya. Namun, reaksi ini juga dapat berakibat fatal. Reaksi imun berlebih ini mirip dengan reaksi heparin-induced thrombocytopenia and thrombosis (HITT or HIT tipe 2) pada pasien terhadap obat antikoagulan heparin. Bukannya mencairkan darah, malah menyebabkan trombosis.

Selain HITT/HIT tipe 2, kejadian ini mirip dengan reaksi syok anafilaksis setelah pemberian antibiotik golongan penisilin. Kejadian ini jarang terjadi dan tidak selalu bisa diprediksi.

4. Gejala trombosis yang harus diwaspadai

Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih Dekatilustrasi sel darah merah (pixabay.com/qimono)

Trombosis akibat vaksin AstraZeneca yang dominan adalah cerebral-venous sinus thrombosis (CVST), terjadi pada pembuluh darah di sekitar kepala. Gejala-gejala umumnya adalah:

  • Sakit kepala hebat
  • Gangguan penglihatan
  • Mual dan muntah
  • Gangguan berbicara
  • Nyeri dada
  • Sesak napas
  • Pembengkakan pada kaki
  • Nyeri perut
  • Lebam di bawah kulit.

Jika terdapat gejala-gejala demikian, segera cari bantuan medis. Di Eropa, reaksi ini umumnya terjadi 3 - 14 hari setelah vaksinasi.

Kasus trombosis di Eropa sebagian besar terjadi pada penerima di bawah usia 40 tahun, dan kebanyakan adalah perempuan. Tetapi, jika pada suntikan pertama tak ada reaksi yang fatal, maka AstraZeneca tetap direkomendasikan untuk tetap komplet.

Baca Juga: Penasaran Apa Saja Isi Vaksin? Ini Bahan-Bahan Pembuatnya

5. Kenapa AstraZeneca sempat di-suspend?

Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih DekatJOEL SAGET

Sekali lagi, perlu dicatat kalau kejadian fatal yang berhubungan dengan vaksin AstraZeneca amat jarang. Oleh karena itu, tindakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI yang menahan batch AstraZeneca CTMA457 adalah upaya investigasi agar jawaban transparan. Batch ini pun sudah kembali digunakan.

Kenapa hanya batch CTMA457 yang ditarik, bukan seluruh persediaan AstraZeneca? Analoginya, jika terjadi kecelakaan pesawat, maka yang ditinjau adalah pesawat yang mengalami kecelakaan, bukan menghentikan semua penerbangan sementara masih banyak orang yang membutuhkan.

Hasil investigasi BPOM RI menunjukkan kalau vaksin AstraZeneca dengan batch CTMA457 tidak bermasalah keamanannya, sehingga dapat digunakan lagi. Maka, kejadian KIPI hingga berakibat kematian tersebut bisa dikatakan bukan karena vaksin, melainkan karena faktor respons penerima terhadap vaksin.

6. Apakah mereka dengan riwayat trombosis boleh menerima vaksin AstraZeneca?

Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih DekatIlustrasi vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca yang belum digunakan. (Wikimedia Commons)

Belum ada penelitian yang mengatakan kalau mereka dengan riwayat penyakit trombosis seperti deep vein thrombosis, stroke, hingga iskemia dapat mengalami trombosis akibat vaksin. Penerima vaksin dengan riwayat HITT/HIT tipe 2 dapat lebih berisiko. Akan tetapi, perlu dicatat kalau kejadian ini sangat jarang!

Namun, untuk lebih berhati-hati, Prof. Ikawati menyarankan mereka dengan riwayat penyakit trombosis atau HITT/HIT tipe 2 untuk mencoba vaksin selain AstraZeneca atau berkonsultasi dengan dokter sebelum menerima vaksinasi.

7. Efikasi Sinopharm tergolong tinggi

Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih DekatPetugas kesehatan menyiapkan suntikan vaksin virus corona (COVID-19) buatan Sinopharm, di Lima, Peru, Selasa (9/2/2021) (ANTARA FOTO/REUTERS/Sebastian Castaneda)

BBIBP-CorV adalah vaksin Sinopharm yang datang dari Tiongkok. Telah menjalani uji klinis tahap ke-3 di berbagai negara, Sinopharm masuk ke dalam daftar Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Vaksin Sinopharm menggunakan platform yang sama dengan Sinovac, yaitu virus yang dimatikan atau inactivated. Saat diujikan di Uni Emirat Arab, efikasi vaksin Sinopharm mencapai 79 persen, dan dapat digunakan mulai dari 18 tahun hingga lansia. Dua dosis vaksin Sinopharm dapat diberikan dalam jeda waktu 21 hari.

8. Efek samping ringan pada vaksin Sinopharm

Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih DekatVaksin buatan Sinopharm yang akan digunakan dalam vaksinasi di Peru pada Februari 2021. (Flickr.com/Ministerio de Defensa del Perú)

Oleh karena memiliki platform yang sama dengan Sinovac, maka profil efek sampingnya pun juga mirip. Prof. Ikawati mencatat frekuensi KIPI vaksin Sinopharm tergolong amat jarang, yaitu 0,01 persen.

Efek samping yang umum dijumpai saat uji klinis pun juga tergolong lokal dan ringan yaitu nyeri atau kemerahan di lokasi suntikan. Efek samping sistemik yang dapat terjadi berupa sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, diare, dan patuk.

Perlu dicatat, efek-efek samping ini dapat segera membaik dan tidak membutuhkan pengobatan.

9. Siapa yang bisa mendapatkan vaksin Sinopharm

Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih DekatVaksin buatan Sinopharm yang akan digunakan dalam vaksinasi di Peru pada Februari 2021. (Flickr.com/Ministerio de Defensa del Perú)

Untuk sementara, WHO merekomendasikan vaksin Sinopharm untuk ibu hamil karena manfaatnya lebih besar dibandingkan risikonya. Ibu hamil disarankan untuk berkonsultasi sebelum mendapatkan vaksin Sinopharm. Hal ini dikarenakan data vaksin dengan ibu hamil masih terbatas.

Untuk ibu menyusui, efektivitas vaksin Sinopharm juga diharapkan serupa seperti halnya pada orang dewasa lainnya. Para ibu tidak harus berhenti menyusui setelah vaksin.

Mereka yang pernah terkena COVID-19 juga disarankan untuk mendapatkan vaksin. Setelah 6 bulan, para penyintas COVID-19 dapat mendapatkan vaksin Sinopharm tanpa harus khawatir kambuhnya gejala. Tetapi, mereka diharapkan menjalani tes PCR terlebih dahulu sebagai konfirmasi.

Serba-serbi Vaksin AstraZeneca dan Sinopharm, Kenali Lebih DekatVaksin buatan Sinopharm yang akan digunakan dalam vaksinasi di Peru pada Februari 2021. (Flickr.com/Ministerio de Defensa del Perú)

Mereka yang menderita infeksi human immunodeficiency virus (HIV) lebih berisiko terkena COVID-19. Karena vaksin Sinopharm bersifat non-replikasi, pasien HIV disarankan untuk dapat divaksinasi. Namun, sebelum mendapatkan vaksin, alangkah lebih baiknya mereka berkonsultasi terlebih dulu dengan dokter.

Individu dengan riwayat anafilaksis terhadap komponen vaksin tidak disarankan untuk menerima vaksin Sinopharm. Selain itu, individu dengan suhu tubuh 38,5 derajat Celcius juga disarankan untuk menunda vaksinasi sampai suhu tubuh kembali normal.

Baca Juga: Gejala COVID-19 Varian Delta, Tak Jauh Beda tapi Lebih Parah

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya