Vaksin dan Fakta Pentingnya, serta Kaitannya dengan Virus Corona

Apa itu? Kenapa penting? Kenapa lama? Semua dijawab di sini

Saat dunia merayakan tahun baru 2020, virus corona baru (COVID-19) dideteksi untuk pertama kalinya di Wuhan, Hubei, Tiongkok Tengah. Dikenal juga dengan SARS-CoV-2, virus corona baru ini menyebar hampir ke seluruh dunia.

Per Sabtu (21/3), COVID-19 telah menginfeksi 277.031 orang di seluruh dunia. Dari angka tersebut, 11.421 meninggal dunia dan 91.981 sembuh.

Pemerintah dan badan kesehatan dunia pun bahu membahu. Pemerintah menyuluhkan penutupan wilayah dan penundaan hingga pembatalan berbagai event besar, sementara badan kesehatan dunia berperang melawan waktu dan COVID-19.

Para ilmuwan mencoba untuk membongkar DNA dan RNA COVID-19, bagaimana virus tersebut bermultiplikasi, dan menginfeksi sel manusia.

"Untuk apa?"

Ya, untuk menemukan vaksinnya, dong!

Vaksin adalah senjata utama manusia dalam menghadapi penyakit, dari endemik hingga pandemik. Oleh karena itu, saat ini, hal yang diutamakan oleh dunia adalah menemukan vaksin sebagai pencegahan jangka panjang terhadap COVID-19.

1. Apa itu vaksin?

Vaksin dan Fakta Pentingnya, serta Kaitannya dengan Virus CoronaDok. PSIS Semarang

Vaksinasi adalah sejenis perawatan medis yang bertujuan untuk menstimulasi sistem kekebalan tubuh untuk memerangi patogen seperti bakteri dan virus. World Health Organization (WHO), vaksinasi adalah salah satu cara terefektif untuk melawan penyakit.

Badan manusia sesungguhnya diciptakan memiliki sistem kekebalan tubuh mandiri. Sesuai namanya, sistem kekebalan manusia terdiri dari beberapa jenis sel darah putih yang berperan untuk melawan virus dan bakteri. Sel darah putih tersebut:

  • Menghancurkan bakteri,
  • Memicu antibodi untuk memerangi kuman, dan
  • Mengingat patogen agar tubuh tidak kaget.

Sebagai contoh, kamu pernah diimunisasi cacar? Setelah diimunisasi cacar, sistem kekebalan imunmu akan melakukan fungsi ke-3.

Jadi, jika sewaktu-waktu kamu terpapar pada virus cacar, sistem kekebalan tubuhmu dapat memeranginya. Untuk bisa memahami sistem kekebalan tubuh lebih dalam dengan cara yang asyik, kamu bisa menonton serial anime "Cells at Work (Hataraku Saibō)" di Netflix atau platform lain dengan cuplikan berikut:

https://www.youtube.com/embed/jPUMb4Yj_wQ

"Apa isi vaksin?"

Pertanyaan bagus. Vaksin terdiri dari berbagai zat yang membantu menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Berikut adalah tiga zat utama:

  • Antigen,
  • Adjuvan, dan
  • Pengawet.

Zat antigen pada vaksin berperan sebagai zat "asing" yang harus dikenali oleh sistem kekebalan tubuh. Tergantung dari jenis vaksin, antigen dapat berasal dari DNA atau protein virus itu sendiri atau versi lemah dari virus tersebut.

Zat adjuvan berperan sebagai penguat respons kekebalan tubuh terhadap antigen. Setelah mengenali antigen, adjuvan membantu sistem imun tubuh untuk memeranginya.

Karena sering disimpan dalam waktu yang lama untuk digunakan suatu hari, vaksin memiliki zat pengawet agar tidak terkontaminasi.

Vaksin dan Fakta Pentingnya, serta Kaitannya dengan Virus Coronafreepik.com

Akan tetapi, penggunaan zat pengawet pada vaksin sangat ditentang dunia. Hal tersebut dikarenakan zat pengawet yang biasa digunakan, thimerosal, dikatakan memiliki bahan metil merkuri yang berbahaya bagi tubuh manusia.

Di Australia sendiri, sudah dikembangkan botol sekali pakai, sehingga mengurangi penggunaan thimerosal. Dari berbagai vaksin, hanya satu vaksin yang menggunakan thimerosal, yaitu DTaP (Difteri, Tetanus, dan Pertusis).

Salah satu desas-desus yang menggemparkan dunia adalah bahwa thimerosal pada vaksin dapat menyebabkan autisme pada anak. Padahal, tuduhan tersebut bersifat pseudosains. Saat ini, para ilmuwan sedang mencari antigen yang layak untuk membuat vaksin COVID-19.

2. Bagaimana dengan vaksin untuk COVID-19?

Vaksin dan Fakta Pentingnya, serta Kaitannya dengan Virus Coronapexels.com/cottonbro

Sekadar penjelasan, COVID-19 berasal dari keluarga virus corona. Para ilmuwan menamainya begitu karena virus tersebut terlihat ibarat sedang memakai mahkota (korona). "Mahkota" inilah yang sedang ditelusuri oleh para ilmuwan. Fungsi mahkota ini adalah agar COVID-19 bisa masuk ke dalam sel dan berkembang biak.

Dikenal sebagai "Protein S", "mahkota" ini dipetakan secara tiga dimensi oleh para peneliti dari University of Texas dan National Institutes of Health (NIH). Penemuan inilah yang dapat menjadi antigen yang layak untuk vaksin COVID-19.

Temuan ini penting karena manusia memerangi SARS pada 2003, disebabkan juga oleh virus corona, dengan cara yang sama.

Para peneliti di Army Medical University di Tiongkok mengemukakan bahwa dengan mengetahui "Protein S", antigen tersebut dapat merangsang sistem kekebalan setelah diujikan ke hewan.

Baca Juga: Virus Corona Bisa Cepat Usai, Ini 5 Cara yang Sudah Terbukti Berhasil

3. Kenapa pembuatan vaksin memakan waktu yang lama?

https://www.youtube.com/embed/OYit9V11hCI

"Kalau begitu, kenapa vaksin lama dibuat?"

Melalui program "60 Minutes", Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases di Amerika Serikat, Anthony Fauci, akan menjawab pertanyaan tersebut. Pada dasarnya, tidak mungkin vaksin yang masih setengah-setengah langsung diluncurkan untuk manusia.

Para peneliti tidak bisa hanya berasumsi,

"Oh, bisa digunakan, nih!"

Mereka harus terus mengujinya hingga benar-benar dapat membantu dunia dari penyakit yang mematikan. Oleh karena itu, satu vaksin harus menjalani berbagai percobaan dan uji klinis agar dapat digunakan secara aman oleh manusia.

Kamu tidak ingin jadi zombie seperti di Resident Evil, kan?

Vaksin dan Fakta Pentingnya, serta Kaitannya dengan Virus Coronapexels.com/Chokniti Khongchum

Bukan hanya soal uji coba, vaksin pun juga harus melewati tahap uji regulasi yang berbelit-belit. Dekan fakultas kesehatan di Swinburne University, Australia, menyatakan bahwa terdapat tiga fase uji coba untuk vaksin. Hal tersebut guna menjamin vaksin tersebut:

  • Aman digunakan,
  • Tidak berbahaya,
  • Efektif.

Melibatkan ribuan orang dalam pembuatannya, proses pengembangan vaksin terbagi menjadi enam fase:

  • Desain vaksin: Peneliti memelajari patogen dan bagaimana sistem kekebalan tubuh manusia dapat memerangi patogen tersebut.
  • Uji hewan: Vaksin diuji kepada hewan untuk memelajari efeknya, baik positif dan negatif.
  • Uji klinis I: Melibatkan segelintir sukarelawan manusia, bertujuan untuk mengetahui keamanan, dosis, dan efek samping vaksin.
  • Uji klinis II: Melibatkan sukarelawan yang lebih banyak, bertujuan untuk mengetahui respons dan interaksi psikologis pasien terhadap vaksin.
  • Uji klinis III: Diujikan kepada khalayak luas untuk rentang waktu tertentu.
  • Regulasi: Untuk segera dirilis, vaksin diharuskan untuk melewati regulasi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) seperti Food and Drug Administration (FDA) AS, European Medicines Agency, dan Therapeutic Goods Administration Australia dengan melihat bukti uji klinis dan efek samping.

Setelah lolos regulasi BPOM, perusahaan obat harus bekerja ekstra untuk memproduksi vaksin dalam jumlah banyak agar dapat didistribusikan kepada masyarakat dunia.

Fauci mengatakan bahwa biasanya pembuatan vaksin dari awal hingga akhir memakan waktu sedikitnya 12 hingga 18 bulan! Dulu, bisa lebih lama lagi. Hingga puluhan tahun, lho!

"Kabar baiknya, vaksin tersebut memakan waktu lebih cepat dari perkiraan. Kabar buruknya, melihat kondisi terkini, vaksin tersebut mungkin belum siap untuk diluncurkan," papar Fauci.

4. Perusahaan dunia berlomba-lomba membuat vaksin

Vaksin dan Fakta Pentingnya, serta Kaitannya dengan Virus Coronapexels.com/Polina Tankilevitch

Perusahaan obat dunia mulai mengembangkan vaksin COVID-19. Perusahaan bioteknologi asal Amerika Serikat, Moderna, mengambil kode genetik "Protein S" dan menggabungkannya dengan partikel nano untuk dapat diinjeksikan ke dalam tubuh manusia.

Lain dari Moderna, Imperial College London di Inggris mengambil sampel langsung dari asam ribonukleat COVID-19. Perusahaan bioteknologi asal Pennsylvania, Inovio, juga mengambil DNA dari COVID-19 demi vaksin.

Perusahaan medis asal Amerika, Johnson & Johnson, dan perusahaan medis asal Prancis, Sanofi, juga bekerja sama dengan Biomedical Advanced Research and Development Authority (BARDA) di Amerika Serikat untuk membuat vaksin COVID-19

Kalau perusahaan di atas berfokus pada antigen, Boston Children's Hospital malah berfokus ke zat adjuvan. Melihat tingginya angka mortalitas akibat COVID-19 di golongan manusia lanjut usia (manula), adjuvan dapat digunakan untuk membantu pasien manula dengan sistem kekebalan tubuh yang tidak merespons vaksin dengan efektif.

Vaksin dan Fakta Pentingnya, serta Kaitannya dengan Virus Coronapexels.com

Bekerja sama dengan National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), NIH, dan Kaiser Permanente Washington Research Institute, Moderna membuat kemajuan pertama dengan mengadakan uji fase 1 vaksin COVID-19 ke manusia pada 16 Maret 2020 lalu.

Pengujian fase pertama tersebut menggunakan vaksin mRNA-1273 dan melibatkan 45 orang dewasa dari 18 tahun hingga 55 tahun. Vaksin akan diinjeksikan dua kali dalam interval 28 hari. Selain itu, 45 peserta akan dibagi ke dalam tiga grup berisi 15 orang dengan dosis berbeda (dari 25 microgram, 100 microgram, hingga 250 microgram).

Ulasan keamanan vaksin dilakukan secara bertahap setelah empat pasien pertama menerima vaksin dosis kecil dan menengah. Proses tersebut akan dilakukan hingga pasien menerima dosis besar. Ulasan keamanan terakhir akan dilakukan sebelum vaksin dosis besar diinjeksikan kepada satu grup.

Fauci menyatakan bahwa Moderna sudah memecahkan rekor tercepat uji klinis fase 1 pada manusia. Moderna menggunakan pendekatan metodologi dan desain vaksin yang sama seperti virus corona yang menyebabkan Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Hal itu membuat perusahaan bioteknologi asal Massachusetts tersebut cepat dalam mengembangkan vaksin COVID-19.

5. Pengobatan sementara untuk COVID-19

Vaksin dan Fakta Pentingnya, serta Kaitannya dengan Virus Coronapixabay.com

Hingga artikel ini terbit, pengobatan untuk COVID-19 belum ditemukan hingga saat ini. Vaksinnya saja masih diteliti, masih dalam tahap human testing.

Jadi, jikalau ada yang mengatakan bahwa antibiotik dapat menyembuhkan COVID-19, mohon jangan dipercaya. Kenapa? Antibiotik diciptakan untuk membunuh bakteri, sedangkan COVID-19 adalah virus. Namun bila kamu diberikan antibiotik selama menjalani perawatan akibat virus corona, komunikasikan dulu dengan doktermu, bisa jadi memang karena ada bakteri yang menginfeksi bersamaan dengan virus corona, atau setelahnya.

Jika memang terinfeksi COVID-19, lebih baik kamu mengisolasi diri di rumah. Amit-amit, jika memang gejalanya memburuk, segera berobat ke rumah sakit.

Pengobatan terkini hanya berusaha untuk meringankan gejala. Meskipun pengobatan antivirus seperti yang digunakan untuk mengobati HIV terbukti efektif mengobati COVID-19, obat spesifik untuk COVID-19 masih belum dapat ditemukan.

Vaksin dan Fakta Pentingnya, serta Kaitannya dengan Virus CoronaIDN Times/Reja Gussafyn

"Bagaimana dengan obat malaria?"

Maksudnya klorokuin (choloroquine)? Memang, dari Presiden AS, Donald Trump, hingga pengusaha eksentrik Tesla dan SpaceX, Elon Musk, memang memuji klorokuin karena dapat menangkal virus untuk masuk ke sel manusia dan berkembang biak.

Namun, ilmuwan menenangkan dunia agar tidak berharap terlalu banyak pada klorokuin. Pasalnya, uji klinis saat ini masih belum dapat menentukan apakah klorokuin aman digunakan untuk pasien COVID-19.

Namun, hal tersebut keburu menyebabkan masyarakat dunia berlomba-lomba membeli klorokuin dalam jumlah besar. Jika masyarakat menimbun klorokuin, maka hal tersebut bisa berbahaya untuk para penderita lupus. Kamu juga perlu tahu soal efek samping chloroquine dan bahayanya bagi penderita penyakit tertentu.

Vaksin dan Fakta Pentingnya, serta Kaitannya dengan Virus Coronapexels.com/JESHOOTS.com

Selain klorokuin, terdapat dua obat yang diklaim dapat mengobati COVID-19 saat ini:

  • Remdesivir, dan
  • Favipiravir.

Dikembangkan oleh Gilead Sciences, Remdesivir digunakan di Tiongkok, Italia, dan Amerika Serikat sebagai pengobatan sementara untuk COVID-19. Walaupun tidak tertera sebagai obat COVID-19, Remdesivir mematikan fungsi "polimerase RNA" pada COVID-19 sehingga virus tidak dapat bermultiplikasi.

Semenjak diberitakan pada 18 Maret, Favipiravir, obat flu dari Fujifilm Toyama Chemical, Jepang, diklaim menunjukkan hasil positif setelah diujikan pada 300 pasien di Wuhan dan Shenzhen. Dikenal juga sebagai "Avigan", Favipiravir diklaim berhasil memperpendek umur COVID-19 hingga empat hari, berbeda tujuh hari dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi obat tersebut.

Kedua obat tersebut memiliki kesamaan: membunuh RNA pada virus, sehingga virus tersebut tidak dapat berkembang biak. Akan tetapi, Kementerian Kesehatan Jepang menyatakan favipiravir tidak efektif pada pasien dengan gejala kronis.

Vaksin dan Fakta Pentingnya, serta Kaitannya dengan Virus Coronagiphy.com

Sebaik-baiknya obat, lebih baik mencegah, kan? Selalu tak bosan mengingatkan bahwa WHO ingin agar kamu dapat mencegah dirimu dari terinfeksi COVID-19. Caranya?

  • Cuci tangan dengan air dan sabun, atau hand-sanitizer berbahan dasar alkohol,
  • Social-distancing,
  • Jangan sentuh mata, hidung, dan mulut,
  • Tutup batuk dan bangkis dengan siku atau tisu, lalu lakukan langkah ke-1.
  • Jika sempat berkunjung ke area rawan COVID-19, isolasi diri selama 14 hari.
https://www.youtube.com/embed/eFLpdE7HfWQ

Bersama, kita pasti bisa memerangi COVID-19! Semangat hidup sehat!

Pembaca bisa membantu kelengkapan perlindungan bagi para tenaga medis dengan donasi di program #KitaIDN: Bergandeng Tangan Melawan Corona di Kitabisa.com (http://kitabisa.com/kitaidnlawancorona)

Baca Juga: 10 Cara Menghindari Virus Corona ketika Terpaksa Pergi ke Luar Rumah

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya