Gangguan Makan Pica: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

Pernahkah kamu melihat orang yang suka makan benda-benda yang bukan makanan, seperti kotoran, tanah liat, cat yang mengelupas, lem, rambut, puntung rokok, hingga feses? Itu adalah tanda dari gangguan makan pika (pica eating disorder).
Menurut buku panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association, pica adalah gangguan makan langka yang ditandai dengan keinginan makan terus-menerus terhadap substansi tidak wajar dan tidak bernutrisi, seperti yang disebutkan di atas.
Istilah "pica" sendiri diambil dari nama ilmiah burung magpie erasia, yaitu Pica pica, dengan korelasi perilaku buruk yang suka mengumpulkan dan memakan berbagai benda tanpa pandang bulu demi memuaskan rasa ingin tahu.
Bikin heran, yuk, kenali fakta-fakta seputar gangguan makan yang langka ini!
1. Sering terjadi pada anak-anak, perempuan hamil, maupun individu dengan retardasi mental
Gangguan makan pica sering terjadi pada anak-anak (sejak usia 2 tahun) dan wanita hamil yang biasa sifatnya sementara. Namun, bila dialami individu berkebutuhan khusus (dalam hal ini adalah orang-orang yang mengalami retardasi mental atau cacat mental), gangguan makan pica akan bertahan lebih lama dan lebih parah.
Prevalensi gangguan makan ini di berbagai negara masih menjadi tanda tanya. Namun, sudah ada beberapa penelitian dalam bentuk studi epidemiologi.
Berdasarkan buku Handbook of Clinical Child Psychology, diperkirakan tingkat prevalensi gangguan makan pica berkisar antara 4-26 persen di antara populasi yang terlembaga. Sementara itu, penelitian di antara populasi yang tidak terlembaga mengacu pada studi kasus individu, membuat prevalensinya sulit diperkirakan.
Studi di Jerman yang terbit dalam International Journal of Eating Disorders tahun 2018 menemukan bahwa 99 dari 804 anak (12,3 persen) mengembangkan pica di beberapa titik kehidupan mereka.
Sementara itu, berdasarkan studi dalam International Journal of Gynecology & Obstetrics tahun 2016, prevalensi pica yang berkembang selama masa kehamilan diperkirakan sebesar 27,8 persen, dengan sampel heterogen di seluruh dunia, yang mana benua Afrika menempati posisi teratas.
Data studi lain dalam Journal of Mental Deficiency Research tahun 1986 mengemukakan, prevalensi tinggi dalam kasus pica memengaruhi pasien retardasi mental sekitar 10 persen, dan berhubungan dengan tingkat keterbelakangan mental.