- Tesnya tidak cepat, sementara organ harus segera dipindahkan.
- Kasus rabies pada manusia sangat jarang, sehingga kemungkinannya dianggap rendah.
Kasus Super Langka: Penularan Rabies dari Ginjal Donor

- Penularan rabies lewat transplantasi sangat langka, tetapi risikonya tetap nyata.
- Investigasi cepat dari para ahli mencegah penularan lebih luas, termasuk menghentikan jaringan donor sebelum dipasang ke pasien lain.
- Skrining rabies tidak rutin dilakukan pada calon donor organ, sehingga kewaspadaan klinis dan riwayat paparan hewan menjadi sangat penting.
Seorang warga Michigan, Amerika Serikat (AS), meninggal dunia setelah menerima ginjal yang ternyata membawa virus rabies. Peristiwa ini mengguncang komunitas medis karena kejadiannya nyaris tidak pernah ditemukan. Pihak keluarga pasien dan para dokter semula tidak mencurigai apa pun, hingga gejala neurologis yang tidak biasa mulai muncul setelah transplantasi dilakukan di Ohio.
Konfirmasi dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) kemudian memastikan bahwa pasien mengidap rabies yang berasal dari organ donor. Temuan ini memicu penyelidikan lintas negara bagian dan membuat tim medis bergegas mengamankan jaringan donor lain sebelum dipasang ke penerima berikutnya.
Bagaimana penularannya terjadi?
Menurut investigasi, donor organ tersebut sebenarnya sempat terpapar hewan liar di Idaho beberapa minggu sebelum meninggal. Dugaan kuatnya adalah paparan dari seekor sigung. Namun donor tidak menunjukkan gejala khas rabies, seperti hidrofobia atau perubahan perilaku, sehingga infeksinya tidak terdeteksi, dan organ tetap diproses untuk transplantasi.
Rabies bisa dibilang memang "unik". Pada fase awal, tanda-tandanya bisa samar dan menyerupai flu. Itu sebabnya, bahkan sistem skrining organ yang ketat sekalipun dapat melewatkan infeksi ini. Selain itu, tes rabies pada manusia membutuhkan waktu lama, sedangkan organ hanya bisa bertahan beberapa jam sebelum harus ditransplantasikan.
Respons cepat menyelamatkan banyak nyawa

Saat laporan klinis pasien di Michigan mulai menunjukkan pola yang mencurigakan, CDC berkoordinasi dengan otoritas kesehatan di Missouri dan beberapa negara bagian lain. Mereka berhasil menghentikan pemasangan kornea untuk penerima berikutnya, bahkan sebelum infeksi donor terkonfirmasi. Para penerima jaringan lain segera diberikan post-exposure prophylaxis (PEP), dan saat ini dilaporkan dalam keadaan sehat.
Menurut laporan CDC, penularan rabies lewat transplantasi organ hanya tercatat empat kali sejak 1978, tetapi selalu berpotensi menyebabkan kematian karena penyakit ini hampir selalu fatal jika tidak segera ditangani.
Untuk skrining donor, kenapa rabies tidak dicek rutin?
Dalam proses donor organ di AS, pemeriksaan berfokus pada infeksi yang umum dipindahkan melalui darah, seperti HIV, hepatitis B atau C, dan infeksi bakteri. Rabies tidak termasuk dalam skrining standar karena dua alasan besar:
Akibatnya, riwayat paparan donor terhadap hewan liar menjadi faktor krusial, meskipun dalam kenyataan, hal itu tidak selalu tercatat atau tampak jelas.
Kasus ini menegaskan bahwa meskipun rabies sangat jarang pada donor organ, tetapi risikonya tetap ada, terutama ketika donor memiliki riwayat kontak dengan hewan liar. Dalam dunia transplantasi, keputusan harus diambil cepat, dan informasi seperti riwayat pernah digigit hewan liar bisa menentukan hidup-mati penerima organ.
Bagi tenaga kesehatan, kasus ini menjadi pengingat bahwa gejala rabies tidak selalu dramatis. Bagi publik, ini menunjukkan betapa pentingnya sistem pelaporan dan koordinasi antar negara bagian, yang dalam kasus ini membantu mencegah tragedi lebih besar.
Referensi
Rebecca Earnest et al., “Human-to-Human Rabies Transmission via Solid Organ Transplantation From a Donor With Undiagnosed Rabies — United States, October 2024–February 2025,” MMWR Morbidity and Mortality Weekly Report 74, no. 39 (December 4, 2025): 600–605, https://doi.org/10.15585/mmwr.mm7439a1.


















