Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Klaim Hubungan Parasetamol, Sunat, dan Autisme, Bagaimana Faktanya?

Seorang bayi baru lahir di tempat tidurnya.
ilustrasi bayi baru lahir (pexels.com/Photo by Natalie Bond)
Intinya sih...
  • Menteri Kesehatan AS, Robert F. Kennedy Jr., mengklaim sunat dan autisme berkaitan dengan pemberian obat Tylenol pada bayi. Ia merujuk pada temuan dua studi.
  • Kemungkian studi pertama adalah dari tahun 2015, yang menyimpulkan peserta yang disunat lebih berisiko mengalami autisme sebelum usia 10 tahun dibandingkan yang tidak disunat. Para peneliti menduga rasa sakit dan stres akibat pembedahan dini dapat memicu masalah perkembangan saraf, perilaku, atau psikologis. Namun, studi ini menuai kritik karena dianggap lemah dan tidak mempertimbangkan faktor lain.
  • Kemungkinan lainnya adalah studi tahun 2013 yang membandingkan angka sunat dan autisme di delapan negara, bahwa negara dengan tingkat autisme lebih tinggi cenderung memiliki angka sunat lebih tinggi. Namun, studi ini dikritik karena ukuran sampel dinilai terlalu kecil untuk menetapkan hubungan asosiasi, serta tidak mempertimbangkan faktor lain yang juga memengaruhi angka autisme.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Menteri Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat, Robert F. Kennedy Jr., membuat klaim pada Kamis (9/10/25) bahwa ada kemungkinan hubungan antara sunat dan autisme, yang disebutnya berkaitan dengan pemberian obat Tylenol (asetaminofen, atau di Indonesia dikenal sebagai parasetamol) pada bayi setelah prosedur sunat.

“Ada dua studi yang menunjukkan bahwa anak-anak yang disunat sejak dini memiliki kemungkinan dua kali lipat mengalami autisme. Sangat mungkin hal itu terjadi karena mereka diberikan Tylenol,” kata Kennedy kepada Presiden Trump dalam sebuah rapat kabinet.

Kemungkinan dua studi yang dimaksud

Kennedy tidak menyebutkan secara spesifik penelitian yang ia maksud, tetapi sebuah studi tahun 2015 dari Denmark yang melibatkan hampir 342.877 anak laki-laki yang lahir antara tahun 1994 dan 2003 dan diikuti dalam rentang usia 0–9 tahun antara tahun 1994 dan 2013. Para peneliti studi ini menyimpulkan bahwa partisipan studi yang disunat lebih mungkin mengalami autisme sebelum usia 10 tahun dibandingkan dengan teman sebayanya yang tidak disunat.

Para peneliti berhipotesis bahwa rasa sakit dan pembedahan yang penuh stres pada awal kehidupan dapat meningkatkan risiko munculnya masalah perkembangan saraf (neurodevelopmental), perilaku, atau psikologis di kemudian hari. Namun, beberapa kritikus menyebut studi tersebut "cacat" dan menilai para peneliti seharusnya juga mempertimbangkan kondisi menyakitkan lain, seperti infeksi saluran kemih, yang umum terjadi pada anak kecil.

Penjelasan lain yang mungkin untuk kaitan yang diklaim adalah bahwa anak laki-laki yang menjalani sunat lebih sering berinteraksi dengan tenaga kesehatan, sehingga tingkat deteksi autisme menjadi lebih tinggi.

Studi lainnya yang mungkin menjadi acuan Kennedy adalah sebuah studi tahun 2013. Dalam studi ini, para peneliti membandingkan angka sunat di delapan negara dengan angka autisme. Negara-negara dengan tingkat autisme yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat sunat yang lebih tinggi pula, menurut para peneliti.

Akan tetapi, studi tersebut melihat sebuah asosiasi dengan ukuran sampel hanya delapan negara, dan jumlah tersebut oleh para kritikus dianggap terlalu kecil untuk menetapkan hubungan semacam itu, dan tim peneliti studi tersebut juga tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain dari negara-negara tersebut. Faktor seperti rata-rata usia menjadi orang tua di tiap negara, serta genetik, diketahui memengaruhi angka autisme. Tingkat kesadaran tentang autisme dan praktik diagnosis juga berbeda-beda antarnegara. Semua faktor tersebut bisa saja menjelaskan adanya korelasi itu, tetapi tidak diperhitungkan dalam analisisnya.

Tingkat sunat dianggap bukan indikator yang dapat diandalkan untuk memperkirakan penggunaan asetaminofen pada bayi. Para peneliti dalam studi tahun 2013 menjelaskan bahwa mereka memilih meneliti kaitan dengan sunat karena obat asetaminofen sering diresepkan setelah prosedur tersebut. Namun, obat ini juga umum digunakan untuk berbagai penyakit pada anak, dan tidak selalu diresepkan setelah sunat. Menurut kritikus, menggunakan data sunat untuk memperkirakan penggunaan asetaminofen pada bayi baru lahir dianggap keliru.

Dari dua studi yang disebutkan di atas, tidak ada yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara sunat, atau obat pereda nyeri yang sering diberikan bersamaan dengan prosedur itu, dengan tingkat autisme.

Sejak publikasinya, para peneliti di bidang autisme telah banyak mengkritik studi-studi tersebut. Dan, setelah meninjau keduanya, para ilmuwan tidak menemukan bukti yang mendukung klaim bahwa sunat menyebabkan autisme atau efek psikologis merugikan lainnya.

Juga, cuma ada sangat sedikit bukti bahwa pemberian asetaminofen kepada bayi atau anak-anak meningkatkan risiko mereka didiagnosis autisme. Demikian pula, hanya ada sangat sedikit bukti, bahwa penggunaan asetaminofen selama kehamilan meningkatkan risiko bayi mengalami autisme.

Referensi

Morten Frisch and Jacob Simonsen, “Ritual Circumcision and Risk of Autism Spectrum Disorder in 0- to 9-year-old Boys: National Cohort Study in Denmark,” Journal of the Royal Society of Medicine 108, no. 7 (January 8, 2015): 266–79, https://doi.org/10.1177/0141076814565942.

Ann Z Bauer and David Kriebel, “Prenatal and Perinatal Analgesic Exposure and Autism: An Ecological Link,” Environmental Health 12, no. 1 (May 9, 2013), https://doi.org/10.1186/1476-069x-12-41.

Brian J Morris and Thomas E Wiswell, “‘Circumcision Pain’ Unlikely to Cause Autism,” Journal of the Royal Society of Medicine 108, no. 8 (August 1, 2015): 297, https://doi.org/10.1177/0141076815590404.

Brian J. Morris et al., “Critical Evaluation of Contrasting Evidence on Whether Male Circumcision Has Adverse Psychological Effects: A Systematic Review,” Journal of Evidence-Based Medicine 15, no. 2 (June 1, 2022): 123–35, https://doi.org/10.1111/jebm.12482.

"Circumcision ‘highly likely’ linked to autism, RFK Jr. says in wild new Tylenol claim." NY Post. Diakses Oktober 2025.

Amelia Srajer et al., “Postnatal Acetaminophen Exposure and Neurodevelopmental Outcomes at 18–21 Months Corrected Gestational Age in Preterm Infants ≪29 Weeks Gestation: A Retrospective Cohort Study,” Pediatric Research 96, no. 2 (December 7, 2023): 388–94, https://doi.org/10.1038/s41390-023-02901-x.

Share
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

Apa yang Terjadi Kalau Kamu Makan Makanan yang Berjamur?

10 Okt 2025, 21:24 WIBHealth