- Mengalihkan perhatian dari faktor risiko lain, seperti gangguan mental, disfungsi keluarga, atau kesulitan menghadapi penyakit/disabilitas.
- Terlalu menekankan pada menyalahkan dan menghukum, alih-alih memberikan perhatian penting pada remaja yang membutuhkan dukungan dan perawatan.
- Menumbuhkan anggapan bahwa bunuh diri adalah respons alami terhadap perundungan, yang berisiko menormalkan perilaku ini di kalangan remaja.
Luka Tersembunyi di Balik Bullying dan Risiko Bunuh Diri

- Perundungan dapat memicu pikiran bunuh diri pada remaja, meski tidak secara langsung.
- Perundungan meningkatkan risiko depresi, kecemasan, dan rendahnya rasa percaya diri pada korban.
- Pelaku perundungan juga berisiko terjerat penyalahgunaan zat, perilaku agresif, dan masalah akademik pada masa dewasa.
Perundungan atau bullying adalah bentuk perilaku agresif ketika seseorang atau sekelompok orang secara terus-menerus berusaha menyakiti orang lain, baik secara emosional maupun fisik.
Tindakan ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, dari kontak fisik, hinaan verbal, atau perilaku halus yang tetap bertujuan melukai. Meski berbeda cara, semuanya meninggalkan rasa sakit yang nyata.
Di sisi lain, ada istilah suicidal feelings atau suicidal ideation, yaitu kondisi ketika seseorang mulai memikirkan, mempertimbangkan, atau terus-menerus terobsesi dengan kematian dan bunuh diri. Ini adalah tanda serius yang tidak boleh diabaikan.
Di bawah ini dibahas hubungan antara perundungan dan munculnya perasaan ingin bunuh diri, bagaimana perundungan dapat memengaruhi seseorang, serta apa yang bisa dilakukan pengasuh atau orang tua untuk mendukung anak yang sedang mengalami perundungan.
Artikel ini memuat topik yang sensitif dan mungkin terasa berat bagi sebagian pembaca. Silakan lanjutkan membaca dengan penuh pertimbangan sesuai kenyamanan kamu.
Apakah perundungan menyebabkan bunuh diri?
Tidak ada bukti yang mendukung bahwa perundungan secara universal dan langsung menyebabkan bunuh diri. Sebagian besar anak dan remaja yang mengalami perundungan tidak melakukan perilaku yang mengancam jiwa. Namun, ada hubungan antara perundungan dan bunuh diri. Remaja yang terlibat dalam perundungan lebih mungkin mengalami pikiran untuk bunuh diri atau melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang tidak terlibat. Hal ini menunjukkan bahwa menjadi korban perundungan, ditambah dengan faktor risiko lain, dapat meningkatkan kemungkinan seorang remaja mengalami pikiran atau dorongan bunuh diri.
Perundungan juga dapat memperburuk kondisi apabila seorang remaja sudah lebih dulu berjuang dengan depresi, trauma, atau masalah di rumah. Pikiran atau percobaan bunuh diri lebih sering terjadi pada kelompok tertentu yang memiliki risiko lebih tinggi mengalami perundungan dan menjadi korban, seperti remaja LGBTQ+.
Beberapa ahli berpendapat bahwa mengaitkan perundungan sebagai satu-satunya penyebab bunuh diri justru bisa berbahaya, karena:
Hubungan antara perundungan dan munculnya pikiran untuk bunuh diri
Menurut laporan World Health Organization (WHO) berjudul “Suicide worldwide in 2021: global health estimates”, bunuh diri diperkirakan menewaskan sekitar 727.000 orang pada tahun 2021.
Bunuh diri dapat terjadi sepanjang rentang kehidupan, dan pada tahun 2021 tercatat sebagai penyebab kematian ketiga tertinggi di dunia pada kelompok usia 15–29 tahun. Angka ini menunjukkan betapa seriusnya isu kesehatan mental di kalangan remaja dan dewasa muda.
Sebuah studi tahun 2019 menemukan bahwa sekitar 18,8 persen siswa sekolah menengah pernah mengalami pikiran untuk bunuh diri. Di sisi lain, data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan sekitar satu dari lima siswa sekolah menengah di Amerika Serikat (AS) melaporkan mengalami perundungan di lingkungan sekolah dalam setahun terakhir. Lebih dari satu dari enam siswa sekolah menengah juga melaporkan mengalami perundungan secara daring dalam setahun terakhir, termasuk melalui pesan teks dan media sosial.
Sebuah riset Kemendikbudristek tahun 2022 mengungkap, sekitar 36,31 persen siswa berpotensi mengalami bullying, baik verbal, fisik, maupun cyber. Ironisnya, hanya 13,54 persen yang berani melapor.
Dilaporkan pula adanya keterkaitan yang kuat antara remaja yang terlibat dalam perundungan, baik sebagai korban maupun pelaku, dengan meningkatnya risiko munculnya pikiran untuk bunuh diri. Bahkan, sebuah penelitian pada tahun 2022 menunjukkan bahwa bukan hanya korban, tetapi juga pelaku perundungan, sama-sama memiliki kerentanan lebih tinggi terhadap perasaan ingin mengakhiri hidup.
Pesan pentingnya, perundungan bukan sekadar masalah perilaku sosial, melainkan isu serius yang dapat memengaruhi kesehatan mental hingga mengancam nyawa. Dukungan, empati, dan intervensi sejak dini menjadi kunci untuk melindungi anak-anak dan remaja dari dampak yang begitu berat.
Dampak perundungan

Perundungan dapat meninggalkan dampak luas pada kesehatan mental, fisik, sosial, emosional, hingga prestasi akademik seseorang. Seperti yang sudah disebut sebelumnya, mereka yang terlibat dalam perundungan, baik sebagai korban maupun pelaku, berisiko lebih tinggi mengalami pikiran untuk bunuh diri.
Bagi korban, perundungan sering kali memicu masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. Perasaan yang muncul bisa beragam. Dari mulai kesepian, kesedihan mendalam, penurunan harga diri, sulit tidur, perubahan nafsu makan, hingga kehilangan minat untuk bersosialisasi.
Jika perundungan terjadi di sekolah, korban bisa memilih untuk sering bolos atau bahkan berhenti sekolah, yang pada akhirnya memengaruhi pencapaian akademis mereka.
Dampak fisik juga nyata. Korban bisa mengalami cedera, sakit kepala, sakit perut, pusing, hingga jantung berdebar. Luka yang tampak di tubuh hanyalah sebagian kecil dari beban yang mereka tanggung.
Sementara itu, pelaku perundungan juga tidak lepas dari konsekuensi. Mereka berisiko tumbuh dengan pola perilaku agresif atau kekerasan saat remaja maupun dewasa. Selain itu, ada kemungkinan lebih besar terjerat penyalahgunaan zat, menghadapi masalah akademis, bahkan berurusan dengan hukum.
Kesimpulannya, perundungan bukan cuma masalah sesaat, karena dampaknya bisa memengaruhi jalan hidup seseorang, baik korban maupun pelaku. Karenanya, memahami dampaknya adalah langkah awal untuk mencegah dan memutus lingkaran perundungan.
Apa yang dapat dilakukan oleh orang tua atau pengasuh?
Ketika seorang pengasuh atau orang tua mencurigai bahwa anak mungkin mengalami perundungan dan memiliki pikiran untuk bunuh diri, langkah terpenting adalah tidak mengabaikan tanda-tanda tersebut. Menghadapi kekhawatiran ini dengan penuh perhatian dan dukungan bisa menjadi penyelamat bagi anak yang sedang berjuang.
Ada beberapa tanda yang dapat diwaspadai seseorang dan cara memberikan dukungan.
Tanda-tanda anak mengalami perundungan
Perhatikan kondisi emosional anak, karena tidak semua anak mampu menyampaikan kekhawatiran mereka secara langsung. Ada sejumlah tanda yang bisa diperhatikan, seperti:
- Luka fisik yang tidak jelas penyebabnya, seperti memar, goresan, tulang patah, atau luka yang sedang sembuh.
- Ketakutan untuk pergi ke sekolah atau mengikuti kegiatan sekolah.
- Terlihat cemas, gugup, atau sangat waspada.
- Memiliki sedikit teman di sekolah maupun di luar sekolah.
- Kehilangan teman secara tiba-tiba atau menghindari situasi sosial.
- Pakaian, barang elektronik, atau barang pribadi hilang atau rusak.
- Sering meminta uang.
- Prestasi akademik menurun.
- Sering bolos atau meminta pulang dari sekolah.
- Berusaha selalu dekat dengan orang dewasa.
- Sulit tidur atau mengalami mimpi buruk.
- Mengeluh sakit kepala, sakit perut, atau keluhan fisik lainnya.
- Sering terlihat tertekan setelah menggunakan HP atau internet tanpa alasan yang jelas.
- Menjadi sangat tertutup, terutama terkait aktivitas online.
- Menunjukkan perilaku agresif atau mudah marah.
Ajak anak berbicara tentang apa yang mereka anggap sebagai perilaku baik dan buruk di sekolah, di lingkungan, maupun di dunia online. Komunikasi yang terbuka sangat penting agar anak merasa aman dan nyaman menceritakan apa yang sedang mereka alami.
Tanda-tanda depresi
Gejala depresi dapat bervariasi, dari ringan hingga berat, dan muncul berbeda pada setiap orang. Beberapa tanda yang sering terlihat antara lain:
- Merasa sedih, mudah tersinggung, hampa, atau putus asa.
- Kehilangan minat atau kesenangan pada aktivitas yang dulu disukai.
- Perubahan signifikan pada nafsu makan (makan jauh lebih sedikit atau lebih banyak dari biasanya) dan/atau berat badan (turun atau naik tanpa kaitan dengan diet).
- Tidur terlalu sedikit atau justru berlebihan.
- Energi menurun, mudah lelah, atau kelelahan berkepanjangan.
- Aktivitas fisik tanpa tujuan (misalnya tidak bisa diam, mondar-mandir, menggenggam tangan berulang) atau gerakan dan bicara yang melambat hingga terlihat jelas oleh orang lain.
- Merasa tidak berharga atau diliputi rasa bersalah berlebihan.
- Sulit berpikir atau berkonsentrasi, mudah lupa, dan kesulitan membuat keputusan kecil.
- Pikiran tentang kematian, keinginan bunuh diri, atau percobaan bunuh diri.
Perlu diingat, merasakan kesedihan sesekali adalah bagian dari pengalaman manusia yang normal. Namun, diagnosis depresi biasanya ditegakkan bila gejala di atas muncul hampir setiap hari, berlangsung lebih dari dua minggu, dan disertai perubahan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya menurunnya performa di sekolah atau pekerjaan, terganggunya hubungan pribadi, atau hilangnya minat pada hobi. Depresi dapat diobati. Dengan dukungan yang tepat, banyak orang mampu pulih dan kembali menjalani hidup dengan lebih baik.
Mengenali tanda-tanda pikiran bunuh diri
Beberapa tanda umum yang perlu diperhatikan antara lain:
- Membicarakan kematian atau keinginan untuk mengakhiri hidup.
- Merasa putus asa, tidak berharga, atau seolah tidak ada jalan keluar.
- Dipenuhi rasa bersalah atau malu berlebihan.
- Merasa menjadi beban bagi orang lain.
- Mengalami sakit emosional atau fisik yang terasa tak tertahankan.
- Menunjukkan kesedihan, kemarahan, frustrasi, atau kecemasan yang sangat intens.
- Mencari informasi atau membuat rencana terkait kematian.
- Meningkatkan konsumsi alkohol atau penggunaan obat-obatan terlarang.
- Bertindak sembrono dan berisiko, misalnya mengemudi dengan berbahaya.
- Mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem.
- Pola makan atau tidur berubah drastis.
- Mengucapkan selamat tinggal pada teman atau keluarga, menarik diri, memberikan barang-barang pribadi, atau bahkan membuat surat wasiat.
- Kehilangan minat merawat diri, termasuk kebersihan dan penampilan.
Tanda-tanda di atas tidak boleh dianggap sebagai perilaku biasa. Bisa jadi itu adalah jeritan sunyi yang butuh perhatian, empati, dan dukungan segera. Dengan mengenali sinyal-sinyal ini lebih awal, pengasuh dan orang tua dapat membantu anak merasa aman, didengar, dan tidak sendirian dalam menghadapi beban yang mereka rasakan.
Jika seorang pengasuh atau orang tua mencurigai bahwa seseorang sedang mengalami perundungan dan memiliki pikiran untuk bunuh diri, penting bagi mereka untuk mendengarkan dengan penuh perhatian dan menunjukkan bahwa mereka hadir untuk memberikan dukungan. Namun, tidak semua orang mudah terbuka tentang apa yang sedang mereka alami. Karena itu, berbicara dengan tenaga profesional kesehatan mental bisa sangat membantu untuk membantu mereka mendapatkan dukungan yang tepat.

Ada kaitan erat antara perilaku perundungan dan munculnya pikiran bunuh diri.
Perundungan dapat memicu berbagai masalah kesehatan, seperti depresi, kecemasan, dan rendahnya rasa percaya diri. Korban sering mengalami penurunan prestasi akademik, menarik diri dari lingkungan sosial, kesulitan tidur, serta gangguan pola makan.
Pelaku perundungan pun berisiko lebih tinggi terjerat penyalahgunaan zat, prestasi akademik yang buruk, hingga perilaku agresif saat dewasa.
Tanda-tanda yang perlu diperhatikan pengasuh atau orang tua antara lain menarik diri dari teman dan keluarga, kesedihan mendalam, rasa kesepian dan tidak berharga, perilaku sembrono, serta peningkatan penggunaan alkohol atau obat-obatan.
Jika mencurigai anak mengalami atau melakukan perundungan, langkah penting adalah berbicara dengan pihak sekolah atau tenaga profesional kesehatan mental untuk mendapatkan dukungan yang tepat.
Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika kamu merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.
Saat ini, tidak ada layanan hotline atau sambungan telepon khusus untuk pencegahan bunuh diri di Indonesia. Kementerian Kesehatan Indonesia pernah meluncurkan hotline pencegahan bunuh diri pada 2010. Namun, hotline itu ditutup pada 2014 karena rendahnya jumlah penelepon dari tahun ke tahun, serta minimnya penelepon yang benar-benar melakukan konsultasi kesehatan jiwa.
Walau begitu, Kemenkes menyarankan warga yang membutuhkan bantuan terkait masalah kejiwaan untuk langsung menghubungi profesional kesehatan jiwa di Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.
Kementerian Kesehatan RI juga telah menyiagakan lima RS Jiwa rujukan yang telah dilengkapi dengan layanan telepon konseling kesehatan jiwa:
- RSJ Amino Gondohutomo Semarang | (024) 6722565
- RSJ Marzoeki Mahdi Bogor | (0251) 8324024, 8324025
- RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta | (021) 5682841
- RSJ Prof Dr Soerojo Magelang | (0293) 363601
- RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang | (0341) 423444
Selain itu, terdapat pula beberapa komunitas di Indonesia yang secara swadaya menyediakan layanan konseling sebaya dan support group online yang dapat menjadi alternatif bantuan pencegahan bunuh diri dan memperoleh jejaring komunitas yang dapat membantu untuk gangguan kejiwaan tertentu.
Referensi
"Jeratan Gelap Bullying di Dunia Pendidikan Indonesia." Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses November 2025.
"Suicide worldwide in 2021: global health estimates." World Health Organization (WHO). Diakses November 2025.
"Suicide." WHO. Diakses November 2025.
"Bullying." Centers for Disease Control and Prevention. Diakses November 2025.
Ching Kwan et al., “Youth Bullying and Suicide: Risk and Protective Factor Profiles for Bullies, Victims, Bully-Victims and the Uninvolved,” International Journal of Environmental Research and Public Health 19, no. 5 (February 28, 2022): 2828, https://doi.org/10.3390/ijerph19052828.
"Suicidal Ideation and Behaviors Among High School Students — Youth Risk Behavior Survey, United States, 2019." Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR). Diakses November 2025.
"Bullying: What is it and how to stop it." UNICEF. Diakses November 2025.
"What Is Depression?" American Psychiatric Association. Diakses November 2025.
"Warning Signs of Suicide." National Institute of Mental Health. Diakses November 2025.
Ariel Schonfeld et al., “Cyberbullying and Adolescent Suicide,” Journal of the American Academy of Psychiatry and the Law, February 23, 2023, https://doi.org/10.29158/JAAPL.220078-22.
Lindsay Kahle Semprevivo, “Protection and Connection: Negating Depression and Suicidality Among Bullied, LGBTQ Youth,” International Journal of Environmental Research and Public Health 20, no. 14 (July 18, 2023): 6388, https://doi.org/10.3390/ijerph20146388.
"Bullying and Suicide: Their Connection (And How to Prevent It)" Hillside. Diakses November 2025.


















