Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

WHO: Lebih dari 1 Miliar Orang Mengalami Gangguan Mental

ilustrasi seseorang dengan gangguan mental (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi seseorang dengan gangguan mental (pexels.com/cottonbro studio)
Intinya sih...
  • Lebih dari 1 miliar orang hidup dengan gangguan mental, tak pandang usia, negara, ras, maupun status ekonomi.
  • Gangguan mental menjadi penyebab terbesar kedua disabilitas jangka panjang di dunia, dan di baliknya ada ancaman bunuh diri.
  • Kesenjangan layanan kesehatan mental masih mencolok, dibutuhkan pendanaan adil, reformasi hukum dan kebijakan, investasi pada tenaga kesehatan mental, serta layanan berbasis komunitas.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Lebih dari satu miliar manusia di dunia hidup dengan gangguan mental, menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Angka ini merupakan potret nyata betapa rapuhnya sisi paling personal dari manusia: pikiran dan perasaan. Gangguan mental tak pandang usia, negara, ras, maupun status ekonomi.

Kondisi ini bukan hanya merenggut kesehatan mental, tetapi juga menggerogoti tubuh, menguras biaya, dan melumpuhkan ekonomi dunia. Meski banyak negara sudah punya kebijakan dan program kesehatan mental, tetapi skala layanan masih jauh dari cukup. Dunia butuh investasi lebih besar, bukan sekadar wacana.

Gangguan mental menjadi penyebab terbesar kedua disabilitas jangka panjang

Gangguan mental kini menjadi penyebab terbesar kedua disabilitas jangka panjang di dunia. Kecemasan dan depresi ada di posisi teratas, dialami oleh perempuan maupun laki-laki, walaupun perempuan lebih banyak terdampak.

Dan, di balik gangguan mental, ada tragedi yang sunyi, yaitu ancaman bunuh diri. Pada tahun 2021 saja, diperkirakan 727.000 jiwa hilang karena alasan ini. Ini telah menjadi penyebab utama kematian di kalangan anak muda lintas negara dan kelas sosial.

Sayangnya, target global untuk menurunkan angka bunuh diri sepertiga pada 2030 tampaknya tidak akan tercapai. Dengan kecepatan saat ini, penurunan hanya akan mencapai 12 persen.

Padahal, kesehatan mental tidak cuma menyentuh ruang pribadi, tetapi juga neraca ekonomi global. Biaya perawatan medis memang besar, tetapi biaya tidak langsung, seperti hilang atau penurunan produktivitas, lebih besar lagi. Depresi dan kecemasan sendiri sudah menguras 1 triliun dolar AS setiap tahun.

Masih banyak kesenjangan

ilustrasi kesehatan mental (pexels.com/Anna Tarazevich)
ilustrasi kesehatan mental (pexels.com/Anna Tarazevich)

Sejak tahun 2020, memang ada secercah kemajuan. Negara-negara memperbarui kebijakan, mulai mengadopsi pendekatan berbasis hak, hingga menyediakan dukungan psikososial saat krisis kesehatan. Namun, ketika bicara soal hukum dan anggaran, langkah ini tersendat.

  • Hanya 45 persen negara yang punya undang-undang sesuai standar hak asasi manusia internasional.
  • Anggaran kesehatan mental masih stagnan di angka 2 persen dari total bujet kesehatan sejak 2017.
  • Kesenjangan mencolok: di negara kaya, pemerintah bisa membelanjakan US$ 65 per orang; di negara miskin hanya US$ 0,04.

Tenaga kerja pun jauh dari cukup. Rata-rata hanya ada 13 pekerja kesehatan mental per 100.000 penduduk, dengan kekurangan paling terasa di negara berkembang.

Transformasi layanan berbasis komunitas—yang lebih manusiawi dan berfokus pada pemulihan—masih sangat lambat. Kurang dari 10 persen negara berhasil beralih penuh ke model ini. Sebagian besar masih menggantungkan nasib pasien pada rumah sakit psikiatri: hampir separuh masuk secara paksa, dan lebih dari 20 persen terjebak dalam rawat inap lebih dari setahun.

Di sisi lain, integrasi layanan kesehatan mental ke perawatan primer mulai berjalan. Sebanyak 71 persen negara sudah memenuhi sebagian besar kriteria WHO. Namun, data yang ada masih timpang. Di negara miskin, hanya kurang dari 10 persen orang dengan psikosis yang mendapat perawatan, sementara di negara kaya lebih dari separuhnya bisa mengakses layanan.

Meski banyak kesenjangan, tetapi beberapa titik terang muncul. Lebih dari 80 persen negara kini memasukkan dukungan kesehatan mental dalam respons darurat—naik drastis dari 39 persen pada 2020. Program pencegahan bunuh diri di sekolah, promosi kesehatan mental sejak masa kanak-kanak, hingga layanan telehealth mulai berkembang, walau akses masih timpang.

Rencana global untuk meningkatkan kesehatan mental

WHO menegaskan, dunia masih jauh dari jalur untuk mencapai target Comprehensive Mental Health Action Plan. Ini merupakan rencana global untuk meningkatkan kesehatan mental. Isinya target dan strategi (2013–2030) untuk negara-negara agar:

  • Menurunkan angka bunuh diri: minimal sepertiga secara global pada 2030.
  • Memperbesar cakupan layanan kesehatan mental: peningkatan 50 persen orang dengan gangguan mental berat (seperti psikosis, depresi parah) yang mendapatkan layanan.
  • Melakukan integrasi layanan ke perawatan primer: makin banyak negara menggabungkan kesehatan mental ke layanan dasar, bukan hanya rumah sakit khusus.
  • Memberi perlindungan HAM: memastikan undang-undang kesehatan mental selaras dengan standar hak asasi manusia.
  • Memperbanyak tenaga kerja dan investasi: peningkatan jumlah tenaga kesehatan mental dan anggaran nasional yang dialokasikan (targetnya naik signifikan dari angka stagnan 2 persen).
  • Memiliki kesiapsiagaan darurat: kesehatan mental dan dukungan psikososial harus jadi bagian respon standar dalam krisis (misalnya pandemi, konflik, bencana).

Untuk mencapainya, dunia butuh:

  • Pendanaan yang adil untuk kesehatan mental.
  • Reformasi hukum dan kebijakan yang menjunjung hak asasi.
  • Investasi nyata pada tenaga kesehatan mental.
  • Layanan yang berbasis komunitas, berpusat pada manusia, bukan sekadar institusi.

Pada akhirnya, kesehatan mental bukanlah kemewahan. Kesehatan mental adalah hak hidup setiap manusia dan investasi paling berharga yang bisa kita lakukan untuk masa depan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

7 Perbedaan Perimenopause dan Menopause, Fase Menuju Akhir Menstruasi

03 Sep 2025, 21:17 WIBHealth