Memahami CT Value pada Hasil Tes PCR COVID-19

Sebagai standar emas pemeriksaan COVID-19, tes polymerase chain reaction (PCR) menunjukkan tingkat akurasi terdepan. Salah satu variabel yang termasuk dalam tes PCR adalah nilai cycle threshold (CT) atau CT value.
CT value bisa digunakan sebagai penentu positif dan negatif COVID-19. Sementara banyak yang sudah mengerti, tetapi tidak sedikit juga yang masih bingung dengan apa itu CT value pada hasil tes PCR. Untuk lebih memahaminya, baca terus artikel ini sampai habis, ya!
1. Mengenal sistem CT value pada hasil tes PCR COVID-19
Profesor patologi klinis Universitas Airlangga, Prof. Dr. Jusak Nugraha, dr., MS., SpPK(K), mendefinisikan CT value sebagai suatu batasan atau pada siklus ke berapa virus menembus batasan (threshold). Untuk mengerti bagaimana hal ini terjadi, perlu kamu tahu bahwa PCR memiliki tiga tahap utama, yaitu:
- Denaturation: Pemisahan total dua filamen DNA dari sampel yang direplikasi dengan dipanaskan. Dengan begitu, terjadi pelepasan heliks ganda dan dua filamen pun terpisah.
- Annealing: Penempelan primer (basa nukleotida spesifik untuk gen tertentu) pada untai tunggal DNA.
- Elongation: Enzim polimerase memperpanjang ujung 3' dari setiap primer di sepanjang untai tunggal DNA.
"Cycle tersebut diulang dan ketika jumlah tertentu menembus threshold, maka disebut CT value," ujar Prof. Jusak saat dihubungi oleh IDN Times pada Kamis (24/2/2022).
Turut menjelaskan, Kepala Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Universitas Andalas, Dr. dr. Andani Eka Putra, M.Sc., mengatakan bahwa pada dasarnya tes PCR bertujuan untuk memperbanyak (amplifikasi) jumlah virus ke jumlah yang cukup untuk dideteksi, umumnya dengan bahan fluoresen.
2. Membaca CT value pada hasil tes PCR
Menurut metode reagennya, Prof. Jusak mengatakan bahwa nilai normal CT value bisa berkisar dari 32, 40, hingga 45. Jika melebihi cut-off, maka gen spesifik SARS-CoV-2 terdeteksi atau positif COVID-19. Lalu, bagaimana cara membaca CT value?
Makin rendah jumlah CT value justru makin banyak jumlah virus karena cepat terdeteksi. Sebagai contoh, jika CT value menunjukkan nilai 14, maka virus SARS-CoV-2 cukup banyak untuk terdeteksi pada siklus PCR ke-14.
"Pada waktu CT value positif, berarti ada virus dan bisa diperbanyak, kan? Kalau CT value negatif, berarti tidak ada virus," Dr. Andani menjelaskan.

3. Tidak bisa dibandingkan dan bukan indikator beban virus
Perlu kamu ketahui, CT value pada hasil tes PCR bukanlah untuk dibandingkan dengan hasil tes PCR lain. Selain perbedaan laboratorium, Prof. Jusak mengatakan bahwa metode, reagen, dan alat yang digunakan juga pasti berbeda.
Ditambahkan oleh Dr. Andani, CT value juga tidak bisa dijadikan patokan absolut dan harusnya masih ada beberapa pertimbangan. Bisa berbeda-beda dan perlu interpretasi saksama dari dokter penanggung jawab, variasi pada CT value dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti:
- Jenis reagen (dan nilai cut-off normalnya).
- Faktor mesin.
- Target gen.
- Teknik dan waktu pengambilan spesimen.
- Analisis prakerja.
- Kualitas isolasi RNA.
- Kinerja PCR.
Lalu, apakah CT value berarti angka beban virus atau viral load? Ternyata, CT value bukan indikator besarnya beban virus absolut tubuh. Menurut Prof. Jusak, viral load sejatinya membutuhkan pengukuran kuantitatif. CT value adalah pengukuran semi kuantitatif untuk pertimbangan dokter dan pasien selanjutnya.

4. Tidak mencerminkan keparahan atau penularan COVID-19
Kepada IDN Times, Dr. Andani menjelaskan seputar dinamika SARS-CoV-2. Pada hari pertama dan kedua, jumlah virus mungkin rendah, dan pada hari ke-3, ke-4, dan ke-5, jumlah virus memuncak. Lalu, pada hari ke-9 hingga hari ke-14, jumlah virus akan terus menurun.
Jika dihubungkan dengan CT value, pada waktu jumlah virus tinggi, maka CT value rendah, dan sebaliknya. Jadi, apakah CT value berbanding lurus dengan keparahan COVID-19? Ternyata, tidak!
"Ada pasien COVID-19 dengan CT value 12 pun tidak bergejala, dan pasien-pasien dengan kondisi terminal dengan jumlah virus yang rendah malah kondisinya makin berat. Apa yang menentukan keparahan pasien? Respons tubuh terhadap SARS-CoV-2, bukan jumlah virus," kata Dr. Andani.
Selain komorbiditas dan status vaksinasi, Dr. Andani mengatakan bahwa kasus kematian akibat COVID-19 bukanlah murni karena infeksi SARS-CoV-2, melainkan respons imun yang berlebihan. Inilah yang sering disebut badai sitokin, sehingga butuh pengobatan untuk mengurangi respons imun tubuh yang berlebihan tersebut.
“Berat (gejala) lebih tergantung pada respons imun tubuh,” imbuh Dr. Anjani.
Meskipun tidak bisa menunjukkan keparahan, tetapi Prof. Jusak mengatakan bahwa menurut berbagai studi, setidaknya tinggi atau rendahnya CT value juga bisa digunakan untuk melihat potensi penularan.
"Menurut penelitian, jika CT value tinggi, ditemukan tidak tumbuh dalam kultur sehingga dianggap tidak menular," terangnya.
Senada dengan Prof. Jusak, Dr. Andani mengatakan bahwa CT value rendah menandakan tingginya risiko penularan.

5. Jika positif, apa yang harus dilakukan?
Lalu, jika sudah terkonfirmasi positif COVID-19 dari tes PCR dan sudah mengetahui berapa CT value-nya, baik Prof. Jusak dan Dr. Andani mengatakan bahwa adalah lebih baik untuk isolasi mandiri agar tidak menularkan virus ke orang lain. Jika sudah berusia lanjut atau memiliki komorbiditas, segeralah memeriksakan diri ke rumah sakit.
Ada satu kiat lagi dari Dr. Andani, yaitu menjaga kondisi mental. Saat terkena COVID-19, usahakan untuk tetap gembira dan jangan stres. Ini karena stres dapat memicu gangguan kesehatan lain. Jadi, bila secara mental seseorang tetap berusaha untuk positif, maka COVID-19 bisa dilalui dengan baik.
“Itu yang paling penting dan saya selalu anjurkan itu, jika terkena COVID-19, tetap semangat dan jangan stres,” Dr. Andani menutup perbicangan.