Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

15 Pemeriksaan Kesehatan untuk Pria Usia 65 Tahun ke Atas

ilustrasi lansia yang melakukan medical check-up (pexels.com/Kampus Production)
Intinya sih...
  • Pada fase ini, risiko banyak penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, hingga gangguan prostat cenderung meningkat. 
  • Jika berusia 65 hingga 75 tahun dan pernah merokok, pria sangat disarankan untuk menjalani pemeriksaan USG untuk memeriksa aneurisme aorta abdominal.
  • Lakukan pemeriksaan mata lengkap dengan dokter spesialis mata setiap satu atau dua tahun setelah usia 65 tahun. 

Memasuki usia 65 tahun, pria harus lebih memperhatikan kesehatannya agar tetap aktif dan menjalani hidup yang berkualitas. Pada fase ini, risiko banyak penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, hingga gangguan prostat cenderung meningkat. Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan secara rutin menjadi langkah penting untuk mendeteksi masalah kesehatan sejak dini dan mencegah komplikasi yang lebih serius.

Artikel ini akan membahas berbagai tes kesehatan yang direkomendasikan bagi pria lanjut usia, serta manfaatnya dalam menjaga kesejahteraan tubuh di masa tua.

1. Pemeriksaan aneurisme aorta abdominal

Jika berusia 65 hingga 75 tahun dan pernah merokok, pria disarankan untuk menjalani pemeriksaan USG untuk memeriksa aneurisme aorta abdominal. Ini adalah kondisi ketika dinding aorta di bagian perut mengalami pelebaran atau pembengkakan yang tidak normal.

Aorta adalah pembuluh darah terbesar dalam tubuh yang membawa darah dari jantung ke seluruh organ. Jika dinding aorta melemah, tekanan darah dapat menyebabkan aorta mengembang seperti balon.

Aneurisme berbahaya karena bisa pecah tiba-tiba, yang dapat menyebabkan perdarahan dalam yang mengancam nyawa.

Biasanya, aneurisme aorta abdominal berkembang tanpa gejala, tetapi pada beberapa kasus bisa menyebabkan nyeri perut, punggung, atau denyutan di perut.

Faktor risiko utama aneurisme aorta abdominal termasuk:

  • Usia tua.
  • Tekanan darah tinggi.
  • Merokok.
  • Riwayat keluarga dengan aneurisme.

2. Tekanan darah

ilustrasi alat cek tekanan darah (pexels.com/cottonbro studio)

Lakukan pemeriksaan tekanan darah setidaknya sekali setiap tahun. Tanyakan kepada dokter apakah kamu perlu melakukannya lebih sering jika:

  • Memiliki diabetes, penyakit jantung, masalah ginjal, kelebihan berat badan, atau kondisi tertentu lainnya.
  • Ada riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga.

Angka teratas tekanan darah antara 120 hingga 129 mmHg, dan terbawah 70 hingga 79 mmHg. 

Klasifikasi hipertensi

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHG. Menurut Joint National Committee (JNC VII), penggolongan hipertensi dibagi menjadi empat kelompok:

  • Normal: Apabila sistolik <120 mmHg dan diastolik <80 mmHg.
  • Prahipertensi: Apabila sistolik 120–139 mmHg dan diastolik 80-89 mmHg.
  • Hipertensi stadium I: Apabila sistolik 140–159 mmHg dan diastolik 90–99 mmHg.
  • Hipertensi stadium II: Apabila sistolik >160 mmHg dan diastolik <100 mmHg.

3. Pemeriksaan kolesterol

Jika kadar kolesterol normal, tetap disarankan untuk melakukan pemeriksaan setiap lima tahun. Pemeriksaan tambahan yang harus dilakukan, di antaranya:

  • Setiap lima tahun untuk pria dengan kadar kolesterol normal.
  • Lakukan lebih sering jika terjadi perubahan gaya hidup (termasuk penambahan berat badan dan pola makan).
  • Lebih sering jika memiliki diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, atau masalah aliran darah pada tungkai atau kaki, atau kondisi tertentu lainnya.

4. Skrining kanker kolorektal

ilustrasi lansia berolahraga (freepik.com/freepik)

Hingga usia 75 tahun, pria sangat disarankan untuk skrining kanker kolorektal secara berkala. Beberapa tes tersedia untuk skrining, seperti:

  • Tes fecal occult blood (FOBT) atau fecal immunochemical test (FIT) setiap tahun. Kolonoskopi diperlukan jika hasilnya positif. Tes FIT dilakukan setiap satu hingga tiga tahun.
  • Sigmoidoskopi bisa dilakukan setiap lima hingga 10 tahun.
  • Kolonografi CT setiap lima tahun.
  • Kolonoskopi setiap 10 tahun.

Kamu mungkin perlu menjalani kolonoskopi lebih sering jika memiliki faktor risiko kanker kolorektal, seperti:

  • Penyakit Crohn atau kolitis ulseratif.
  • Riwayat pribadi kanker kolorektal atau rektum atau riwayat keluarga.
  • Riwayat pertumbuhan pada kolon yang disebut polip adenomatosa.
  • Riwayat keluarga dengan sindrom kanker kolorektum yang diturunkan, seperti polip adenomatosa familial atau hereditary nonpolyposisis colorectal cancer (HNPCC).

Pria yang berusia di atas 86 tahun tidak lagi memerlukan skrining ini.

5. Pemeriksaan gigi

Kesehatan mulut berhubungan dengan kesehatan secara keseluruhan, terutama pada lansia (usia 65 tahun ke atas). Kondisi kronis pada lansia dapat mempengaruhi kesehatan mulut dan kesehatan mulut yang buruk dapat meningkatkan risiko kondisi kronis tertentu.

Kesehatan mulut yang buruk juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Beberapa faktor, termasuk kondisi kronis, status kesehatan, ras, dan pendapatan telah dikaitkan dengan berkurangnya penggunaan perawatan gigi di kalangan orang dewasa yang lebih tua.

Kunjungi dokter gigi sekali atau dua kali setiap tahun untuk pemeriksaan dan pembersihan. Mereka akan mengevaluasi apakah kamu memerlukan kunjungan yang lebih sering.

6. Pradiabetes dan diabetes tipe 2

ilustrasi tes gula darah (IDN Times/Novaya Siantita)

Pria usia 65 tahun sangat didorong untuk menjalani pemeriksaan pradiabetes dan dibetes tipe 2 setiap tiga tahun, hingga mereka masuk usia 70 tahun jika kelebihan berat badan atau mengalami obesitas.

Faktor risiko lain yang mengharuskan pria melakukan lebih sering pemeriksaan, yaitu:

  • Memiliki kerabat tingkat pertama dengan diabetes.
  • Memiliki tekanan darah tinggi, pradiabetes, atau riwayat penyakit jantung.

7. Pemeriksaan mata

Saran umumnya adalah pemeriksaan mata lengkap dengan dokter spesialis mata setiap satu atau dua tahun setelah usia 65 tahun. Cek mata secara berkala memungkinkan dokter mata mendeteksi masalah lebih dini. Makin cepat masalah terdeteksi, makin besar kemungkinan masalah tersebut dapat diobati.

Selama pemeriksaan mata rutin, dokter mata akan memeriksa penyakit mata yang berkaitan dengan usia, termasuk:

  • Degenerasi makula terkait usia.
  • Retinopati diabetik.
  • Glaukoma.
  • Katarak.

Dokter mata juga dapat mengidentifikasi masalah kesehatan lainnya seperti diabetes atau stroke melalui pemeriksaan mata.

Bahkan tanpa masalah mata, dokter mata dapat membantu mendeteksi perubahan penglihatan terkait usia yang mempersulit aktivitas dan rutinitas harian.

8. Vaksinasi

ilustrasi vaksin (pexels.com/Artem Podrez)

Vaksin yang umumnya dibutuhkan untuk lansia meliputi:

  • Vaksin flu: Dapatkan vaksin ini setiap tahun.
  • Vaksin COVID-19: Tanyakan kepada dokter jenis vaksin yang terbaik dan seberapa sering untuk mendapatkannya.
  • Vaksin pneumokokus: Dapatkan vaksin pneumokokus yang sesuai.
  • Vaksin herpes zoster sebanyak dua dosis: Lakukan pada saat atau setelah usia 50 tahun.
  • Vaksin difteri tetanus: Dapatkan salah satu vaksin ini jika tidak menerimanya saat remaja.
  • Booster difteri tetanus: Dapatkan vaksin booster setiap 10 tahun.

9. Pemeriksaan penyakit menular

Skrining penyakit menular untuk pria usia 65 tahun ke atas penting untuk mendeteksi infeksi yang bisa berdampak serius pada kesehatan. Berikut beberapa skrining yang direkomendasikan:

  • Pemeriksanaan hepatitis C: Semua orang dewasa berusia 18 hingga 79 tahun harus menjalani tes setidaknya satu kali untuk hepatitis C.
  • Skrining untuk human immunodeficiency virus (HIV): Semua orang berusia 15 hingga 65 tahun harus menjalani tes, setidaknya satu kali.

Tergantung pada gaya hidup dan riwayat kesehatan, seseorang mungkin perlu menjalani skrining untuk infeksi seperti sifilis, klamidia, dan infeksi lainnya.

10. Pemeriksaan kanker paru

Pria sangat disarankan untuk menjalani pemeriksaan tahunan untuk kanker paru dengan low-dose computed tomography (LDCT) jika:

  • Berusia 50 hingga 80 tahun.
  • Memiliki riwayat merokok 20 bungkus per tahun.
  • Merokok atau telah berhenti merokok dalam 15 tahun.

Diskusikan dengan penyedia layanan kesehatan mengenai tujuan pemeriksaan, bagaimana pemeriksaan dilakukan, dan manfaat, batasan, serta kemungkinan bahaya dari pemeriksaan.

Orang yang masih merokok harus diberi konseling tentang cara berhenti merokok dan ditawarkan sumber daya untuk membantu mereka berhenti.

11. Pemeriksaan osteoporosis

ilustrasi osteoporosis di masa tua (freepik.com/freepik)

Faktor risiko osteoporosis dapat mencakup:

  • Penggunaan steroid jangka panjang.
  • Berat badan rendah.
  • Merokok.
  • Penggunaan alkohol berat.
  • Mengalami patah tulang setelah usia 50 tahun atau riwayat keluarga yang mengalami patah tulang pinggul atau osteoporosis.

Pemeriksaan utama yang digunakan untuk mendeteksi osteoporosis adalah dual-energy X-ray absorptiometry (DXA/DEXA scan). Tes ini mengukur kepadatan mineral tulang di tulang belakang, pinggul, atau pergelangan tangan.

Hasilnya dinyatakan dalam T-score:

  • Normal: Lebih dari -1.0.
  • Osteopenia (penurunan kepadatan tulang): Antara -1.0 dan -2.5.
  • Osteoporosis: Kurang dari -2.5.

12. Pemeriksaan fisik

Walaupun dalam keadaan sehat, tetapi semua orang dewasa harus mengunjungi penyedia layanan kesehatan untuk pemeriksaan fisik secara berkala. Tujuannya adalah untuk:

  • Skrining terhadap penyakit.
  • Menilai risiko masalah medis di masa depan.
  • Mendorong gaya hidup sehat.
  • Memperbarui vaksinasi dan layanan perawatan pencegahan lainnya.

Tekanan darah harus diperiksa setidaknya setiap tahun.

Tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh (BMI) harus diperiksa pada setiap pemeriksaan.

Selama pemeriksaan, penyedia layanan kesehatan mungkin akan menanyakan tentang:

  • Depresi dan kecemasan.
  • Diet dan olahraga, termasuk olahraga untuk meningkatkan keseimbangan dan mengurangi risiko jatuh.
  • Penggunaan alkohol dan tembakau.
  • Keselamatan, seperti penggunaan sabuk pengaman sampai kekerasan oleh pasangan.
  • Apakah pernah terjatuh atau takut terjatuh.
  • Obat-obatan yang sedang dikonsumsi dan risiko interaksinya.

13. Pemeriksaan kanker prostat

Jika berusia 55 hingga 69 tahun, sebelum menjalani tes, bicarakan dengan penyedia layanan kesehatan mengenai pro dan kontra menjalani tes darah prostate specific antigen (PSA). Tanyakan tentang:

  • Apakah skrining dapat mengurangi peluang kematian akibat kanker prostat.
  • Apakah ada bahaya dari skrining kanker prostat, seperti efek samping dari pemeriksaan atau penanganan kanker yang berlebihan ketika ditemukan.
  • Apakah memiliki risiko kanker prostat yang lebih tinggi.

Untuk pria berusia 70 tahun ke atas, tidak disarankan untuk melakukan skrining.

Jika memilih untuk dites, tes darah PSA akan diulang dari waktu ke waktu (tahunan atau lebih jarang), meskipun frekuensi terbaiknya tidak diketahui.

Pemeriksaan fisik prostat tidak lagi dilakukan secara rutin pada pria yang tidak memiliki gejala.

14. Pemeriksaan kulit

Pria lansia lebih berisiko terkena kanker kulit, terutama jika memiliki riwayat paparan sinar matahari yang tinggi atau pernah mengalami kanker kulit sebelumnya. Jenis kanker kulit yang sering ditemukan, seperti:

  • Karsinoma sel basal (BCC): Umumnya muncul sebagai benjolan kecil atau luka yang tidak sembuh.
  • Karsinoma sel skuamosa (SCC): Biasanya terlihat seperti bercak merah bersisik atau luka yang mudah berdarah.
  • Melanoma: Bentuk kanker kulit paling berbahaya, biasanya muncul sebagai tahi lalat yang berubah bentuk, warna, atau ukuran.

Dokter mungkin akan memeriksa kulit untuk mengetahui adanya tanda-tanda kanker kulit. Kamu mungkin berisiko jika:

  • Pernah memiliki kanker kulit sebelumnya.
  • Memiliki kerabat dekat yang mempunyai kanker kulit.
  • Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.

15. Pemeriksaan kanker testis

ilustrasi masalah pada testis (pixabay.com/derneuemann)

Pedoman seputar pemeriksaan kanker testis telah berubah, tetapi tetap direkomendasikan agar semua pria, bukan hanya lansia, menjalani pemeriksaan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik rutin mereka.

Umumnya, gejala pertama adalah benjolan pada testis, yang bengkak atau mungkin lebih besar dari biasanya. Beberapa kanker testis mungkin tidak menunjukkan gejala hingga mencapai stadium lanjut, oleh karena itu penting untuk melakukan pemeriksaan rutin.

Pemeriksaan mandiri belum cukup diteliti untuk mengetahui apakah pemeriksaan tersebut benar-benar mengurangi kematian akibat kanker testis, tetapi diimbau setiap pria yang menemukan benjolan atau sesuatu yang tidak biasa untuk segera menemui dokter.

Menjaga kesehatan pada usia 65 tahun ke atas bukan hanya tentang mengobati penyakit, tetapi juga mencegahnya melalui pemeriksaan rutin. Dengan melakukan skrining yang tepat, lansia dapat mendeteksi potensi masalah kesehatan lebih awal dan mengambil langkah pencegahan yang diperlukan.

Mulai dari pemeriksaan gula darah, kesehatan tulang, hingga deteksi dini kanker dan penyakit menular, semua ini berperan dalam menjaga kualitas hidup tetap prima. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter secara berkala agar tetap sehat, aktif, dan menikmati masa tua dengan lebih baik.

Referensi

"Health screenings for men age 65 and older". MedlinePlus. Diakses Februari 2025.
"Abdominal aortic aneurysm". Mayo Clinic. Diakses Februari 2025.
"Screening for Colorectal Cancer". Center for Disease Control and Prevention. Diakses Februari 2025.
"Dental Care Among Adults Age 65 and Older: United States, 2022". Center for Disease Control and Prevention. Diakses Februari 2025.
"Eye Health Information for Adults Over 65". American Academy of Ophthalmology. Diakses Februari 2025.
"Cancer Screening Guidelines by Age". American Cancer Society. Diakses Februari 2025.
"Screening for Osteoporosis to Prevent Fractures: Recommendation Statement". American Family Physician. Diakses Februari 2025.
"Men’s Health Month: Essential Health Screenings for Men 65 Years and Older". Loretto. Diakses Februari 2025.
ElSayed, Nuha A., Grazia Aleppo, Raveendhara R. Bannuru, Dennis Bruemmer, Billy S. Collins, Laya Ekhlaspour, Jason L. Gaglia, et al. “2. Diagnosis and Classification of Diabetes: Standards of Care in Diabetes—2024.” Diabetes Care 47, no. Supplement_1 (December 11, 2023): S20–42.
Grundy, Scott M., Neil J. Stone, Alison L. Bailey, Craig Beam, Kim K. Birtcher, Roger S. Blumenthal, Lynne T. Braun, et al. “2018 AHA/ACC/AACVPR/AAPA/ABC/ACPM/ADA/AGS/APHA/ASPC/NLA/PCNA Guideline on the Management of Blood Cholesterol.” Journal of the American College of Cardiology 73, no. 24 (November 10, 2018): e285–350.
Goldstein, Larry B, Cheryl D Bushnell, Robert J Adams, Lawrence J Appel, Lynne T Braun, Seemant Chaturvedi, Mark A Creager, et al. “Guidelines for the Primary Prevention of Stroke: A Statement for Healthcare Professionals from the American Heart Association/American Stroke Association.” Stroke 45, no. 12 (December 1, 2014): 3754–3832.
"Klasifikasi Hipertensi." Kemenkes RI Direktorat Jenderal P2P. Diakses Februari 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
Misrohatun H
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us