Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Janin Tiba-tiba 'Hilang', Bagaimana Penjelasannya dari Sisi Medis?

ilustrasi hamil (pexels.com/Dominika Roseclay)

Ketika mendengar berita soal janin yang mendadak hilang, apa yang terlintas di pikiranmu? Sebagian orang mungkin langsung mengaitkannya dengan hal-hal mistis. Apalagi sebelum janinnya hilang, si calon ibu mengaku mendapatkan mimpi yang aneh.

Apakah fenomena janin hilang bisa dijelaskan secara ilmiah dari sudut pandang medis? Hal ini dikupas tuntas dalam program Health Talk yang disiarkan secara live di Instagram @idntimes pada Kamis (10/3/2022).

Narasumber yang dihadirkan ialah dr. Andri Putranda Aswar, SpOG, spesialis kebidanan dan kandungan dari Eka Hospital Pekanbaru. Mari simak bersama!

1. Ada beberapa kemungkinan, salah satunya blighted ovum

ilustrasi blighted ovum (babycenter.com.au)

Menurut dr. Andri, dari sisi medis ada dua kondisi yang mirip seperti janin yang dikatakan "hilang". Pertama adalah blighted ovum atau anembryonic pregnancy.

Ini adalah suatu kondisi di mana dijumpai tanda-tanda kehamilan, tetapi setelah pemeriksaan ultrasonografi (USG), dikonfirmasi adanya kantong kehamilan di dalam rahim namun tidak dijumpai janin.

"Ini biasanya karena masalah kromosom. Sperma yang membuahi atau sel telur yang dibuahi kualitasnya tidak baik, sehingga terjadi gangguan kromosom yang pembelahannya tidak baik. Kantong hamilnya ada, tetapi janinnya tidak ada," jelasnya.

Biasanya, blighted ovum atau hamil kosong membuat perempuan mengalami keguguran spontan. Keguguran akan terjadi di minggu ke-7 hingga ke-12.

2. Bisa juga karena pseudocyesis

ilustrasi test pack (pexels.com/cottonbro)

Dokter Andri memaparkan kemungkinan kedua, yaitu pseudocyesis atau pseudo pregnancy. Ini condong ke masalah psikologis di mana perempuan merasakan suatu keinginan yang kuat untuk hamil. Akan tetapi, ia tak kunjung hamil karena pernah mengalami trauma atau keguguran berulang.

"Terjadi perubahan-perubahan pada tubuhnya, sehingga dia merasa dirinya hamil. Terjadi perubahan hormonal karena masalah psikis tadi, seperti peningkatan prolaktin dan estrogen, sehingga muncul tanda-tanda kehamilan seperti payudara atau perut membesar dan tidak haid," dr. Andri menjelaskan.

Padahal, setelah dilakukan pemeriksaan USG, ternyata tidak dijumpai adanya kehamilan. Berdasarkan studi yang diterbitkan dalam jurnal Cureus tahun 2020, kebanyakan pseudocyesis dialami perempuan yang depresi berat atau memiliki gangguan psikotik dan terjadi juga pada pengidap gangguan bipolar yang berada di episode manik.

3. Mungkin, itu pertanda tumor

ilustrasi tumor di rahim (news-medical.net)

Selain itu, dr. Andri bercerita dirinya pernah didatangi seorang perempuan yang merasa dirinya hamil. Dari hasil tanya jawab, ini adalah kehamilan kedua dan pasien itu diketahui memiliki riwayat janin "hilang" pada kehamilan sebelumnya.

"Ketika saya periksa, ternyata tidak dijumpai tanda-tanda kehamilan. Tidak ada janin di dalam rahim. Malah yang kita jumpai adalah tumor yang cukup besar. Tumor itu menyebabkan perubahan seperti perut membesar dan haid terganggu. Jadi, dia merasa seolah-olah itu suatu kehamilan," terangnya.

Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan dalam Expert Review of Molecular Diagnostics tahun 2009, sejumlah kanker epitel dapat menghasilkan subunit β-hCG yang menyebabkan kehamilan false positive ketika dites.

Sementara, menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal Obstetrics & Gynecology di tahun 2017, dari 34 pasien dengan total β-hCG lebih besar dari 14 mIU/mL, 12 di antaranya memiliki β-hCG yang dikaitkan dengan tumor dan dikonfirmasi tidak hamil setelah dilakukan tindak lanjut klinis.

Mengutip Verywell Family, β-hCG merupakan tes untuk mengukur jumlah human chorionic gonadotropin (hCG) dalam darah. Hormon ini diproduksi 10 hari setelah pembuahan dan angka yang di atas normal dikonfirmasi sebagai kehamilan.

4. Bisa pula karena alat pemeriksaan kehamilan yang kondisinya kurang baik

ilustrasi pemeriksaan kehamilan (pexels.com/MART PRODUCTION)

Kompetensi tenaga kesehatan dan alat yang digunakan untuk memeriksa kehamilan juga sangat penting. Jika tenaga kesehatan kurang kompeten dan alat untuk memeriksa dalam keadaan kurang baik, maka bisa timbul kekeliruan dalam interpretasi data.

Ia mencontohkan satu kasus di mana kehamilan seseorang dinyatakan tidak berkembang oleh tenaga medis. Lalu, pasien itu memeriksakan kehamilannya di tempat lain. Ternyata dijumpai denyut jantung janin dan dikonfirmasi adanya kehamilan.

Bisa juga terjadi sebaliknya, yaitu dinyatakan hamil ketika diperiksa di klinik sederhana, tetapi kemudian dikonfirmasi tidak hamil di rumah sakit yang alat-alatnya lebih lengkap dan canggih.

"Walau dokter atau tenaga medis sangat ahli dalam melakukan ultrasonografi, tetapi kalau alat-alatnya kurang mumpuni, hasil pemeriksaannya bisa salah," ujar dr. Andri.

Selain itu, pasien bisa salah dalam menanggapi penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh tenaga medis. Apalagi, jika pasien memiliki pengetahuan yang terbatas atau tingkat pendidikan yang rendah.

"Taraf pendidikan mungkin bisa memengaruhi respons terhadap penjelasan dari dokter. Ketika dokter menjelaskan kehamilannya tidak berkembang atau tidak berlanjut, ia mungkin merespons yang lain seperti menganggap janinnya hilang," tuturnya.

5. Penting untuk memeriksakan kehamilan secara rutin

ilustrasi USG (pexels.com/MART PRODUCTION)

Tes kehamilan yang dilakukan sendiri di rumah belum tentu akurat. Bisa saja false positive karena tercampur dengan darah. Bisa juga karena tumor di organ kandungan yang menghasilkan hormon hCG dan hasil tes menjadi positif.

"Setelah itu, sebaiknya langsung diperiksakan. Pemeriksaan kehamilan di trimester pertama sangat penting untuk memastikan hamil atau tidak," tegas dr. Andri.

Dokter akan melakukan pemeriksaan USG, pemeriksaan sederhana untuk memastikan ini suatu kehamilan atau bukan. Setelah janinnya terlihat dan denyut jantungnya terkonfirmasi, calon ibu akan diminta kontrol sebulan sekali hingga usia kehamilan tujuh bulan.

Ketika usia kandungan di atas tujuh bulan, kontrol perlu dilakukan dua minggu sekali. Ketika usia kehamilan mencapai 36 minggu, maka perlu kontrol seminggu sekali hingga hari persalinan tiba.

"Dengan pemantauan rutin dan follow-up teratur, saya rasa sulit untuk mendapati fenomena seperti ini," ucapnya, merujuk pada fenomena janin hilang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nena Zakiah
Nurulia R F
Nena Zakiah
EditorNena Zakiah
Follow Us