Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK): Penyebab, Gejala, Pengobatan

Tahun 2015, tercatat sekitar 3,2 juta orang meninggal dunia akibat penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), seperti yang tertulis dalam laporan di jurnal The Lancet, Respiratory Medicine tahun 2017. Penyakit ini merupakan ancaman kesehatan bagi banyak orang, terutama bagi perokok.
Insiden PPOK di Indonesia sendiri tampaknya makin meningkat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, didapatkan prevalensi PPOK sebanyak 3,7 persen dan lebih sering dialami laki-laki.
PPOK atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD) adalah istilah yang merujuk pada inflamasi kronis pada paru-paru dan mengakibatkan terganggunya fungsi pernapasan. Kondisi ini bisa membuat penderitanya sulit bernapas, nyeri dada, batuk berdahak, hingga sulit beraktivitas.
Emfisema dan bronkitis kronis adalah dua kondisi umum yang paling berkontribusi pada PPOK. Kedua kondisi tersebut biasanya terjadi bersamaan dan bervariasi, tergantung tingkat keparahan penyakit.
1.PPOK sering dianggap sebagai asma
Dengan gejala yang mirip dan sukar dibedakan, banyak orang menganggap PPOK sebagai asma. Padahal, keduanya tidak sama.
Berdasarkan laporan dari Canadian Respiratory Journal, umumnya orang mengalami asma pada usia di bawah 40 tahun dan kondisinya cenderung stabil. Sementara itu, PPOK sering dialami pada usia 40 tahun ke atas dan seiring waktu kondisi akan memburuk.
Selain itu, penyebab kedua penyakit ini pun berbeda. Banyak pakar tidak mengetahui secara pasti penyebab asma. Ini biasanya dipengaruhi genetik atau kombinasi faktor lingkungan yang berperan sebagai alergen dan menjadi pemicu asma.
Di sisi lain, rokok menjadi penyebab utama seseorang mengalami infeksi pada paru-paru yang kemudian berkembang menjadi PPOK.
2.Apa yang terjadi pada paru-paru penderita PPOK?

Pada seseorang dengan PPOK, saluran udara pada paru-paru (tabung bronkial) akan mengalami penyempitan akibat peradangan. Ini menyebabkan akses keluarnya udara dari paru-paru menjadi terbatas, serta berisiko terjadi penyumbatan saluran pernapasan oleh lendir. Penyumbatan inilah yang akan membuat penderita PPOK kesulitan bernapas.
Peradangan yang terjadi juga akan membuat saraf di paru-paru jadi sangat sensitif. Akibatnya, secara alami tubuh akan merespons dengan melakukan kontraksi pada otot-otot di saluran pernapasan, dan membuat penderita mengalami batuk-batuk.
Saat batuk, pergerakan udara yang cepat di saluran pernapasan akan ikut mengeluarkan lendir di tenggorokan. Inilah sebabnya orang yang mengalami PPOK akan sering batuk pada pagi hari setelah mengalami penumpukan lendir semalaman, dilansir Michigan Medicine.
3. Tingkat keparahan dan gejala

Seperti penyakit berat lainnya, PPOK juga berawal dari gejala-gejala ringan yang cenderung sulit untuk dikenali. Gejala awalnya seperti sesekali mengalami sesak napas, batuk ringan yang berulang, dan muncul rasa tidak nyaman di tenggorokan. Seiring waktu, gejala serupa dapat terus berlanjut dengan tingkat yang lebih parah.
Menambahkan dari WebMD, berdasarkan tingkat keparahannya, PPOK dibagi menjadi empat tahapan:
- Tahap 1 (ringan): Pasien belum merasakan gejala, tetapi kemungkinan mengalami sesak napas ketika berjalan cepat di permukaan tanah yang rata ataupun bukit kecil.
- Tahap 2 (ringan): Ketika berjalan, kemungkinan harus berhenti setiap beberapa menit untuk mengatur napas.
- Tahap 3 (parah): Terengah-engah saat melakukan aktivitas sederhana seperti berpakaian dan membuka baju.
- Tahap 4 (sangat parah): Penderitanya kemungkinan mengalami gagal jantung atau paru-paru. Ini akan membuat sulit bernapas, bahkan saat sedang beristirahat.
Gejala PPOK sering kali tidak tampak hingga seseorang telah mengalami kerusakan paru-paru yang signifikan, dan biasanya gejala memburuk seiring waktu, khususnya jika paparan rokok terus berlanjut. Tanda dan gejala PPOK mungkin meliputi:
- Sesak napas, khususnya saat melakukan aktivitas fisik.
- Mengi.
- Dada terasa sesak.
- Batuk kronis yang terdapat lendir (sputum) yang mungkin jernih, berwarna putih, kuning, atau kehijauan.
- Sering mengalami infeksi pernapasan.
- Kurang berenergi.
- Penurunan berat badan (pada tahap lanjut).
- Pembengkakan pada kaki.
Orang dengan PPOK juga cenderung mengalami episode yang disebut eksaserbasi, di mana gejalanya menjadi lebih buruk daripada variasi sehari-hari yang biasa dan bertahan setidaknya selama beberapa hari.
4.Penyebab
Dilansir American Lung Association, sekitar 85 hingga 90 persen penderita PPOK adalah perokok. Tak heran, karena banyaknya kandungan toksin pada asap rokok telah terbukti dapat melemahkan kemampuan paru-paru dalam melawan infeksi, mempersempit saluran pernapasan, menyebabkan pembengkakan, hingga dapat merusak kantung udara.
Maka dari itu, merokok merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Berdasarkan hasil penelitian dalam International Journal of Chronic Obstructive Pulmonary Disease tahun 2009, penderita PPOK memiliki risiko kematian lebih tinggi dibanding orang-orang yang tidak mengalami penyakit tersebut, dan dampak yang paling jelas terlihat pada perokok aktif.
Dilaporkan juga bahwa kelompok pasien PPOK yang meninggal dunia memiliki riwayat merokok. Data menunjukkan signifikansi risiko kematian yang lebih tinggi pada orang yang terus merokok daripada yang berhenti merokok.
Tak hanya perokok aktif, perokok pasif juga berisiko mengalami PPOK karena paparan asap rokok yang juga bisa membahayakan kesehatan paru-paru, dan kondisi juga bisa berkembang menjadi penyakit kronis.
Dilansir MedlinePlus, penyebab PPOK biasanya adalah paparan jangka panjang terhadap iritan yang merusak paru-paru dan saluran udara. Pipa, cerutu, dan jenis asap tembakau lainnya juga dapat menyebabkan PPOK, terutama bila menghirupnya.
Paparan iritan inhalasi lainnya juga dapat berkontribusi pada PPOK. Ini termasuk asap rokok, polusi udara, dan asap atau debu kimia dari lingkungan atau tempat kerja.
Kondisi genetik yang disebut defisiensi antitripsin alfa-1 juga dapat berperan dalam menyebabkan PPOK, tetapi ini jarang.
5.Faktor risiko

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengembangkan PPOK meliputi:
- Paparan asap tembakau. Faktor risiko paling signifikan untuk PPOK adalah merokok jangka panjang. Makin banyak tahun merokok dan makin banyak bungkus rokok yang diiisap, makin besar risikonya. Perokok pipa, cerutu, dan ganja juga mungkin berisiko, serta orang-orang yang terpapar asap rokok (perokok pasif) dalam jumlah besar.
- Memiliki asma. Asma, penyakit inflamasi saluran napas kronis, dapat menjadi faktor risiko berkembangnya PPOK. Kombinasi asma dan merokok meningkatkan risiko PPOK lebih tinggi.
- Paparan debu dan bahan kimia di tempat kerja. Paparan jangka panjang terhadap asap, uap, dan debu bahan kimia di tempat kerja dapat mengiritasi dan menyebabkan peradangan pada paru-paru.
- Paparan asap dari pembakaran bahan bakar. Di negara berkembang, orang yang terpapar asap dari pembakaran bahan bakar untuk memasak dan pemanasan di rumah yang berventilasi buruk berisiko lebih tinggi terkena PPOK.
- Genetika. Kelainan genetik yang jarang terjadi, defisiensi alpha-1-antitrypsin, adalah penyebab beberapa kasus PPOK. Faktor genetik lain kemungkinan membuat perokok tertentu lebih rentan terhadap penyakit ini.
6. Diagnosis
Mengutip Cleveland Clinic, untuk menilai paru-paru dan kesehatan secara keseluruhan, dokter akan mengambil riwayat kesehatan, melakukan pemeriksaan fisik dan memesan beberapa tes, seperti tes pernapasan.
Pasien akan ditanya apakah merokok, pernah terpapar debu atau polusi udara dalam jangka panjang, apakah ada anggota keluarga yang menderita PPOK, apakah mengalami sesak napas saat berolahraga dan saat istirahat, apakah mengalami batuk atau mengi dalam waktu yang lama, dan apakah batuk berdahak.
Selain itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik. Ini dapat meliputi:
- Mendengarkan paru-paru dan jantung.
- Memeriksa tekanan darah dan nadi.
- Memeriksa hidung dan tenggorokan.
- Memeriksa kaki dan pergelangan kaki untuk pembengkakan.
Beberapa tes juga mungkin akan diperlukan, seperti dengan spirometri untuk melihat seberapa baik paru-paru bekerja. Untuk tes ini, pasien meniupkan udara ke dalam tabung yang terpasang pada mesin. Tes fungsi paru-paru ini mengukur seberapa banyak udara yang dapat bisa dihirup dan seberapa cepat pasien mampu melakukannya.
Dokter juga mungkin juga ingin menjalankan beberapa pengujian lain, seperti:
- Oksimetri nadi untuk mengukur oksigen dalam darah.
- Analisis gas darah untuk memeriksa kadar oksigen dan karbon dioksida.
- Elektrokardiogram (ECG atau EKG) untuk memeriksa fungsi jantung dan menyingkirkan kemungkinan penyakit jantung sebagai penyebab sesak napas.
- Rontgen dada atau CT scan dada untuk mencari perubahan paru-paru yang disebabkan oleh PPOK.
- Tes latihan untuk menentukan apakah kadar oksigen dalam darah turun saat berolahraga.
7.Pengobatan

PPOK tidak ada obatnya. Namun, perawatan dapat membantu mengatasi gejala, memperlambat perkembangan penyakit, dan meningkatkan kemampuan pasien untuk tetap aktif. Ada juga perawatan untuk mencegah atau mengobati komplikasi penyakit. Perawatan PPOK dapat meliputi:
1. Perubahan gaya hidup
- Berhenti merokok jika kamu seorang perokok. Ini adalah langkah terpenting yang untuk pengobatan PPOK.
- Menghindari asap rokok dan tempat-tempat di mana kamu mungkin menghirup iritan paru-paru lainnya.
- Tanyakan ke dokter untuk rencana makan yang akan memenuhi kebutuhan nutrisi. Tanyakan juga tentang seberapa banyak aktivitas fisik yang aman dilakukan. Aktivitas fisik dapat memperkuat otot-otot yang membantu pasien bernapas dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.
2. Obat-obatan
- Bronkodilator: Untuk mengendurkan otot-otot di sekitar saluran udara. Ini membantu membuka saluran udara membuat bernapas jadi lebih mudah. Kebanyakan bronkodilator diambil melalui inhaler. Dalam kasus yang lebih parah, inhaler mungkin juga mengandung steroid untuk mengurangi peradangan.
- Vaksin untuk flu dan pneumonia pneumokokus: Ini karena pasien PPOK berisiko lebih tinggi mengalami masalah serius akibat penyakit ini.
- Antibiotik: Diresepkan jika pasien mengalami infeksi paru-paru bakteri atau virus.
3. Terapi oksigen
Apabila pasien mengalami PPOK parah dan kadar oksigen dalam darah rendah, terapi oksigen dapat membantu bernapas lebih baik. Pasien mungkin membutuhkan oksigen ekstra sepanjang waktu atau hanya pada waktu-waktu tertentu.
3. Rehabilitasi paru
Ini merupakan program yang membantu meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang memiliki masalah pernapasan kronis. Ini mungkin termasuk:
- Program latihan.
- Pelatihan manajemen penyakit.
- Konseling nutrisi.
- Konseling psikologi.
4. Pembedahan
Ini biasanya dilakukan sebagai upaya terakhir untuk pasien yang memiliki gejala parah yang kondisinya belum membaik dengan obat-obatan.
- Untuk PPOK yang terutama terkait dengan emfisema, ada operasi yang dapat mengangkat jaringan paru-paru yang rusak, serta mengangkat ruang udara besar (bula) yang dapat terbentuk ketika kantung udara mengalami kerusakan. Bula dapat mengganggu pernapasan.
- Untuk PPOK yang parah, beberapa pasien mungkin memerlukan transplantasi paru-paru.
Jika kamu mengidap PPOK, penting untuk mengetahui kapan dan di mana mendapatkan bantuan untuk gejala. Segera cari perawatan darurat bila memiliki gejala yang parah seperti kesulitan bernapas atau berbicara. Hubungi dokter jika gejala makin parah atau jika memiliki tanda-tanda infeksi, seperti demam.
8. Komplikasi yang dapat terjadi
PPOK dapat menyebabkan banyak komplikasi, termasuk:
- Infeksi pernapasan. Pasien PPOK lebih mungkin terkena pilek, flu, dan pneumonia. Infeksi pernapasan apa pun dapat membuat Anda lebih sulit bernapas dan dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada jaringan paru-paru.
- Masalah jantung. Untuk alasan yang tidak sepenuhnya dipahami, PPOK dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, termasuk serangan jantung.
- Kanker paru-paru. Pasien PPOK berisiko lebih tinggi terkena kanker paru-paru.
- Tekanan darah tinggi di arteri paru-paru. PPOK dapat menyebabkan tekanan darah tinggi di arteri yang membawa darah ke paru-paru (hipertensi pulmonal).
- Depresi. Kesulitan bernapas dapat menghalangi pasien melakukan aktivitas yang disukai. Dan, berurusan dengan penyakit serius dapat menjadi faktor berkembangnya depresi.
9.Pencegahan

Sebelum mengalami penurunan fungsi paru-paru, akan jauh lebih baik jika kita melakukan serangkaian upaya pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah:
- Berhenti merokok atau tidak memulainya.
- Menghindari hal-hal yang dapat memicu iritasi pernapasan dengan menggunakan masker.
- Rajin berolahraga.
- Menerapkan pola makan sehat.
- Rutin konsultasi ke dokter terkait kesehatan paru-paru.
Itulah informasi seputar penyakit paru obstruktif kronis atau PPOK yang rentan dialami perokok. Sebelum mengalaminya, segera stop merokok dan hindari paparan asapnya, dan tentunya terapkan pola hidup sehat. Jangan ragu untuk memeriksakan diri ke dokter bila mengalami gejala seperti yang sudah disebutkan di atas tadi agar bisa diketahui penyebabnya dan mendapat penanganan yang tepat.