Pahami Perbedaan Chlamydia dan Gonore, Gejalanya Bisa Serupa

Penyakit menular seksual yang perlu diwaspadai

Klamidia dan gonore merupakan dua di antara beberapa jenis penyakit menular seksual. Sering dianggap sama, gejala klamidia dan gonore memang sedikit sulit dibedakan. 

Baik klamidia maupun gonore termasuk penyakit menular seksual yang jamak terjadi. Data World Health Organization (WHO) pada 2016 menunjukkan, sekitar 127 juta kasus baru klamidia dan 87 juta kasus gonore di seluruh dunia. Ini terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Lalu, apa perbedaan chlamydia dan gonore?

Klamidia vs Gonore

Di Amerika Serikat, klamidia merupakan salah satu penyakit menular seksual yang paling sering dilaporkan. Penyebabnya adalah bakteri Chlamydia trachomatis. Infeksi klamidia bisa terjadi di mulut, organ reproduksi, uretra, dan rektum. Pada perempuan, infeksi ini jamak terjadi di leher rahim.

Adapun gonore merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhea. Kedua penyakit ini cenderung sulit dibedakan, karena memiliki gejala serupa dan tanda-tandanya acap muncul bersamaan. Pada perempuan, gejala awal gonore mungkin disalahartikan sebagai saluran kemih kecil atau infeksi vagina.

Bagaimana klamidia dan gonore ditularkan?

Pahami Perbedaan Chlamydia dan Gonore, Gejalanya Bisa Serupailustrasi menggunakan kondom (Unsplash.com/Deon Black)

Layaknya penyakit menular seksual lainnya, risiko penularan terbesar dari klamidia dan gonore yakni melalui hubungan intim tanpa pengaman fisik. Termasuk saat aktivitas seks vaginal, anal, hingga oral. 

Bahkan meski memakai 'pelindung', penularan masih bisa terjadi jika gak menggunakan produk dengan benar. Berlaku juga apabila kondom mengalami robek dan bocor. 

Selain itu, klamidia dan gonore juga dapat ditularkan melalui kontak fisik non seksual. Misalnya, gak sengaja menyentuh area luka atau individu mengalami infeksi di tenggorokan dan rektum. 

Dilansir K Health, siapa pun yang aktif secara seksual memiliki risiko tertular klamidia dan gonore. Infeksi klamidia dan gonore ini pun dapat meningkat jika pernah mengalami penyakit menular seksual lain sebelumnya. 

Baca Juga: 7 Ciri-Ciri Kondom Kedaluwarsa, Berisiko Jika Dipakai

Gejala

Baik klamidia maupun gonore sama-sama bisa memiliki gejala serupa. Namun, sebagian besar kasus gak menunjukkan ciri-ciri di awal infeksi, melansir CDC.

Untuk menentukan diagnosis klamidia atau gonore, dokter perlu melakukan beberapa pengujian laboratorium. Selain itu, laki-laki dan perempuan bisa jadi mengalami gejala yang berbeda. 

Laki-laki umumnya mengalami:

  • Munculnya cairan (nanah) dari penis
  • Pembengkakan testis dan penis yang menyakitkan.

Sementara pada perempuan, gejala khas yang biasanya timbul, yakni:

  • Pendarahan di antara periode menstruasi
  • Keputihan berwarna kuning atau pekat gelap dengan bau menyengat.

Selain itu, terdapat gejala umum yang bisa mengindikasikan seseorang terinfeksi klamidia atau gonore. Gejala tersebut yaitu:

  • Sakit saat berhubungan seks
  • Nyeri dan muncul sensasi terbakar di tempat infeksi, misalnya vagina, penis, atau anus
  • Sensasi terbakar saat buang air kecil.

Meski demikian, baik klamidia atau gonore mungkin gak menunjukkan gejala sama sekali. Tanda-tanda biasanya timbul sekitar 3 minggu setelah individu terinfeksi bakteri. 

Perbedaan chlamydia dan gonore

Pahami Perbedaan Chlamydia dan Gonore, Gejalanya Bisa Serupailustrasi obat (unsplash.com/Isaac Quesada)

Jika dilihat dari gejalanya, akan sulit menemukan perbedaan chlamydia dan gonore. Satu-satunya cara yakni dengan melakukan uji laboratorium untuk mengetahui jenis bakteri penyebabnya. Barulah bisa diketahui seseorang terkena klamidia, gonore, atau infeksi penyakit seksual lainnya. 

Hal dasar yang membedakan keduanya adalah bakteri penyebabnya. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, klamidia disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis, sedangkan gonore diakibatkan bakteri Neisseria gonorrhea. Meski demikian, media penularannya tetaplah sama. 

Kedua infeksi juga dapat diobati dengan terapi antibiotik. Namun, pemberian jenis obat untuk klamidia dan gonore berbeda. 

Pengobatan klamidia

Dokter akan meresepkan obat azitromisin (Zithromax dan Z-Pak) sebagai pengobatan klamidia. Obat tersebut diminum sekaligus atau dalam jangka waktu tertentu, biasanya sekitar 5 hari.

Selain itu, doksisiklin (Oracea dan Monodox) juga bisa diresepkan sebagai obat klamidia. Antibiotik ini biasanya diberikan sebagai tablet oral dua kali sehari yang perlu dikonsumsi sekitar 1 minggu.

Setiap individu yang mendapat perawatan klamidia diwajibkan mengonsumsi antibiotik sesuai dengan ketentuan medis. Sebab, terlalu banyak antibiotik dapat memicu resistensi, sedangkan gak meminumnya secara teratur mungkin gak menghilangkan bakteri dengan baik. 

Baca Juga: 5 Cara Penularan HIV/AIDS yang Perlu Kamu Waspadai

Pengobatan gonore

Berbeda dengan klamidia yang banyak memberikan obat oral, pengobatan gonore umumnya menggunakan ceftriaxone atau Rocephin. Obat tersebut diberikan oleh dokter dalam bentuk suntikan di area bokong.

Ceftriaxone dan azithromycin pernah disarankan CDC sebagai terapi pengobatan gonore. Namun, pedoman tersebut diubah karena bakteri penyebab gonore jadi makin resisten terhadap azitromisin.

Dilansir Healthline, gonore lebih mungkin untuk menjadi resisten terhadap antibiotik jika dibandingkan dengan klamidia. Apabila individu tertular infeksi dengan strain yang resisten, maka memerlukan pengobatan antibiotik tambahan yang direkomendasikan oleh dokter.

Risiko komplikasi

Pahami Perbedaan Chlamydia dan Gonore, Gejalanya Bisa Serupailustrasi testis dan penis (pexels.com/Deon Black)

Baik klamidia maupun gonore (dan kebanyakan infeksi menular seksual lainnya) berisiko komplikasi. Infeksi yang dibiarkan terlalu lama, akan membuat penderita lebih rentan terhadap penyakit menular seksual lain, seperti HIV

Pada laki-laki, infeksi klamidia atau gonore berisiko menyebabkan infeksi testis atau epididimitis. Hal ini terjadi akibat peningkatan jumlah bakteri dan menyebar hingga ke masing-masing bagian testis. 

Selain itu, infeksi kelenjar prostat atau prostatitis juga dapat terjadi. Kondisi ini menyebabkan cairan tambahan saat ejakulasi. Akibatnya, ejakulasi atau kencing terasa sakit, hingga memicu demam dan nyeri di punggung bawah.

Pada perempuan, perbedaan klamidia dan gonore dari segi risiko gak terlalu ketara. Keduanya dapat memicu penyakit radang panggul, yakni  ketika rahim atau saluran tuba mengandung infeksi dari bakteri. Jika gak diobati, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan reproduksi.

Klamidia dan gonore juga dapat memicu kehamilan ektopik, yakni keadaan sel telur yang telah dibuahi menempel pada jaringan di luar rahim. Selain itu, infeksi menular seksual dapat diturunkan dan berisiko tinggi mengalami infeksi mata serta pneumonia pada bayi yang dilahirkan. 

Perbedaan chlamydia dan gonore gak begitu signifikan, selain pada bakteri penyebab dan pengobatannya. Nah, yang perlu diperhatikan adalah menerapkan seks aman dan sehat guna menghindari infeksi dan penularan. 

Baca Juga: Obat Antiretroviral: Terapi Pengobatan Pasien HIV/AIDS

Topik:

  • Laili Zain
  • Lea Lyliana
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya