Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

6 Film Horor yang Raih Nominasi Best Cinematography di Oscar

adegan dalam film Nosferatu. (dok. Focus Features/Nosferatu)

Sinematografi merupakan salah satu elemen penting dalam sebuah film, termasuk dalam genre horor. Sinematografi yang mumpuni tak hanya mampu menciptakan atmosfer mencekam, tetapi juga menghidupkan visualisasi yang menyeramkan dan memperkuat rasa takut penonton. Tak heran jika kemudian sejumlah film horor berhasil unjuk gigi di ajang penghargaan tertinggi bagi insan perfilman, Academy Awards atau Oscar, khususnya dalam kategori Best Cinematography.

Perjalanan film horor di kategori Best Cinematography Oscar tidaklah mudah. Genre ini butuh waktu lama untuk mendapatkan pengakuan. Dimulai dari era pre-Code—periode awal produksi film bersuara di Hollywood—lewat film Dr. Jekyll and Mr. Hyde (1931), film horor mulai menunjukkan tajinya. Setelahnya, beberapa film horor silih berganti masuk nominasi dan bersaing dengan film dari genre lain untuk memperebutkan piala emas.

Lantas, film horor apa saja yang berhasil meraih nominasi Best Cinematography di Oscar? Setidaknya ada enam film horor yang sukses mencatatkan namanya dalam sejarah Oscar. Salah satunya adalah Nosferatu (2024), remake dari film horor klasik yang baru saja dinominasikan di Oscar 2025 dan siap tayang di bioskop Indonesia pada Februari ini!

1. The Exorcist (1973)

adegan dalam film The Exorcist. (dok. Warner Bros./The Exorcist)

Berhasil meraih 10 nominasi Oscar, termasuk Best Picture, The Exorcist menjelma menjadi film horor ikonik yang tak lekang oleh waktu. Film yang disutradarai oleh William Friedkin ini mengisahkan tentang seorang gadis muda yang dirasuki iblis dan perjuangan dua pastor untuk menyelamatkannya. Tak hanya mengandalkan jump scare, kengerian yang ditampilkan The Exorcist juga berasal dari ketegangan psikologis yang mencekam.

Sinematografi The Exorcist yang digarap oleh Owen Roizman menjadi salah satu kekuatan utama film ini. Roizman, yang sebelumnya dikenal lewat karyanya di The French Connection (1971), berhasil menciptakan atmosfer yang suram dan mencekam. Penggunaan cahaya alami dan teknik low-key lighting memberikan kesan realis pada film sehingga menambah kengerian yang dirasakan penonton.

Roizman sendiri adalah seorang sinematografer ternama yang telah terlibat dalam banyak film-film besar. Selain The Exorcist dan The French Connection, ia juga dikenal lewat karyanya di Network (1976) dan Tootsie (1982). Sayangnya, meski telah lima kali dinominasikan untuk Oscar (termasuk untuk The Exorcist), Roizman belum pernah memenangkan piala tersebut.

2. Sleepy Hollow (1999)

adegan dalam film Sleepy Hollow. (dok. Paramount Pictures/Sleepy Hollow)

Tim Burton dan sinematografi adalah dua kata yang tak terpisahkan. Film-filmnya, termasuk Sleepy Hollow, sering kali menampilkan dunia yang gelap, fantastis, dan surealis dengan sentuhan gotik yang khas. Tak heran, Sleepy Hollow berhasil meraih nominasi Oscar untuk kategori Best Cinematography.

Sleepy Hollow bercerita tentang Ichabod Crane (Johnny Depp), seorang detektif yang dikirim ke desa Sleepy Hollow untuk menyelidiki serangkaian pembunuhan misterius. Desa ini dihantui oleh legenda Headless Horseman, seorang prajurit Hessian yang tewas dan kini bangkit kembali untuk mencari kepalanya. Crane, yang awalnya skeptis, dipaksa untuk menghadapi ketakutannya sendiri dan mengungkap misteri di balik teror Headless Horseman.

Di balik visual Sleepy Hollow yang memukau, terdapat Emmanuel Lubezki, sinematografer ternama yang memenangkan tiga piala Oscar untuk karyanya di Gravity (2013), Birdman (2014), dan The Revenant (2015). Lubezki berhasil menciptakan dunia Sleepy Hollow yang suram dan misterius dengan penggunaan warna-warna yang didominasi oleh nuansa abu-abu dan biru. Sentuhan warna merah yang muncul sesekali, seperti darah atau api, juga memberikan kontras yang dramatis dan memperkuat kesan horor.

3. Black Swan (2010)

adegan dalam film Black Swan. (dok. Fox Searchlight Pictures/Black Swan)

Pencinta film horor psikologis pasti hapal dengan film karya Darren Aronofsky ini. Sukses menyabet Best Actress untuk Natalie Portman di Oscar 2011, Black Swan menyelami sisi gelap dunia balet yang glamor, mengeksplorasi ambisi, perfeksionisme, dan kehancuran psikologis seorang balerina. Kombinasi antara visual yang memukau dan cerita yang mencekam membuat film ini juga dinominasikan dalam kategori Best Cinematography di ajang bergengsi tersebut.

Black Swan berkisah tentang Nina Sayers (Portman), seorang balerina ambisius yang berjuang untuk mendapatkan peran utama dalam pertunjukan Swan Lake. Tekanan untuk tampil sempurna dan persaingan ketat di dunia balet membuatnya semakin terobsesi. Perlahan, Nina mulai kehilangan kendali atas realitas, terutama setelah kemunculan Lily (Mila Kunis), penari baru yang berbakat.

Sinematografi Black Swan digarap oleh sinematografer yang kerap berkolaborasi dengan Aronofsky dalam karya-karyanya, Matthew Libatique. Libatique dengan cerdik memanfaatkan berbagai teknik sinematografi untuk menggambarkan kondisi psikologis Nina yang semakin memburuk, seperti penggunaan cermin dan pantulan cahaya yang berulang kali muncul di sepanjang film. Selain itu, gerakan kamera yang dinamis dan terkadang tak stabil, turut membuat penonton seolah-olah juga ikut terperangkap dalam pikiran Nina yang kacau.

4. The Lighthouse (2019)

adegan dalam film The Lighthouse. (dok. A24/The Lighthouse)

Kegagalan The Witch (2015) dalam meraih nominasi Best Cinematography di Oscar 2016 memang disayangkan banyak pihak. Namun, Robert Eggers, sebagai sutradara, tak menyerah dan terus mengembangkan gaya sinematiknya yang khas. Terbukti, karyanya yang berjudul The Lighthouse berhasil mencuri perhatian dan masuk dalam nominasi penghargaan bergengsi tersebut.

Berlatar di sebuah pulau terpencil di lepas pantai New England pada 1890-an, The Lighthouse mengisahkan tentang dua penjaga mercusuar. Mereka adalah seorang penjaga tua (Willem Dafoe) dan pria muda misterius (Robert Pattinson) yang disewa untuk membantunya selama sebulan. Meskipun awalnya mereka hidup berdampingan dengan cukup baik, kesendirian dan menipisnya persediaan makanan membuat kedua pria itu berjuang untuk mempertahankan kewarasan mereka.

Dikemas dalam balutan sinematografi hitam putih garapan Jarin Blaschke, The Lighthouse menyajikan pengalaman menonton yang mencekam sekaligus memukau. Film ini menggunakan format aspect ratio 1.19:1 yang memberikan kesan klaustrofobia dan memperkuat suasana terisolasi di pulau tersebut. Menariknya lagi, Blaschke menggunakan film hitam putih Kodak Double-X, satu-satunya film hitam putih yang masih tersedia setelah penghentian produksi Plus-X di tahun 2011, untuk menciptakan tekstur yang khas pada filmnya.

5. El Conde (2023)

adegan dalam film El Conde. (dok. Netflix/El Conde)

Tak hanya Hollywood, nominasi Best Cinematography Oscar juga datang dari Amerika Latin, tepatnya Chili, lewat film El Conde. Film ini menyajikan kisah horor satir tentang diktator Chili, Augusto Pinochet, yang digambarkan sebagai vampir berusia 250 tahun. Metafora menggelitik tersebut digunakan Pablo Larraín, sebagai sutradara, untuk menggambarkan korupsi dan siklus kekerasan yang terus berulang di Chili.

El Conde mengisahkan Augusto Pinochet (Jaime Vadell) yang lelah hidup dan berencana untuk mati. Keputusannya ini memicu kekacauan di antara keluarganya yang serakah dan hanya tertarik pada kekayaannya. Di tengah intrik keluarga, seorang biarawati eksorsis muncul dengan misi untuk menyingkirkan iblis yang diyakini merasuki Pinochet.

Seperti The Lighthouse, El Conde juga menawarkan visual hitam putih memukau yang digarap oleh tangan dingin Ed Lachman, sinematografer yang tahun ini juga meraih nominasi yang sama lewat Maria (2024). Lachman dikenal karena keahliannya dalam menggunakan cahaya dan bayangan untuk menciptakan atmosfer yang kuat. Dalam El Conde, Lachman bahkan bekerja sama dengan ARRI—perusahaan teknologi kamera film terkemuka—untuk mengembangkan kamera hitam putih khusus, ALEXA Mini LF, demi mewujudkan visi Larraín.

6. Nosferatu (2024)

adegan dalam film Nosferatu. (dok. Focus Features/Nosferatu)

Lima tahun setelah dinominasikan lewat The Lighthouse di Oscar 2020, Jarin Blaschke kembali melenggang ke ajang penghargaan bergengsi tersebut tahun ini lewat film keempat kerja samanya dengan Robert Eggers, Nosferatu. Film ini merupakan remake dari film horor klasik tahun 1922, Nosferatu: A Symphony of Horror, yang diadaptasi dari novel Dracula karya Bram Stoker. Keduanya berupaya menghadirkan kembali kisah ikonik Count Orlok ke layar lebar dengan sentuhan visual yang segar dan mencekam.

Nosferatu mengisahkan tentang Thomas Hutter (Nicholas Hoult), seorang agen properti yang melakukan perjalanan ke Transylvania untuk bertemu kliennya yang misterius, Count Orlok (Bill Skarsgård). Tanpa disadari, kedatangan Hutter ke kastil Orlok melepaskan teror kuno yang mengancam nyawa orang-orang terdekatnya, termasuk istrinya, Ellen (Lily-Rose Depp). Kisah ini berfokus pada perjuangan Ellen melawan kekuatan jahat Orlok, obsesi sang vampir terhadap dirinya, dan ketidakpercayaan orang-orang di sekitarnya terhadap apa yang ia rasakan.

Sinematografi garapan Blaschke dalam Nosferatu layaknya mimpi buruk yang indah: menghantui, tapi memikat secara visual. Ia dengan mahir memainkan chiaroscuro, teknik pencahayaan yang menekankan kontras antara terang dan gelap, sehingga menciptakan atmosfer gotik yang kental dan mencekam. Bayangan-bayangan panjang, kabut tebal, dan siluet menakutkan menjadi elemen penting dalam membangun rasa takut dan misteri sepanjang film.

Penasaran bagaimana Blaschke menghidupkan visi Eggers dalam Nosferatu? Setelah tayang perdana di Amerika Serikat pada 25 Desember lalu, kabar baiknya, Nosferatu bakal "meneror" pencinta horor di Indonesia mulai Rabu (5/2/2025). Jangan sampai kelewatan kesempatan untuk menyaksikan mahakarya horor ini di layar lebar, ya!

Sinematografi memang punya peran krusial dalam membangun kengerian di film horor. Dari penggunaan cahaya yang dramatis hingga permainan warna yang simbolis, semuanya berkontribusi menciptakan pengalaman menonton yang tak terlupakan. Jadi, buat kamu yang penasaran dengan visualisasi horor kelas Oscar, enam film dengan sinematografi yang memukau di atas bisa menjadi tambahan yang tepat untuk daftar tontonanmu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Wibawa
EditorSatria Wibawa
Follow Us