[REVIEW] Strange Darling dan Keunggulan Film Thriller Nonlinear

Masih terngiang film Maharaja (2024)? Coba tonton juga film thriller indie berjudul Strange Darling (2023). Mirip dengan film Malayalam yang sempat hebohkan jagat maya itu, Strange Darling garapan J.T. Mollner menerapkan struktur nonlinear yang brilian. Kamu bakal dibikin ternganga tak percaya dengan pelintiran alurnya yang luar biasa menipu.
Seberapa seru sih film ini? Siapa pula aktor yang berhasil mengeksekusi ide cemerlang Mollner? Langsung simak ulasan film Strange Darling berikut ini.
1. Film dibuka dengan disklaimer kalau film ini terinspirasi peristiwa nyata

Jangan tergocek dulu, klaim terinspirasi peristiwa nyata sebenarnya sebuah kebebasan bagi sineas melakukan dramatisasi dan modifikasi. Begitu pula dalam Strange Darling yang tampaknya diambil dari beberapa kejadian sekaligus, dalam hal ini berhubungan dengan pembunuh berantai. Mengingat ada banyak pembunuh berantai di dunia, tak jelas siapa yang jadi inspirasi Mollner.
Namun, yang pasti, klaim itu mengarahkan penonton untuk membuat asumsi yang seragam. Ketika kamera statis menangkap sosok perempuan berpiyama merah sedang berlari ke arah kamera dengan darah bercucuran dari telinga kirinya, penonton langsung sepakat kalau ia pasti salah satu korban yang berhasil kabur. Menariknya, ketika layar berganti menampilkan judul, ia membocorkan kalau film ini dibaginya dalam 6 babak dan adegan yang barusan kamu saksikan tadi adalah babak kesekian. Bukan babak pertama seperti yang seharusnya.
2. Tak ada pemeran pendukung yang tak punya andil dalam plot, detailnya mencengangkan

Tak berapa lama, film berlanjut ke babak sebelumnya yang menggambarkan kondisi sebelum lakon kita tadi berlari. Ia tampak menaiki sebuah mobil merah dan dikejar seorang pria yang menaiki truk hitam, lengkap dengan pistol besar yang melintang di lengannya. Seperti Barbarian (2022), trailer film ini tak banyak membantu. Dengan adegan awal yang seperti itu, hampir pasti kamu yakin kalau film akan berkutat pada upaya si lakon menghindari sosok yang mengejar dan tampak sudah serta hendak menyakitinya itu.
Namun, seperti Barbarian dan Maharaja, kamu wajib bersiap menerima segala kemungkinan tak terduga. Awalnya, film tampak menerapkan struktur linear, yakni dengan setia mengekor gerak-gerik sang lakon sampai akhirnya ia menemukan rumah dan meminta bantuan pada pasutri lansia yang menghuni rumah itu. Namun, kamera kemudian beralih menunjukkan sang lakon sedang bersembunyi di dalam kotak sambil menggigil ketakutan. Mollner membiarkan penonton bertanya-tanya di mana dua pasutri pemilik rumah itu.
Strange Darling adalah tipe film yang butuh perhatian penuhmu. Ada banyak detail yang sebaiknya tidak kamu lewatkan. Mulai dari kostum para karakter sampai posisi terakhir mereka di film berisi jawaban untuk segala teka-teki yang disusun Mollner. Detail-detail ini pula yang memikat penonton untuk tidak berpaling dari layar.
3. Sinematografi dan diskursus relasi gender bikin film makin memikat

Lensa 35mm Giovanni Ribisi, sang sinematografer kemudian melompat lagi ke babak pertama. Babak yang seharusnya jadi pembuka film, tetapi diletakkan Mollner pada pertengahan. Babak di mana kedua protagonis kita, si lakon dan si pria bertemu dan berkenalan untuk pertama kali inilah yang bakal membuka banyak kotak pandora di Strange Darling.
Memakai warna merah sebagai titik fokus, Ribisi berhasil menunjukkan superioritasnya. Caranya meletakkan kamera untuk adegan close-up juga patut diacungi jempol. Tekniknya sukses membuat intimasi dan tensi para karakternya terasa sampai ke penonton. Jangan lupakan pula performa cemerlang Willa Fitzgerald (The Fall of the House of Usher, Reacher) dan Kyle Gallner (Smile, The Passenger, Scream) sebagai dua protagonis utama. Tanpa kepiawaian mereka melakukan eksekusi untuk ide nyeleneh Mollner, rasanya film ini tak akan seciamik ini.
Satu poin menarik lain dari Strange Darling adalah diskursus tentang relasi gender (pola hubungan antargender yang didasarkan pada konstruksi sosial) yang disertakan Mollner. Akan ada banyak adegan di mana stigma yang melekat pada laki-laki dan perempuan diobrak-abrik dan disangkal. Konsep itu pula yang bakal jadi twist utama dari film thriller independen tersebut. Untuk film fitur keduanya ini, J.T. Mollner layak dapat skor 5/5.