7 Kritik Budaya Kerja dan Tekanan Sosial di The Dream Life of Mr. Kim

Drama Korea The Dream Life of Mr. Kim, garapan sutradara Cho Hyun Tak dan dibintangi Ryu Seung Ryong, bercerita tentang Kim Nak Su, manajer veteran yang tiba-tiba kehilangan pijakan hidup setelah puluhan tahun mengabdi. Kehidupan profesionalnya runtuh, memaksanya mempertanyakan arti kesuksesan yang selama ini diukur dari jabatan dan status.
Dengan narasi satir dan menyentuh, drama ini menyoroti realitas kerja di Korea Selatan — dunia yang menuntut kesempurnaan, loyalitas tanpa batas, dan pencitraan sosial. Lebih dari sekadar krisis paruh baya, serial ini merefleksikan tekanan sosial, dinamika keluarga, dan nilai kemanusiaan yang sering terpinggirkan oleh ambisi. Berikut tujuh kritik utama drama ini terhadap budaya kerja dan tekanan sosial modern!
1. Nak Su menilai kesuksesan dari jabatan dan simbol materi, mengabaikan makna dan kebahagiaan hidup

2. Ia berambisi keras menjadi eksekutif dan nomor satu, hingga kehilangan empati dan keseimbangan hidup

3. Nak Su menunda promosi bawahan berprestasi demi teman dekat, mencerminkan budaya kerja yang tidak adil

4. Nak Su hanya menekankan kerja tanpa memahami tim, membuat hubungan kerja dingin dan kurang manusiawi

5. Nak Su menggunakan kedekatan dengan atasan untuk melindungi rekan berkinerja buruk, mencerminkan budaya yang sarat politik kantor

6. Tae Hwan menekan Nak Su untuk melindungi posisinya yang buruk, memicu stres dan konflik di lingkungan kerja

7. Nak Su bekerja serius hanya demi pujian atasan, menggambarkan motivasi semu dalam budaya korporat

The Dream Life of Mr. Kim bukan sekadar drama tentang krisis karier, tapi cermin bagi siapa pun yang terjebak dalam tekanan kerja dan pencitraan sosial. Dengan alur yang menyentuh dan akting kuat dari Ryu Seung Ryong, serial ini mengajak penonton berhenti sejenak, menilai ulang arti sukses, dan mencari kembali makna hidup di luar kantor. Sebuah tontonan yang relevan dan layak disaksikan.


















