Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Akibat jika Lingkungan Kerja Tidak Memiliki Budaya Inklusif

ilustrasi konflik (pexels.com/Antoni Shkraba)

Lingkungan kerja selalu diisi orang dari berbagai macam latar belakang. Masing-masing Individu memiliki karakter unik dan khas. Mengetahui keberagaman tersebut, seharusnya lingkungan kerja mampu menanamkan budaya inklusif. Orang-orang di dalamnya menghargai perbedaan sehingga saling terhubung dan merasa diterima.

Namun demikian, apa jadinya jika lingkungan kerja tidak memiliki budaya inklusif? Padahal, budaya inklusif dalam lingkungan kerja menjadi penentu solidaritas. Kurang lebih, tujuh akibat ini pasti terjadi. Apa kamu sedang merasakan lingkungan kerja yang memiliki situasi demikian?

1. Memiliki citra dan reputasi buruk

ilustrasi bermalasan (pexels.com/Karolina Grabowska)

Budaya kerja inklusif identik dengan menghargai keberagaman. Orang-orang di dalamnya merasa diterima dan saling terhubung. Tapi yang menjadi masalah, beberapa lingkungan kerja tidak memiliki budaya inklusif.

Entah disadari atau tidak, sejumlah akibat akan terjadi. Lingkungan kerja berubah memiliki citra dan reputasi buruk. Tentu ini mempengaruhi sudut pandang di lingkungan masyarakat. Label buruk akan bertahan dalam jangka panjang.

2. Terciptanya konflik dalam lingkungan kerja

ilustrasi menyelesaikan konflik (pexels.com/Yan Krukau)

Siapa yang mau terjebak di tengah lingkungan kerja tidak harmonis? Orang-orang di dalamnya saling berkonflik demi kepentingan pribadi. Setiap dari kita pasti tidak ingin dihadapkan dengan lingkungan kerja demikian. Perlu diketahui, lingkungan kerja yang memiliki budaya inklusif memiliki akibat tersendiri.

Termasuk dengan terciptanya konflik dalam lingkungan kerja. Orang-orang di dalamnya saling berselisih paham karena perbedaan kepentingan. Ketegangan ini bisa berdampak negatif pada kerjasama tim dan efisiensi kerja.

3. Tingkat kepuasan kerja yang rendah

ilustrasi kelelahan (pexels.com/RDNE Stock Project)

Seharusnya setiap lingkungan kerja memiliki budaya inklusif di dalamnya. Karena ini berkaitan dengan solidaritas dan kerjasama tim. Apa jadinya jika suatu lingkungan kerja mengabaikan budaya inklusif yang seharusnya diterapkan?

Di sinilah permasalahan terjadi. Lingkungan kerja memiliki tingkat kepuasan yang rendah. Mereka yang bekerja keras merasa tidak diapresiasi dengan layak. Hal ini bisa mengarah pada peningkatan stres dan permasalahan dalam jangka panjang.

4. Pengembangan sumber daya manusia yang terhambat

ilustrasi merasa lelah (pexels.com/Karolina Grabowska)

Lingkungan kerja tidak pernah maju jika tidak mau mengembangkan diri. Terutama dalam mengasah kemampuan orang-orang di dalamnya. Karena sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting untuk menciptakan kemajuan.

Permasalahan akan terjadi saat lingkungan kerja tidak mau menerapkan budaya inklusif. Bisa dipastikan pengembangan sumber daya manusia terhambat. Lingkungan kerja dengan budaya kurang sehat tidak memberi kesempatan bagi semua karyawan untuk maju.

5. Kinerja mengalami penurunan secara berkelanjutan

ilustrasi konflik dalam tim (pexels.com/Yan Krukau)

Tahukah kamu apa yang menjadi tujuan jangka panjang dari lingkungan kerja? Tentunya peningkatan kualitas kerja secara berkelanjutan. Tapim berbeda jadinya jika lingkungan kerja tidak memiliki budaya inklusif.

Bisa dipastikan kinerja mengalami penurunan secara berkelanjutan. Banyak visi-misi yang tidak tercapai. Bahkan tugas yang seharusnya selesai berakhirnya terbengkalai. Kondisi demikian tentu tidak diinginkan oleh setiap individu.

6. Terjadi saling lempar tanggung jawab

ilustrasi perdebatan (pexels.com/Theo Decker)

Lingkungan kerja seharusnya memiliki budaya kerja yang sehat. Orang-orang di dalamnya saling menghargai satu sama lain. Meskipun memiliki perbedaan hierarkis atau latar belakang, namun tidak mendiskriminasi satu sama lain.

Namun demikian, hal ini tidak berlaku bagi lingkungan kerja tanpa budaya inklusif. Sikap saling iri satu sama lain menimbulkan lempar tanggung jawab ke sana kemari. Orang-orang dengan karakter egois berlomba lari dari tanggung jawab dan membebankan tugas lebih kepada orang lain.

7. Lingkungan kerja menjelma menjadi ajang saling menjatuhkan

ilustrasi konflik dalam tim (pexels.com/Alena Darmel)

Seharusnya lingkungan kerja mampu menjadi support system nyata. Orang-orang di dalamnya saling mendukung dan memotivasi. Tapi yang menjadi persoalan, tidak semua lingkungan kerja memiliki budaya inklusif.

Terdapat risiko tersendiri ketika lingkungan kerja memiliki karakter demikian. Lambat laun, akan menjelma menjadi lingkungan dengan budaya saling menjatuhkan. Mereka tidak segan mengorbankan orang lain demi ambisi pribadi.

Lingkungan kerja tidak memiliki budaya inklusif dapat membawa berbagai dampak negatif yang signifikan, bahkan mengalami penurunan kinerja secara berkelanjutan. Lebih buruk lagi jika lingkungan kerja memiliki citra dan reputasi negatif. Tanpa menunggu waktu lama, lingkungan kerja demikian akan berhadapan dengan kemunduran.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mutiatuz Zahro
EditorMutiatuz Zahro
Follow Us