Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Budaya Gila Kerja, 5 Alasan Hustle Culture itu Toksik

Ilustrasi bekerja (Pixels.com/Anna Tarazevich)

Apakah kamu sudah cukup mengenal istilah hustle culture? Para motivator banyak memberi pernyataan bahwa kunci sukses adalah kerja keras. Apakah kamu setuju dengan pernyataan tersebut? Kerja keras memang diperlukan untuk mencapai tujuanmu. Namun, yang salah adalah ketika kamu bekerja secara berlebihan tanpa memperdulikan aspek lain.

Nah! Hal tersebut disebut dengan hustle culture yaitu seseorang yang menempatkan pekerjaannya di atas segalanya. Kerja keras seperti itu termasuk toksik yang perlu kamu hindari. Lalu, alasan apa saja yang membuat hustle culture termasuk hal yang toksik? Simak 5 alasan hustle culture termasuk hal yang toksik berikut ini! 

1. Berdampak buruk terhadap kesehatan

Ilustrasi sakit (Pixels.com/Andrea Piacquadio)

Alasan pertama mengapa hustle culture itu toksik yaitu karena hustle culture dapat berdampak buruk terhadap kesehatan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Mengejar produktifitas tanpa memperhatikan kondisi tubuh, mengabaikan waktu tidur, mengabaikan jam makan, dan tidak ada waktu untuk bersantai sedikit pun akan mempengaruhi sistem metabolisme yang tidak menutup kemungkinan membawa tubuhmu pada kondisi buruk.

Penelitian pada 2018 yang dipublikasikan di Current Cardiology Reports, mengambil sampel subjek dari Eropa, Jepang, Korea Selatan, dan China. Hasilnya, mereka yang bekerja lebih dari 50 jam per minggu ditemukan memiliki peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular, seperti infark miokard (serangan jantung) dan penyakit jantung koroner. Selain itu, mereka yang gila kerja akan rentan mengalami cedera. 

Selain masalah fisik, pekerjaan yang tidak henti akan berpengaruh terhadap kondisi fisik. Lelah, cemas, tekanan akan membuatmu stres dan frustasi. Kondisi diri yang stres, depresi terdapat kemungkinan berpengaruh terhadap kondisi fisik yaitu peningkatan tekanan darah dan detak jantung. Kamu terus mengejar produktifitas, sedangkan tubuhmu semakin lemah. Lalu, untuk apa semua hasil produktifitas itu bila kamu tidak bisa menikmati karena tubuhmu tidak sehat?

2. Hustle culture merupakan kontraproduktif

Ilustrasi bekerja (Pixels.com/Andrea Piacquadio)

Setiap orang memiliki harapan tersendiri, untuk mencapai harapan memang memerlukan effort. Tak jarang, banyak orang yang sangat ambisius untuk mencapai harapan tersebut. Sehingga, ia menuntut dirinya untuk terus produktif.

Lalu, hustle culture apakah benar-benar produktif atau kontraproduktif? Kebanyakan orang mungkin berfikir bahwa menghabiskan banyak waktu untuk bekerja dan mengenyampingkan aspek lain akan membuat kinerja dirinya lebih baik. Namun, nyatanya kurang tidur, kelelahan, stres, mengatur tugas satu ke tugas lain, justru akan membuat kinerja kamu menurun karena terganggu akan masalah fokus atau konsentrasi, dan sering sakit. 

3. Burn out yang berkepanjangan

Ilustrasi lelah (Pixels.com/Andrea Piacquadio)
Ilustrasi lelah (Pixels.com/Andrea Piacquadio)

Dalam bekerja terkadang mengalami burn out. Kondisi tersebut adalah hal wajar. Namun, yang menjadi tidak wajar adalah ketika kamu merasa burn out terus menerus dikarenakan kamu memaksakan tubuhmu untuk bekerja setiap saat.

Ingat, bahwa tubuhmu bukan mesin yang tidak memerlukan tidur, piknik, yang tidak memiliki kondisi psikologis. Lain halnya denganmu, tubuhmu perlu istirahat, bersantai, memulihkan tenaga setelah bekerja. Boleh saja kamu fokus pada tujuanmu, tapi perlu mengutamakan dirimu juga seperti mengambil waktu untuk beristirahat, piknik, makan yang cukup, tidur yang normal. 

4. Hustle culture merupakan bagian dari eksploitatif dan manipulatif

Ilustrasi bekerja (Pixels.com/Mart Production)
Ilustrasi bekerja (Pixels.com/Mart Production)

Beberapa pekerja mengalami hustle culture karena tuntutan dari kantor. Majikan yang memaksa untuk hustle culture, seluruh beban kerja diserahkan kepada kamu sebagai karyawan, dan kamu takut dihakimi pekerja lain jika kamu tidak bekerja sepanjang waktu.

Menuntut pekerja untuk melakukan jam bekerja di luar batas normal berujung pada eksploitatif. Hal ini yang menyebabkan hustle culture termasuk toksik. Kamu terjebak dalam lingkaran setan yang menuntut kamu terus produktif dan sulit mengungkapkan hak kamu untuk meminta jam kerja yang normal. 

5. Menimbulkan persaingan yang tidak sehat antar rekan kerja

Ilustrasi bekerja (Pixels.com/Mart Production)
Ilustrasi bekerja (Pixels.com/Mart Production)

Ketika semua karyawan diberi jam kerja sama. Namun, salahsatu karyawan bekerja lebih dari jam kerja. Sedangkan, karyawan lain memprioritaskan work life balance. Lalu, karyawan yang memiliki hustle culture mengalami kenaikan jabatan. Hal ini akan menimbulkan persaingan dan akan menjamurkan budaya gila kerja di semua perusahaan atau organisasi. Mungkin perusahaan akan cepat berkembang, lalu bagaimana kondisi tubuhmu yang selalu dipaksakan bekerja?

Apakah kamu termasuk seseorang yang bekerja berlebihan? Berdasarkan pemaparan di atas, sudah selayaknya kamu menakar kerjamu secara seimbang, ya agar tidak berdampak buruk pada aspek lainnya

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Aneu Rizky Yuliana
EditorAneu Rizky Yuliana
Follow Us