7 Fakta Career Break Bukan Sekadar Keberanian Tapi Juga Soal Privilege

- Privilege tabungan darurat untuk biaya hidup selama istirahat
- Privilege dukungan keluarga yang tidak semua orang miliki
- Privilege pekerjaan yang masih bisa kembali setelah jeda
Belakangan ini, istilah career break semakin sering muncul dalam percakapan anak muda maupun profesional. Banyak yang menilainya sebagai bentuk keberanian untuk mengambil kendali atas hidup sendiri. Semangat untuk berhenti sejenak ketika merasa terlalu lelah, dengan kesadaran bahwa hidup tidak hanya soal bekerja, sering dijadikan motivasi oleh mereka yang memilih jalan ini.
Namun di balik narasi inspiratif itu ada kenyataan lain yang perlu diakui. Tidak semua orang bisa seenaknya mengambil jeda dari dunia kerja. Career break bukan hanya soal mental yang kuat atau keberanian mengambil risiko tetapi juga terkait dengan serangkaian privilege yang tidak dimiliki setiap orang. Berikut beberapa faktor yang membuat career break tidak sesederhana slogan ikut kata hati.
1. Privilege tabungan darurat karena waktu istirahat juga perlu biaya

Banyak orang berbicara tentang jeda sebagai proses penyembuhan diri. Sayangnya tagihan bulanan tidak ikut beristirahat. Mereka yang bisa mengambil career break umumnya sudah menyiapkan dana cadangan untuk membiayai hidup selama tidak bekerja. Tanpa dukungan finansial niat istirahat bisa berubah menjadi sumber stres baru.
2. Privilege dukungan keluarga yang tidak semua orang miliki

Di sebagian keluarga, keputusan untuk berhenti bekerja sering dianggap sebagai bentuk kegagalan. Banyak orang yang sebenarnya ingin rehat justru menahan diri karena khawatir akan mendapat komentar negatif, misalnya dianggap mudah menyerah atau diragukan masa depannya. Sementara itu, mereka yang mendapatkan dukungan penuh dari keluarga memiliki kelegaan emosional yang tidak selalu dimiliki semua orang.
3. Privilege pekerjaan yang masih bisa kembali setelah jeda

Ada industri yang fleksibel dan memberi kesempatan untuk kembali bekerja setelah break seperti dunia kreatif atau teknologi. Namun tidak semua bidang memiliki toleransi semacam itu. Di beberapa sektor jeda kerja bisa membuat seseorang dianggap tidak lagi relevan. Maka privilege ini bukan hanya soal berhenti tetapi juga tentang peluang untuk memulai ulang.
4. Privilege koneksi yang membuat masa depan terasa lebih pasti

Seseorang bisa lebih tenang mengambil career break jika memiliki jaringan relasi yang luas. Mereka tahu ketika ingin kembali bekerja masih ada jalur untuk masuk kembali. Sebaliknya mereka yang tidak memiliki koneksi harus bergantung sepenuhnya pada lamaran formal yang belum tentu membuahkan hasil.
5. Privilege status sosial yang menentukan cara orang menilai jeda kerja

Menariknya istilah career break sering digunakan oleh mereka yang sudah dianggap mapan. Ketika seseorang dari kalangan ekonomi tinggi mengumumkan jeda ia dianggap sedang mengevaluasi diri. Namun ketika orang biasa melakukan hal yang sama ia kerap dilabeli pengangguran. Pilihan kata ternyata bisa mencerminkan kelas sosial.
6. Privilege rasa aman yang membuat seseorang berani berhenti

Career break membutuhkan keberanian tetapi keberanian itu sering muncul karena adanya rasa aman. Entah karena memiliki keahlian langka percaya diri akan peluang masa depan atau sekadar karena yakin ada yang akan menolong jika keadaan memburuk. Tanpa rasa aman berhenti bekerja justru terasa seperti loncatan ke jurang.
7. Privilege kesempatan kedua karena tidak semua jalan pulang tersedia

Keputusan istirahat terlihat menarik ketika kita hanya melihat kisah suksesnya. Namun tidak banyak yang membahas mereka yang gagal kembali bangkit. Sebagian berhasil menemukan arah baru setelah rehat tetapi sebagian lainnya justru terjebak dalam kebingungan berkepanjangan. Artinya career break tidak hanya tentang keberanian mengambil langkah tetapi juga tentang punya kesempatan untuk melanjutkan hidup setelahnya.
Career break tetap merupakan pilihan yang sah. Berhenti sementara bukan berarti tidak bertanggung jawab dan bertahan terus bukan berarti lebih kuat. Namun penting untuk menyadari bahwa tidak semua orang memiliki titik awal yang sama. Meromantisasi career break tanpa membahas privilege hanya akan membuat sebagian orang merasa bersalah karena tidak bisa mengambil pilihan yang sama. Kadang masalahnya bukan kurang nekat tetapi memang kurang akses.