Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Tantangan Saat Gap Year dan Cara Jitu Menghadapinya

ilustrasi gap year (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Memutuskan untuk mengambil gap year bukan hal yang mudah. Saat teman-teman sibuk kuliah atau kerja, kamu justru memilih berhenti sejenak. Meski keputusan ini diambil dengan berbagai pertimbangan, tetap saja muncul rasa ragu, takut tertinggal, atau bahkan bingung harus ngapain selama jeda ini. Wajar banget kalau kamu merasa terombang-ambing di awal.

Tapi jangan salah. Gap year bisa jadi masa paling berharga kalau kamu tahu cara menjalaninya. Tantangannya memang nyata, tapi bukan berarti gak bisa dihadapi.

Dengan strategi yang tepat, kamu bisa menjadikan jeda ini sebagai momen untuk tumbuh, mengenal diri, dan menata arah masa depan dengan lebih mantap. Yuk, kenali empat tantangan umum selama gap year dan cara jitu untuk menghadapinya!

1. Rasa tertinggal dari teman sebaya

ilustrasi gap year (unsplash.com/Dima Kapralov)

Salah satu tantangan paling menyakitkan saat gap year adalah ketika kamu merasa "ketinggalan kereta". Teman-teman sudah masuk kampus, update story tentang kehidupan kuliah, ada yang sudah wisuda, bahkan kerja.

Sementara kamu masih di rumah, belum tahu kapan mulai atau bahkan merasa belum punya arah. Perasaan ini sangat manusiawi dan sering bikin kamu meragukan keputusan mengambil jeda.

Cara menghadapinya adalah dengan mengubah cara pandang. Ingat, setiap orang punya waktunya sendiri. Gap year bukan perlambatan, tapi kesempatan untuk berhenti sejenak, mengevaluasi, dan memperbaiki arah.

Gunakan waktu ini untuk mengembangkan diri: ikut kursus, relawan, kerja part-time, atau coba hobi baru. Buktikan ke dirimu sendiri bahwa waktu jeda ini justru bisa membuat kamu lebih siap dan matang saat akhirnya melangkah lagi.

2. Tekanan dari keluarga atau lingkungan

ilustrasi tertekan karena gap year (unsplash.com/Vitaly Gariev)

Kalimat seperti, “Kapan kuliah?” atau “Kamu mau jadi apa sih kalau terus begini?” mungkin sering kamu dengar dari keluarga atau tetangga. Niatnya mungkin perhatian, tapi lama-lama bisa terasa seperti tekanan yang bikin kamu tambah stres. Tanpa disadari, komentar-komentar ini membuat kamu ragu dengan pilihan sendiri.

Untuk menghadapi tekanan ini, kamu perlu bersikap terbuka dan komunikatif. Jelaskan dengan jelas apa tujuan gap year-mu: apakah untuk fokus belajar SNBT, mencari pengalaman kerja, atau memantapkan pilihan jurusan.

Saat orang tahu kamu punya rencana dan bukan sekadar bermalas-malasan, mereka cenderung akan lebih menghargai keputusanmu. Ingat, bukan tugasmu untuk memuaskan semua orang—yang penting kamu tahu ke mana ingin melangkah.

3. Kehilangan disiplin dan fokus

ilustrasi kehilangan fokus (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Tanpa sekolah atau kuliah, kamu bebas menentukan waktu sendiri. Tapi kebebasan itu bisa jadi jebakan. Hari-harimu bisa cepat dipenuhi dengan scrolling media sosial, tidur larut malam, dan kebiasaan yang justru bikin kamu makin nggak produktif. Lama-lama, kamu bisa kehilangan ritme dan motivasi.

Cara paling efektif untuk melawan ini adalah membuat jadwal harian yang realistis dan terukur. Tetapkan target mingguan—misalnya menyelesaikan satu kursus online, baca satu buku, atau belajar dua jam per hari.

Anggap gap year ini sebagai proyek pribadi. Saat kamu memberi struktur dan tujuan pada hari-harimu, kamu akan merasa lebih termotivasi dan tidak mudah terjebak dalam kebiasaan yang sia-sia.

4. Rasa tidak pasti tentang masa depan

ilustrasi merasa tertekan akan ketidakpastian masa depan (unsplash.com/Patrick Daley)

Ketika orang lain sudah mantap kuliah di jurusan pilihan, kamu malah masih bertanya-tanya: “Aku cocoknya ambil jurusan apa, ya?”, “Kalau aku mulai tahun depan, apa aku bisa bersaing?”, atau bahkan “Apa aku akan menyesal?” Ketidakpastian ini wajar, tapi kalau dibiarkan bisa bikin kamu overthinking dan ragu melangkah.

Solusinya adalah dengan eksplorasi aktif. Gunakan waktu gap year untuk mencoba hal baru: ikut magang, tes minat bakat, ikut webinar, atau diskusi dengan mentor dan orang yang kamu percaya. Kalau perlu, konsultasi dengan psikolog pendidikan juga bisa membantu. Semakin banyak kamu menggali, semakin kamu mengenal dirimu dan bisa mengambil keputusan berdasarkan informasi—bukan karena panik atau ikut-ikutan.

Ingat, gap year bukan berarti kamu ketinggalan—kamu cuma lagi ambil jalan memutar yang lebih cocok buat dirimu sendiri. Selama kamu tetap belajar, berkembang, dan tahu arah yang dituju, kamu tetap sedang melangkah maju. Jadi, nikmati prosesnya, hadapi tantangannya, dan percaya bahwa setiap langkah yang kamu ambil sekarang akan jadi bekal berharga untuk masa depanmu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us