Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Romantasy Jadi Obsesi Baru di Ranah Perbukuan?

jajaran buku-buku fiksi (Pexels.com/Ian Ramírez)
jajaran buku-buku fiksi (Pexels.com/Ian Ramírez)

Ada satu tren yang berkembang pesat di ranah perbukuan, terutama yang tampak nyata di media sosial, yaitu naiknya popularitas novel fantasi romantis atau yang sering disingkat dengan istilah romantasy. Bukan genre baru, novel fantasi dengan bumbu romansa sebenarnya sudah ada sejak era Harry Potter dan The Hunger Games. 

Lantas, mengapa baru sekarang romantasy viral di kalangan pembaca? Jawabannya ternyata berkaitan erat dengan kebutuhan manusia untuk kabur dari kenyataan yang tak ideal. Lebih lengkapnya bisa kamu baca dalam tiga poin di bawah, ya!

1. Tawarkan eskapisme yang komplit

ilustrasi novel fantasi (Pexels.com/Dario Fernandez Ruz)
ilustrasi novel fantasi (Pexels.com/Dario Fernandez Ruz)

Bila kamu perhatikan, komunitas pembaca buku yang berbagi bacaan mereka di media sosial (influencer buku) berkembang pesat pada 2020. Tepatnya saat pandemik COVID-19 melanda dunia dan mengharuskan banyak orang melakukan karantina mandiri. Selain memasak dan berkebun, buku jadi salah satu media yang tepat untuk membantu banyak orang melewati masa sulit itu.

Saat itu pula, genre romantasy menemukan momentumnya. Memadukan fantasi dan romansa, novel-novel romantasy berhasil jadi media eskapisme yang ideal untuk banyak orang. Tak hanya lewat elemen nirlogisnya yang fantastik, tetapi juga lewat momen-momen swoon-worthy (bikin meleleh) yang melibatkan para karakternya. Perpaduan komplet itu bikin siapa pun betah berlama-lama membaca buku sembari menyingkirkan rasa khawatir dan ketidaknyamanan yang lekat dengan kenyataan hidup.

2. Quest yang seru, unik, dan lekat dengan isu-isu nyata

novel romantasy Divine Rivals, This Woven Kingdom, dan Half a Soul (harpercollins.com.au)
novel romantasy Divine Rivals, This Woven Kingdom, dan Half a Soul (harpercollins.com.au)

Daya tarik novel romantasy terletak pula dalam quest atau misi seru dan unik protagonisnya. Apalagi kerap kali misi itu lekat dengan isu-isu nyata. Ketidakadilan dan representasi kelompok teropresi adalah problem yang paling sering disenggol novel-novel romantasy. Dengan rumus itu, pembaca jadi lebih mudah bersimpati pada para protagonisnya. Ini sekaligus berpengaruh terhadap retensi baca mereka terhadap buku-buku tersebut. 

Novel romantasy pada hakikatnya menerapkan konsep dan teori menulis fiksi yang terbukti efektif meski tidak sungguh-sungguh baru. Yakni, diawali dengan krisis eksistensial dan melibatkan dua kekuatan yang bertentangan. Menambahkan latar tempat dan peristiwa yang besar sebagai background pendukung juga seringkali dilakukan untuk memperkuat relevansi dan memperkaya struktur cerita. Meski adegan romantisnya sering klise dan tertebak, lika-liku plot di novel romantasy berhasil dikemas sedemikian rupa layaknya petualangan epik. 

3. Tawarkan dunia ideal untuk perempuan tanpa harus memilih antara karier dan cinta

ilustrasi membaca buku (Pexels.com/Tim Samuel)
ilustrasi membaca buku (Pexels.com/Tim Samuel)

Harus diakui, romantasy adalah genre yang didominasi penulis dan pembaca perempuan sekaligus. Hal ini pada akhirnya berpengaruh terhadap perspektif dan jalan cerita novel-novel romantasy. Seperti fakta bahwa sebagian besar protagonis novel-novel romantasy adalah perempuan. Tak hanya itu, mereka diciptakan sebagai karakter dengan agensi yang kuat, bukan hanya sekadar eksis dan mengikuti arus. 

Protagonis perempuan dalam novel romantasy diceritakan bisa punya segalanya: kekuatan/kekuasaan dan kehidupan personal yang seimbang tanpa harus mengorbankan salah satunya. Seperti kita tahu, karier dan cinta sering kali jadi dua hal yang tak bisa berjalan beriringan dalam hidup perempuan di dunia nyata. Mereka selalu diarahkan untuk memilih salah satu yang jadi prioritas. Ini yang tidak terjadi di novel romantasy. Para penulis tahu betul kalau kesamaan hak untuk mendapatkan keduanya seperti pria adalah yang paling diidamkan perempuan, tetapi masih sulit terealisasi. 

Tiga faktor tadi kiranya yang membuat popularitas novel romantasy tak terhentikan. Terutama di sektor fiksi yang masih didominasi perempuan sebagai target pasarnya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us