6 Dampak Buruk dari Pola Asuh Orangtua yang Otoriter, Sulit Mandiri

Pola asuh yang gunakan oleh orang tua punya peran penting yang bisa membentuk perkembangan karakter dan kondisi psikologis anak. Banyak gaya pengasuhan, pola asuh otoriter menjadi salah satu yang sering mendapat kritik karena pendekatan yang sangat ketat dimana orangtua lebih dominan. Pola asuh ini, orangtua akan menekankan disiplin dan kepatuhan tanpa memberikan ruang untuk berdiskusi.
Sehingga, anak akan kesulitan untuk menyampaikan pendapat. Orangtua punya anggapan bahwa dengan metode ini bisa membentuk anak menjadi pribadi yang lebih disiplin dan bertanggung jawab, tapi faktanya dampak dari pola asuh otoriter bisa jauh lebih merugikan. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan seperti ini akan mengalami berbagai masalah dalam kemandirian, kesehatan mental maupun hubungan sosial. Berikut beberapa dampak buruk saat orangtua menggunakan pola asuh otoriter.
1. Kemandirian anak menjadi lebih rendah

Anak yang dibesarkan dengan lingkungan otoriter biasanya memiliki kemampuan yang kurang untuk mengambil keputusan dengan mandiri. Ketika orangtua selalu memaksakan kehendaknya, anak gak bisa mendapatkan kesempatan untuk belajar dari pengalaman dan membuat pilihannya sendiri.
Hal ini akhirnya bisa menyebabkan rasa yang terus berganti dengan orangtua maupun orang lain saat mereka dewasa. Sehingga, dalam bersosialisasi atau mengerjakan tugas mereka tidak bisa menyelesaikan dengan cara mandiri.
2. Membuat anak menjadi lebih stres

Anak yang hidup di bawah tekanan aturan ketat sering mengalami stres yang lebih tinggi. Ketakutan dengan hukuman yang diberikan atau merasa gagal karena tidak bisa memenuhi harapan orangtua bisa menciptakan kecemasan dalam jangka yang panjang.
Stres ini bisa mempengaruhi kesehatan mental maupun fisik dari anak itu sendiri. Selain itu juga berpotensi memicu masalah yang lebih besar saat mereka dewasa seperti depresi atau gangguan kecemasan yang lebih parah.
3. Anak menjadi kurang kreativitas

Lingkungan yang gak bisa memberikan kebebasan untuk mengeksplor diri bisa menghambat perkembangan kreativitas anak. Pola asuh otoriter bisa membuat anak merasa tertekan karena harus mematuhi norma dan aturan yang ditetapkan tanpa memikirkan ide yang mereka punya.
Hal ini secara gak langsung akan mengurangi kemampuan anak untuk berpikir kreatif dan inovatif. Sehingga, saat anak memasuki dunia kerja mereka akan kesulitan untuk meraih kesuksesan karena kurang kreatif.
4. Hubungan dengan orangtua menjadi renggang

Pola asuh otoriter bisa menciptakan jarak emosional antara orangtua dan anak. Ketika anak merasa bahwa keinginannya atau pendapatnya tidak dihargai, mereka bisa memusuhi orangtuanya sendiri.
Sehingga, antara orangtua dan anak bisa sering terjadi perdebatan yang sulit dihindari. Hubungan yang buruk ini bisa terus berlanjut hingga mereka dewasa yang akhirnya membuat mereka kesulitan untuk komunikasi dan punya keterhubungan emosional.
5. Masalah perilaku di sekolah

Anak yang dibesarkan dalam pola asuh yang otoriter biasanya akan menunjukkan perilaku yang buruk di sekolah. Mereka bisa menjadi lebih agresif, sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial, atau justru sebaliknya menjadi lebih penurut dan kehilangan motivasi.
Mereka gak mampu untuk mengekspresikan dirinya dengan baik atau menanggapi situasi sosial secara positif. Sehingga bisa membuat mereka kesulitan untuk membangun hubungan dengan teman sebaya.
6. Ketidakpuasan dengan diri sendiri

Anak yang merasa selalu gak cukup baik atau gak bisa memenuhi harapan orangtua sering mengalami masalah dengan harga diri. Saat pujian dan dukungan yang seharusnya bisa diberikan dari orangtua itu tidak ada, anak akan merasa diri mereka gak berharga.
Hal ini bisa berdampak dengan cara mereka melihat dirinya sendiri dan kemampuan mereka untuk melakukan interaksi dengan orang lain secara positif. Pola asuh otoriter bisa memberikan dampak buruk bagi perkembangan anak dalam semua aspek kehidupan anak di masa depan.
Jadi, untuk mendukung perkembangan yang sehat, orangtua sebaiknya menggunakan pendekatan yang lebih demokratis dan terbuka, di mana anak diberikan kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka tanpa merasa tertekan. Sehingga, orangtua bisa membantu anak untuk mengembangkan kemandirian, kreativitas, dan hubungan yang sehat dengan orangtua nya sendiri dan lingkungan sekitar.