Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Bantu Anak yang Terlalu Keras pada Diri Sendiri, Validasi!

ilustrasi seorang ayah dan anak (pexels.com/cottonbro)
ilustrasi seorang ayah dan anak (pexels.com/cottonbro)
Intinya sih...
  • Anak perlu didengarkan dan perasaannya divalidasi tanpa diabaikan
  • Memberi anak perspektif realistis membantu mereka menerima kenyataan tanpa merasa gagal
  • Ajarkan anak mengubah pola pikir negatif dan beri contoh self-talk yang positif
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setiap anak pasti pernah merasa kecewa atau frustrasi pada diri sendiri. Namun, beberapa anak cenderung terlalu keras menilai dirinya hingga sering merendahkan kemampuan sendiri. Kondisi ini jika dibiarkan terus-menerus bisa memengaruhi rasa percaya diri dan kesehatan mental mereka.

Orangtua kerap bingung menghadapi anak yang terlalu kritis pada diri sendiri. Reaksi spontan biasanya ingin menenangkan atau memberi pujian berlebihan. Yuk, simak beberapa cara efektif untuk membantu anak belajar menilai diri dengan lebih sehat dan positif!

1. Dengarkan dan validasi perasaan anak

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/kindelmedia)
ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/kindelmedia)

Langkah pertama adalah benar-benar mendengarkan apa yang anak rasakan. Anak perlu merasa bahwa perasaannya diterima dan dimengerti tanpa diabaikan. Dilansir Child Mind Institute, Dr. Rachel Busman, psikolog klinis, mengatakan, jangan pernah menyepelekan komentar anak meskipun terdengar sepele atau tidak realistis. Memberi ruang aman agar mereka bisa berbicara sangat penting.

“Jadilah penasaran dan ingin tahu. Bantu mereka menemukan kekuatan mereka,” kata Jocelyn Bibi, LCSW, terapis spesialis perilaku anak, dilansir Parents.

Validasi perasaan anak tidak sama dengan membenarkan kritik diri mereka. Dilansir Parents, Sarah Kipnes, LCSW, PPSC, terapis berlisensi, menyarankan agar menghindari frase “Jangan lebay, kamu baik-baik saja” atau “Berhenti bereaksi berlebihan”. Kamu bisa mengatakan, “Aku melihat kamu kecewa dengan hasil ulanganmu. Ceritakanlah lebih banyak”. Cara ini membuat anak merasa didengar.

2. Tawarkan pendekatan yang realistis

ilustrasi ayah dan anak sedang berbincang (pexels.com/cottonbro)
ilustrasi ayah dan anak sedang berbincang (pexels.com/cottonbro)

Memberi anak perspektif yang realistis lebih membantu daripada sekadar menyemangati dengan kata-kata berlebihan. Anak perlu memahami bahwa tidak semua pengalaman akan sempurna dan itu wajar. Dengan pendekatan ini, mereka belajar menerima kenyataan tanpa merasa gagal atau tertekan.

Dilansir Child Mind Institute, menurut Dr. Lisa Brown, psikolog anak, memberi perspektif realistis membantu anak memahami bahwa satu pengalaman buruk tidak menentukan siapa mereka. Ini membangun rasa percaya diri tanpa memaksa mereka berpura-pura senang. Anak jadi lebih siap menghadapi tantangan tanpa merasa gagal.

“Membantu anak agar tidak terlalu keras pada diri sendiri memerlukan pendekatan sabar dan tidak langsung masuk memberi Solusi,” kata Bibi.

3. Ajarkan cara mengubah pola pikir negatif

ilustrasi ibu dan anak membaca buku (pexels.com/olly)
ilustrasi ibu dan anak membaca buku (pexels.com/olly)

Ajarkan anak untuk mengenali dan menantang pikiran negatif yang muncul dalam diri mereka. Dorong mereka untuk melihat situasi dari sudut pandang berbeda agar tidak terlalu keras menilai diri sendiri. Cara ini membantu anak mulai mengurangi kebiasaan kritik diri yang berlebihan secara bertahap.

Dorong juga anak untuk mengganti kalimat negatif dengan afirmasi positif. Contohnya, “Aku sudah berusaha sebaik mungkin dan itu yang penting”. Dr. Sarah Kipnes, menekankan, membiasakan afirmasi positif membuat anak lebih mampu menenangkan diri sendiri dan melihat nilai diri mereka secara realistis.

4. Beri contoh self-talk yang positif dan realistis

ilustrasi memasak ibu dan anak (pexels.com/rdne)
ilustrasi memasak ibu dan anak (pexels.com/rdne)

Anak belajar banyak dari contoh orangtua, termasuk cara berbicara pada diri sendiri. Jika orangtua sering mengkritik diri sendiri, anak cenderung meniru pola tersebut. Dengan menampilkan self-talk yang positif dan realistis, anak bisa belajar menghadapi kesalahan tanpa merendahkan diri sendiri.

Cobalah berbicara pada diri sendiri dengan cara yang wajar dan menenangkan di depan anak. Misalnya, ketika melakukan kesalahan, akui kesalahan tersebut dan tunjukkan cara memperbaikinya. Kebiasaan ini membantu anak memahami bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar, bukan hal yang memalukan.

5. Libatkan sekolah dan cari bantuan profesional

ilustrasi anak bermain (pexels.com/nicolabarts)
ilustrasi anak bermain (pexels.com/nicolabarts)

Kondisi anak yang terlalu keras pada diri sendiri sering terlihat juga di sekolah. Orangtua bisa berkomunikasi dengan guru untuk mendapatkan gambaran lebih lengkap tentang perilaku anak. Informasi ini penting agar penanganan di rumah dan di sekolah selaras.

Jika kritik diri anak berlangsung terus-menerus dan memengaruhi mood atau aktivitas sehari-hari, jangan ragu mencari bantuan profesional. Dr. Busman menyebutnya sebagai mental health check-up, yang bisa membantu mengidentifikasi penyebab dan strategi penanganan yang tepat.

Dengan langkah-langkah ini, anak dapat belajar menilai diri sendiri dengan sehat. Orangtua berperan besar dalam membentuk self-esteem dan mengajarkan anak menghadapi kesalahan dengan cara yang positif. Perlahan-lahan, anak akan memiliki suara hati yang lebih lembut, percaya diri, dan siap menghadapi tantangan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Tarmizi Murdianto
EditorMuhammad Tarmizi Murdianto
Follow Us

Latest in Life

See More

[QUIZ] Apakah Kamu Sosok yang Membawa Ketenangan atau Bikin Emosi Meledak?

07 Sep 2025, 18:15 WIBLife