Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Time-Out Berbahaya untuk Anak? Ini Penjelasan Para Ahli

ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)
ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)

Metode time-out sering dipakai orangtua saat anak menunjukkan perilaku sulit dikendalikan. Namun, banyak yang bertanya-tanya apakah cara ini benar-benar aman dan efektif, atau justru bisa menimbulkan dampak negatif.

Beberapa ahli menilai time-out bisa membantu anak belajar mengendalikan diri, sementara yang lain khawatir teknik ini membuat anak merasa diabaikan. Lalu, apakah benar time-out berbahaya untuk anak? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

1. Asal mula time out dan tujuannya

ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)
ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)

Time-out pertama kali diperkenalkan pada 1950-an oleh psikolog perilaku Arthur Staats sebagai alternatif dari hukuman fisik. Saat itu, metode ini dianggap lebih manusiawi karena menekankan penghentian perhatian pada perilaku negatif, bukan pada anaknya. Dengan cara ini, diharapkan perilaku buruk yang hanya mencari perhatian bisa perlahan berkurang.

Prinsip dasar dari time-out adalah memberikan jeda singkat bagi anak agar bisa menenangkan diri. Orangtua menghentikan interaksi untuk sementara, sehingga anak belajar bahwa perilaku tertentu tidak akan mendapat respon positif. Jika diterapkan dengan benar, metode ini membantu anak memahami konsekuensi tanpa melibatkan hukuman keras.

2. Pro dan kontra dalam penggunaan time-out

ilustrasi seorang anak menangis sendirian (pexels.com/pixabay)
ilustrasi seorang anak menangis sendirian (pexels.com/pixabay)

Meski banyak dokter anak masih mendukung time-out sebagai strategi disiplin yang efektif, kritik terhadap metode ini juga semakin marak. Beberapa psikolog menilai time-out bisa membuat anak merasa terisolasi, apalagi jika dilakukan terlalu lama atau tanpa penjelasan yang jelas. Anak pun berisiko menafsirkannya sebagai bentuk penolakan emosional dari orangtua.

Dilansir Time, Daniel J. Siegel, MD, profesor klinis psikiatri di UCLA School of Medicine, bersama Tina Payne Bryson, PhD, seorang edukator parenting, menyebut bahwa anak bisa merasa ditolak ketika diberi time-out, terutama saat sedang kesal atau berada dalam kondisi emosi sulit. Situasi ini bisa memperburuk perasaan anak alih-alih membantu mereka menenangkan diri. Tak heran, banyak orangtua menjadi ragu apakah metode ini benar-benar aman untuk digunakan.

Namun, menurut Mark Dadds, seorang Profesor dari Child Behaviour Research Clinic, dilansir University of Sydney, reputasi buruk time-out muncul karena metode ini sering disalahgunakan. Time-out sejatinya tidak pernah dirancang untuk mengisolasi anak sepenuhnya atau menarik kasih sayang orangtua

“Penelitian kami menunjukkan bahwa time-out adalah pengaruh positif untuk anak, termasuk mereka yang pernah mengalami trauma. Ada bukti ilmiah besar yang menunjukkan metode ini bermanfaat bagi orangtua dan anak,” jelas Mark Dadds.

3. Pandangan ahli dan bukti penelitian

ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)
ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/gabbyk)

Menurut American Academy of Pediatrics, time-out masih direkomendasikan sebagai strategi pengasuhan efektif, terutama bagi anak dengan ADHD atau gangguan oposisi menentang. Penelitian menunjukkan bahwa ketika digabung dengan lingkungan yang penuh kasih sayang, metode ini tidak menimbulkan dampak negatif. Bahkan, beberapa studi membuktikan bahwa time-out dapat membantu memperbaiki masalah perilaku.

“Dalam 30 tahun, kami telah menangani ribuan anak dengan perilaku yang sulit diatur,” kata Mark Dadds. “Ketika kami menggunakan time-out sebagai bagian dari program parenting positif, anak-anak jauh lebih bahagia dan lebih teratur,” tambahnya.

Dilansir Time, Rachel Knight, asisten profesor di University of Michigan, juga menjelaskan hasil riset penelitiannyanya, bahwa, dalam berbagai cara mereka menganalisis data, tidak ada bukti bahwa penggunaan time-out berdampak buruk pada anak. Temuan ini memperkuat pandangan bahwa time-out aman, asalkan digunakan dengan tepat dan konsisten.

4. Cara tepat menggunakan time-out

ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/augustderichelieu)
ilustrasi orangtua menasihati anak (pexels.com/augustderichelieu)

Cara menggunakan time-out dengan tepat perlu memperhatikan beberapa hal penting agar benar-benar efektif. Menurut Matthew Rouse, PhD, MSW, psikolog klinis, durasi idealnya cukup singkat, yakni sekitar satu menit per usia anak atau maksimal tiga menit. Orang tua juga perlu menjelaskan perilaku apa yang membuat anak masuk ke time-out agar anak memahami konsekuensinya.

Selain itu, konsistensi sangat penting dalam penerapan time-out. Anak harus tahu bahwa aturan berlaku sama setiap kali mereka melanggar, sehingga tidak bingung dengan perubahan sikap orang tua. Setelah selesai, beri kesempatan anak memperbaiki sikapnya agar proses belajar tetap berjalan positif.

Amy Drayton, PhD, asisten profesor sekaligus psikolog anak di University of Michigan, menambahkan bahwa lokasi time-out sebaiknya dibuat membosankan. Kursi atau tangga tanpa mainan dan hiburan bisa jadi pilihan tepat supaya anak benar-benar belajar menenangkan diri. Ia juga menekankan bahwa time-out singkat terbukti sama efektifnya dengan yang panjang, asalkan anak diberi cukup waktu hingga tenang.

Time-out bukanlah metode berbahaya jika dilakukan dengan benar dan konsisten. Tujuannya membantu anak belajar menenangkan diri, bukan membuat mereka merasa ditolak. Jadi, pastikan penerapannya selalu disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter anak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima Wima
EditorPinka Wima Wima
Follow Us

Latest in Life

See More

5 Part Time untuk Mahasiswa agar Bisa Beli iPhone 17 dalam 6 Bulan

30 Sep 2025, 21:18 WIBLife