5 Bentuk Ekspektasi Berlebihan Orangtua Kepada Anak, Jangan Dipaksa!

Banyak sekali orangtua yang memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi bahkan cenderung memaksakaan kehendak kepada anak-anaknya. Mereka selalu dituntut untuk menjadi yang terbaik versi orangtua tanpa peduli batas kemampuan dan mental yang dimilik. Akibatnya, orangtua akan kecewa bahkan marah ketika anak tidak sesuai dengan harapannya.
Sebenarnya, sah-sah saja apabila orangtua menaruh harapan agar anak-anaknya selalu menjadi yang terbaik dalam hal apapun. Namun, penting bagi orangtua untuk bersikap realistis bahwa setiap anak memiliki kemampuan dan kondisi mental yang berbeda. Jika terlalu dipaksakan, ujungnya anak akan menjalankan segala sesuatu dengan penuh tekanan dan keterpaksaan yang berdampak pada kesehatan mentalnya.
Apa saja bentuk ekspektasi berlebihan orangtua kepada anak? Berikut penjelasan lengkapnya!
1. Ingin anak selalu makan dengan lahap tanpa pilih-pilih

Semua orangtua tentu ingin anaknya makan dengan lahap dan selalu menghabiskan apapun makanan yang telah disajikan oleh orangtuanya tanpa pilih-pilih. Namun kenyataannya, tidak selalu anak mau makan dengan lahap, bahkan cenderung menutup mulutnya rapat-rapat. Jika sudah begitu, orangtua akan menjadi cemas, stres, dan marah-marah sendiri, terlebih jika berat badan anak tak kunjung naik.
Layaknya orang dewasa, anak-anak juga mempunyai makanan favorit dan yang tidak disukai. Pun dalam kondisi tertentu, ketika sakit atau kelelahan anak bisa saja kehilangan nafsu makan. Dari pada uring-uringan karena anak tidak menghabiskan makanan yang disajikan, sebaiknya beri jeda sebentar diri sendiri untuk mengontrol emosi daripada terus memaksakan. Setelah emosi mereda barulah memikirkan kembali bagaimana cara mengembalikan nafsu makan anak.
2. Ingin anaknya selalu berprestasi di bidang akademis

Siapa yang tidak bangga memiliki anak yang berprestasi? Sepertinya, semua orangtua pasti memiliki harapan agar anaknya bisa meraih prestasi di bidang akademis dan mendapatkan nilai terbaik di sekolah. Memiliki anak yang berprestasi di sekolah merupakan kebanggaan tersendiri bagi setiap orangtua.
Kenyataannya, masing-masing anak memiliki kapasitas kemampuan yang berbeda. Jika tidak menonjol dalam bidang akademik, bisa jadi anak menguasai ketrapilan di bidang non akademik seperti masak, melukis, menyanyi, menari, bersosialisasi dengan teman dan masih banyak lainnya. Dari pada memaksakan anak mendapatkan prestasi di sekolah dengan penuh tekanan yang ujungnya akan kecewa jika anak mengalami kegagalan, lebih baik fokus untuk memahami dan mendukung bakat dan minat anak.
3. Ingin anak melakukan pekerjaan rumah tanpa diminta

Siapa sih yang senang melakukan pekerjaan rumah tangga? Orang dewasa saja terkadang masih enggan melakukannya, apalagi bagi anak-anak yang fitrahnya sedang dalam fase bermain. Selain melelahkan, pekerjaan rumah juga dianggap kegiatan yang membosankan bagi anak.
Memiliki ekspektasi agar anak melakukan pekerjaan rumah tanpa diminta artinya harus siap juga untuk menerima kekecewaan. Jangan terburu-buru marah dan melabeli anak dengan sebutan pemalas jika tidak mau melakukan pekerjaan rumah sesuai dengan harapan.
Orangtua dapat memberikan contoh secara langsung sambil pelan-pelan menjelaskan bahwa pekerjaan rumah harus diselesaikan seluruh penghuni rumah, termasuk orangtua dan anak. Seiring berjalannya waktu, anak akan mengerti arti tanggung jawab dan kemandirian meskipun hasil yang didapat belum maksimal.
4. Ingin anak melanjutkan cita-citanya yang tak tersampaikan

Cita-cita adalah keinginan atau harapan yang dimiliki diri sendiri untuk dicapai di masa depan, namun tak sedikit dari anak memiliki cita-cita yang murni karena keinginannya. Beberapa orangtua bahkan telah menentukan jalan hidup anaknya agar sesuai keinginannya, seperti sekolah, jurusan, serta pekerjaan yang cocok. Akibatnya, banyak anak yang tidak sepenuh hati dalam mewujudkan cita-cita tersebut dan berujung pada kegagalan.
Anak bukanlah alat untuk menyalurkan ambisi kedua orangtua yang belum tersampaikan. Masing-masing dari mereka memiliki minat, bakat, dan cita-cita yang mungkin berbeda dengan orangtuanya. Dari pada terus egois memaksakan anak melanjutkan cita-cita orangtuanya dengan penuh tekanan yang ujungnya akan kecewa jika anak mengalami kegagalan, lebih baik fokus untuk mengembangkan bakat dan minta anak.
5. Ingin anak selalu berperilaku baik tanpa celah

Ekspektasi bahwa anak harus berperilaku baik ini justru sering kali membuat orangtua kecewa. Bahkan tak sedikit dari orangtua cenderung bersikap reaktif dan melakukan tindakan kasar serta penuh ancaman saat mengetahui sang anak berbuat salah. Jika hal ini terus dilakukan akan berdampak pada kesehatan mental anak.
Sebagai manusia, terkadang anak juga bisa berbuat salah. Dari pada bersikap sinis, lebih baik arahkan anak untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan menjadi contoh yang positif. Anak merupakan cerminan dari orangtuanya.
Demikian bentuk ekspektasi berlebihan orangtua kepada anak. Jika terlalu dipaksakan, ujungnya anak akan menjalankan segala sesuatu dengan penuh tekanan dan keterpaksaan yang berdampak pada kesehatan mentalnya.